Step Brother : 14

2.8K 389 59
                                    

Biasakan Vote dulu sebelum baca.





Happy Reading~








Tatapan itu.Berbeda.Bukan seperti yang Seulgi harapkan. Pria itu jatuh pada pusaran yang salah!Tidak seharusnya seperti ini,Bukan ini keinginannya.Jelas sekali. Bahkan tak menyangka sedikitpun,Satu tangannya terangkat refleks.Mendarat dengan sempurna di wajahnya dengan suara nyaring.

Jimin mematung untuk beberapa saat,Rasa sakit di pipi kanannya tak sebanding dengan hatinya yang terkoyak. Apa salahnya? Jimin fikir Seulgi merasakan hal yang sama.

"Sejak awal ini sudah salah. Apa kau memang mengharapkan hal ini?" Mata itu membara penuh amarah.

"Ingat fakta Ini Jim, Kau adik kandungku."

Mulut Jimin bungkam. Dadanya sakit. Ia tahu jelas fakta itu. Tapi, apa salahnya?

Sejak awal dia sudah mencintai gadis ini, meskipun kerap kali ia menepis fakta itu dan mengingat siapa jati dirinya.

Seulgi melangkah pergi.

Dengan keras Jimin mengusap kasar rambutnya dan berteriak frustasi. "SIAL!" Teriaknya.

Tubuh kurus Seulgi bergetar.
Dengan langkah kaki yang terasa kaku,dia memilih menjauh meninggalkan Jimin yang kini masih mematung menatap kepergiannya. Tetesan air mata Seulgi tak ia hiraukan,meski kondisi tubuhnya yang basah kuyup dia memilih tetap pergi dengan perasaan sesak yang kian waktu membuatnya tertekan.

Tak seharusnya ini terjadi.

Bodohnya,Dia membiarkan perasaannya pada Jimin mengembang. Begitu tahu bahwa Jimin juga mencintainya dia merasa seperti ada seribu beban yang datang menghantam dadanya.

Cukup dia yang merasa bahwa dia memiliki rasa pada pria berusia dua puluh tiga tahun ini. Meski, pada kenyataannya Jimin sering membuatnya kesal dan terus mengombang-ambing perasaannya dia tidak pernah berfikir untuk membuat kehidupannya menjadi rumit dengan mengatakan pada Jimin bahwa ia mencintainya.

Dia berlari sekencang mungkin menuruni dataran tinggi ini. Hingga masuk ke dalam hutan. Akal sehat dan tubuhnya tak mampu bekerja sama. Meskipun Seulgi tahu dia tak tahu jelas jalan pulang menuju rumah Nenek Park. Tapi, dia memutuskan pergi begitu saja meninggalkan Jimin. Sebab, dia tak mampu jika harus melihat Jimin untuk saat ini.

Kepalanya mendongak menatap langit kelam yang kini terlihat gelap. Seulgi terjengit kaget kala indra pendengarnya mendengar suara petir. Dia memilih memutuskan untuk mengabaikan hal itu. Tetap melangkah tak tentu arah.

Ringisan kecil terdengar dari bibirnya. Kaki kanannya tergores ranting pohon. Ia menyentuh luka yang kini mulai mengeluarkan darah."Arrrghh!" Seulgi berteriak frustasi.

Bukan. Bukan karena rasa sakit pada Kaki kanannya.

Hatinya berdenyut sakit. Apa aku salah?

Dadanya sesak, Air mata kembali merembes.Dia mendudukan tubuhnya begitu saja. Memilih menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya. Tak peduli setitik air yang mulai berjatuhan dari atas langit.

Seulgi terisak. Bibirnya bergetar. Dia sudah tak sanggup lagi.
"Maaf Jim, Maaf!" Lirihnya di sela-sela isak tangis yang tak kunjung mereda.

°°°

Kini Biarkan perasaannya hanyut terbawa ombak. Rasa sakit bagai musik pengiring. Air mata seolah menjadi beban. Kedua iris matanya menatap datar jendela berukuran kecil yang kini terlihat gelap.

Kembali. Hatinya bertanya-tanya.

Seburuk itukah perasaan cintanya?

Apa hatinya salah untuk bertumpu padanya?

Step Brother[SeulMin] End√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang