2nd Season: Dua Puluh Delapan

1.1K 121 19
                                    

Dalam waktu yang lama, Shiina melamun menatap atap. Bukan atap, tapi bagian dari kasur yang melingkupinya seperti burung dalam sangkar. Shiina telah berganti baju dengan gaun tidur yang tebal, hangat, serta berwarna krem. Sebelumnya, ada tiga pelayan wanita yang membantunya dalam berganti baju. Anehnya, pelayan perempuan semuanya puppet.

Shiina mengingat sesuatu dalam lamunan ....

.... Ialah rasa kesepian yang sebelumnya ia rasakan.

Sebelum bertemu dengan Naruto di dalam komputer Yuu-sensei, dunia Shiina kelabu; sepi, menginginkan seseorang mencintainya, tapi tak ada satupun yang datang. Sampai, Yuu-sensei membantunya mendapatkan semuanya; keluarga dan teman.

"Oh ... aku belum sempat bertemu Yuu-sensei." Shiina bergumam. Kalau diingat-ingat, gurunya itu setelah Shiina keluar dari rumah sakit, hanya bersikap sebagaimana biasanya; tersenyum dan menyapa. "... aku ingin berterima kasih pada Yuu-sensei." Shiina bangkit dari duduk, suara kemarin masih terngiang. Suara Yuuhei yang kesepian.

"Aku ingin pulang dengan selamat ... aku lupa sudah berapa hari kita terjebak?" Shiina menghela napasnya lagi. "Terlalu menyenangkan, jadi aku lupa kapan waktu kita akan kembali." Shiina turun dari kasur, konflik Masamune memang tak dapat dihindari. Ikatan aneh antar ketiga sahabatnya pun tak ia mengerti. Tapi, dia hanya bisa berdoa, agar besok atau lusa Yuu-sensei memergoki mereka di ruangannya dan menarik mereka ke dunia nyata. "Ini ... salahku karena menyeret mereka." Shiina hanya siswi SMP, dia menahan ujung matanya yang berair.

"TAPI MENANGIS JUGA TAK ADA GUNANYA!" Shiina berteriak menatap atap kamar. Setelahnya menghembuskan napas.

"Aku yakin Naruto tak akan diam, dia akan menyelamatkanku. Yang harus aku lakukan sekarang adalah ...." Sembari menatap pintu kamar yang tertutup rapat, Shiina mengangguk mantap pada dirinya sendiri. "Menenangkan orang yang telah menculikku sambil menunggu Masamune. Setelah Masamune datang, mari diskusi dengannya dan keluar dari game ini."

Shiina berjalan mendekati pintu, saat tangan terulur hendak memegang kenop, seseorang dari luar sudah membukanya.

Shiina terkejut.

"Heh, hime-sama, mau kemana?" Wajah Yuuhei yang sadis menyapa, senyum tak semuanya terangkat; setengah dengan mata menyipit tajam.

"Aku ...." Shiina terdiam menyusun rencana agar dapat menenangkan pemuda naga di depannya. "Aku hendak menemuimu." Tak dapat dipungkiri, masih ada rasa takut berkat insiden kemarin, di mana rambutnya dipotong menjadi pendek, Shiina tak ada senyum, takut dalam menjawab.

"Me-menemui ... ku?" Sama seperti bayi kucing, Yuuhei tersipu menerima jawaban Shiina.

Ah, wajahnya tidak menakutkan lagi. Shiina berbisik, otak cerdasnya berputar-putar. 

"Tapi ... untuk apa? Kemarin, kau mati-matian untuk pergi dariku." Yuuhei menunduk, mengintip di sela-sela poni putih.

"Itu karena ... aku pikir kau jahat." Shiina segera menjawab.

Yuuhei tertawa. "Aku memang jahat, hime." Yuuhei menutup pintu sambil masuk ke dalam. "Aku sudah bilang kemarin, jangan ke mana-mana sampai Masamune datang."

Ah, hawanya menakutkan lagi. Shiina merasa aneh, meski tak membuat segel tangan, ia dapat merasakan chakra di depannya. Chakra sensoriknya aktif meski rambutnya telah setengah panjang dan tak membuat segel di tangan.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Hime? Sungguh menggemaskan." Tangan Yuuhei datang untuk mengelus pipi Shiina.

Shiina mencoba menahan sentuhan itu, menggelikan dan jijik!

Naruto no Imouto (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang