Tiga bulan berlalu. Dinda sudah bisa pulang tapi kaki nya masih sakit. Tidak separah dulu hanya saja Dinda berjalan harus menggunakan tongkat untuk menumpu badannya.
"Pokoknya besok gue mau sekolah" tegas Dinda.
Sekarang Dinda sedang berada di kamar Rana dan berdebat agar Dinda bisa sekolah besok. Bagaimana mungkin Dinda bisa tahan dengan rutinitas makan-tidur,makan-tidur. Tidak!! Dinda tidak akan betah dengan kegiatan itu.
"Tapi Dinda,kaki lo belum sembuh" bantah Rana yg tidak terima dengan keputusan Dinda yg akan mencelakakan dirinya sendiri
"Gue punya tongkat Rana"kata Dinda mengangkat tongkat yg ada di sampingnya
"Gak. Sekali enggak,tetap enggak" keputusan Rana sudah bulat.
"Gue mau sekolah. Gue gak betah di rumah"
"Tapi Din--"
"Rana,Dinda. kalian ada di dalam?" tanya Tina dan membuka pintu kamar Rana
"Kalian ngapain?"tanya Tina
"Ini ma,Dinda besok mau sekolah tapi kaki nya kan belum pulih dan gak boleh banyak jalan"adu Rana pada mamanya
"Loh? Kok gitu?"tanya Tina dengan heran
"Dinda gak tahan di rumah aja Tan. Dinda gak papa kok cuma duduk aja di kelas."
"Sayang"Tina mengelus kepala Dinda dengan lembut
"Kamu yakin?"
Dinda mengangguk dan tersenyum.
"Ya sudah,besok kamu sekolah"
Rana heran"tapi ma--"
"Rana kamu bisa jagain Dinda kan?" tanya Tina masih mengusap kepala Dinda dengan penuh kasih sayang
"Iya ma"pasrah Rana. Jika mamanya sudah bicara maka Rana tidak bisa lagi membantah. Rana melirik Dinda dengan malas yg masih bergelayut manja pada mamanya. Dinda memeletkan lidahnya ke arah Rana. Rana menatapnya dengan kesal dan membaringkan tubuh nya di atas ranjangnya.
"Kalian tidur saja,besok harus sekolah" Tina mencium kening Dinda dan mengusap kepala Rana. Hanya itu, tanpa ciuman hangat yg sering di berikan mamanya.
Rana kesal setengah mati pada mamanya dan Dinda. Bagaimana mungkin mama nya lebih membela orang lain dari pada dia yg notabene nya anak kandung mamanya. Tidak adil.
Dinda melihat wajah Rana yg mencoba menahan rasa kesal nya.
"Ran? Lo marah yah?"tanya Dinda
"Pikir aja sendiri"ketus Rana dan menarik selimut menutupi seluruh badannya
Dinda hanya menghela nafas dan menghembuskan dengan kasar. Kemudian mencoba tertidur dengan rasa sakit yg terus berdenyut menghantam kepalanya
-----
"Dinda,Rana? Bangun" Tina mengetok pintu kamar Rana dan membukanya, menampakkan Rana dan Dinda yg masih dalam keadaan tertidur pulas
"Hey,bangun. Waktunya sekolah" Tina menyibakkan selimut Rana. Rana membuka matanya dengan malas. Tina beralih kepada Dinda.
"Dinda,ayo bangun. Waktunya sekolah"Tina membangunkam Dinda dengan penuh kasih sayang dan membuat Rana semakin kesal saja.
Dinda membuka matanya dan tersenyum saat melihat Tante Tina- mamanya Rana membangunkan nya dengan penuh kasih sayang.
"Ayo tante bantu"Tina mengulurkan tangannya dan membantu Dinda berdiri. Melap Dinda dengan lembut dan mengambil pakaian Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend? Don't Leave Me(Completed)
RandomKisah Persahabatan Rana Dan Dinda, Yang Penuh Tantangan. Kisah Dinda dengan cinta pertamanya dan juga sahabat yg menjadi prioritas di atas segalanya bahkan di atas orang tuanya. Kisah Rana yg selalu membuat Dinda Terluka Orangtua Dinda yg berpisah...