Part 26

3.2K 194 17
                                    

"Kau sedang apa ?" Tanya Ahmad ketika terbangun di sepertiga malam. Ia hendak melakukan sholat malam.

Yang ditanya tiada menjawab ataupun melirik ke arahnya.

"Sri... untuk apa menjahit baju malam-malam, memangnya tidak ada waktu lain, besok kan masih bisa. Ayo cepat balik ke kamar, cepat tidur sana." Ahmad sedikit mendesak.

Jemari lentik istrinya menusuk kain berwarna putih motif brukat, seperti sebuah kebaya. Ia tusuk asal tanpa memandang ke mana pola jahitannya. Ahmad melihatnya menusuk lagi, jarumnya menembus kain brukat putih itu dengan rakus.
Ahmad bingung. Matanya sedikit menahan kantuk, tapi ia bisa lihat kalau kain putih itu ganjil. Brukat dan kebaya, juga amat ganjil. Gerakan rakus jarum itu, tidak kalah ganjil.

"Sri, baju siapa ini ?" Ahmad terlalu pintar untuk menerima keganjilan itu. Ia sepenuhnya sadar meski digelayuti kantuk, bahwa ada yang aneh di sini.

"Sri, istighfar Sri."

"Mas."

Terdengar istrinya menyahut, tapi bukan dari depan melainkan suaranya datang dari kamar.

"Mas."

Lagi-lagi, ia mendengar suara istrinya memanggil. Ahmad tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat, rasa dan dengar. Ia berpikir ini hanya pengaruh lelah dan kantuk yang menjelma jadi khayalan atau semacamnya.

"Ya Allah mas. Cepat ke sini, aku mau ke sumur. Kakiku sakit tidak bisa bangun Mas." Suara Sri terdengar lebih lantang, namun datangnya memang dari kamar.

Ahmad mendelik dan spontan beristighfar, ia melihat wanita di depannya semakin ganas menusuk-nusuk kain kebaya putih. Jarumnya pun kian rakus mengoyak brukat itu.

"Kau bukan Sri. Cepat pergi !" Bentak Ahmad dengan nada sedikit bergetar.

"Mas." Sri sudah ada di belakangnya dan tampak sangat kesal dan kesakitan.

Ahmad terlonjak dan hilang konsentrasi. Ia belum sempat menoleh, tapi satu kedipan matanya sudah membuat wanita di depannya raib. Wanita yang memegangi jarum dan kain brukat warna putih.

"Mas, kau ini kenapa ?" Sri terus memperhatikan dengan wajah kesal.

"Aku melihat kau duduk di sini tadi." Ahmad menjawab pertanyaan istrinya tanpa menoleh. Seolah-olah mencari jejak-jejak keberadaan wanita misterius tadi.

Sri langsung diam, ia tidak mengira suaminya habis melihat jin. Dan jin itu, menyerupai dirinya.

"Astaghfirullah, ya Allah." Sri terus merapal apa saja yang ia bisa.

Ahmad sudah lebih dulu membaca kalimat ta'awudz sebanyak tiga kali dan selanjutnya ayat kursi. Mereka berdua bukan penakut, tetapi berurusan dengan jin pengganggu, bukan hal yang mudah bagi siapapun itu.

Ahmad segera membalik badan setelah mengusai ketakutannya, ia memandang Sri yang berdiri memegangi perutnya.

"Jangan takut, kita dirikan sholat supaya Allah jauhkan kita dari segala macam godaan setan." Ahmad menghibur istrinya meskipun ia sendiri merasa kalau bulu di tengkuknya meremang.

Keduanya melangkah ke sumur dan mengambil wudhu. Dua rokaat sholat tahajud telah tertunaikan. Kejadian tadi tidak membuat mereka takut, sama sekali tidak. Hanya saja, Ahmad merasa aneh, tidak nyaman dan dihinggapi gelisah.
Ia memikirkan nasib istrinya yang tengah hamil muda. Ia juga memikirkan keimanannya. Orang macam apa yang bisa melihat bangsa jin ? Hanya manusia yang di dalam tubuhnya juga bersarang jin. Mereka lah yang sanggup melihat penampakan jin.

***

Keesokan harinya, Ahmad bergegas menuju dapur hendak mencuci piring, namun istrinya melarang dan menyuruhnya duduk saja. Ia duduk di atas kursi kayu di dekat sumur. Menemani Sri cuci piring. Ia ingat kejadian semalam dan belum bisa melepas rasa khawatir pada keselamatan istri dan jabang bayi.

Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang