UMMI

186 4 0
                                    

Ummi, ummi dimana. Suara kecil aisha terdengar parau. Dengan bersusah payah gadis kecil itu bangkit dari tempat terjatuhnya, dengan menahan tangis dan sakit yang tak tertahankan. Tanah becek berlumpur hitam itu menodai sekujur tubuhnya, titik-titik darah merembes dari jidat dan bibir mungilnya yang pecah. Ummi... rintihnya lagi. Meskipun dengan terseok-seok aisha bergerak menjauh dari mobil yang terguling itu. 

Gelap, hanya gelap yang ada. Aisha tidak mampu melihat apa pun, hanya samar lampu jalan dan kerlip bintang satu-satu dilangit  Air mata pun terus keluar tak henti. Mau teriak sekencang-kencangnya ia tak mampu, Badannya kecilnya terasa remuk redam.  Ummi.... Aisha merintih tepat sebelum mobil dibelakangnya meledak, bummmmm. Gelap, Kali ini lebih gelap. Aisha tidak sadarkan diri.

Suara ambulance dan orang berlalu lalang......

Gelap.......

Hembusan angin dan sinar-sinar yang berkelap-kelip....

Gelap lagi.....

Ummi... lirih aisha, bibir mungilnya bergetar. Badannya sudah tidak bisa lagi bergerak bebas, karena separuhnya sudah diperban. Sebuah tali atau selang menancap di antara pergelangan tangannya. Ruangan putih bersih itu dipenuhi orang-orang asing yang tidak aisha kenal. Semuanya memakai seragam putih-putih. Aisha tidak tahu tempat apa ini, bau menyengat yang asing menyusup ke hidung aisha. Baunya seperti bau obat yang sering umminya beri saat aisha sakit. Oh ummi, dimana kau ummi. Aisha takut.... Aisha kesepian ummi. Aisha ingin ummi ada di samping aisha. Air mata aisha menetes lebih deras, beberapa wanita yang juga berpakan putih setengah berlari menghampiri aisha yang setengah sadar. Berkubang kegelapan, lagi.

Aisha jangan takut sayang, Ummi ada disamping aisha. Ummi selalu menemani aisha. Sayang yang kuat yah, ummi sayang banget sama aisha. Suara itu  membangunkan aisha dari tidurnya. Ummi, apakah itu ummi. Tangis aisha merebak, ummiiii..... aisha kangen sama ummi. Aisha ingin memeluk ibunya tapi terhalang oleh balutan-balutan yang mengikat itu. Sayup-sayup kilatan cahaya menerangi kamar yang serba putih itu, aisha merasa dalam keadaan setengah sadar ketika cahaya itu berpendar dan menghilang. Aisha mencoba membuka mata kecilnya yang silau. Tidak ada siapa-siapa disitu, tidak ada ummi yang menemaninya. Ia hanya sendiri, kesepian tanpa seorangpun yang menemani.

Suara-suara itu mengejutkan aisha dalam tidurnya, mengguncang badannya yang terbalut perban bak mummy. Aisha merasa seperti sedang berada diatas kereta api yang sedang berjalan dan berbunyi seperti berdecit. Manusia berbaju putih itu mulai memeriksa kantong air dan selang di atas kepala aisha, kantong air yang aneh, pikirnya. Beberapa orang terdengar mulai bercakap-cakap. Mata kecil aisha mencoba membuka walau sedikit. Seorang pria berjas dan terlihat parlente sedang berbincang dengan lelaki berbaju putih tadi. Aisha mencoba mencari keberadaan umminya, tidak ada. 

Aisha ingin meronta, ingin berteriak sekencang-kencangnya, tapi aisha seperti tak punya daya. Ia merasa seperti kucing dalam karung atau lebih dari itu. Lelaki berjas itu tiba-tiba menghampirinya, ia mirip seseorang yang pernah dikenal aisha di masa lalu, tapi aisha belum sepenuhnya bisa melihat lelaki itu dengan jelas akibat lampu yang menyilaukan dari langit-langit. Pria itu memandang aisha lama, tatapannya teduh penuh kasih sayang dan kerinduan.

"Aisha..." suara lelaki itu memanggil. 

"Aisha sudah sadar sayang." Lelaki seumuran ayah Aisha itu lalu menyentuh kening aisha dan mengecupnya dengan sayang. Aisha masih belum mengerti kenapa lelaki itu mengecupnya, siapa dia. Aisha masih belum mengenalinya. 

"Aisha..." katanya lagi. "Ini abi sayang, ini ayah kamu." Ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca. Hati aisha benar-benar terasa kelu, air matanya menggenang. Dan....

 Dunia menjadi gelap lagi.

Mata aisha terpaku pada ayunan di taman depan rumahnya, tatapan kosong dan kaku. Sudah seminggu sejak ia keluar dari rumah sakit. Ayahnya berdiri dibelakangnya, menatap aisha dengan sedih. Aisha tidak jua mau makan sejak dua hari yg lalu. Makannya cuman sedikit, Seleranya hilang. aisha terus saja meratapi kepergian umminya tersayang ke hadapan Allah SWT, seolah tak merelakannya Aisha menjadi seperti patung tak bernyawa dan tanpa ekspresi.

Lelaki itu, Ayah Aisha sangat terpukul dengan musibah yang menimpa keluarganya. Baru kemarin rasanya melihat istri tercintanya bergurau dan bercanda dengan Aisha di taman depan rumah mereka yang sekarang sedang diamati Aisha dengan tatapan kosong. Istrinya berniat mengajak dirinya dan Aisha keluar kota menemui ayah mertuanya tapi ia tidak sempat sebab banyak kesibukan. Tak disangka itu menjadi akhir pertemuannya dengan sang istri tercinta, mobil yang dikendarai istrinya terguling di tikungan curam, beruntung Aisha terlempar keluar dan tidak ikut meledak dalam mobil bersama istrinya yang tak sempat menyelamatkan diri. Miris, sedih tapi lelaki itu tetap diam dan tabah. Ia lalu mencoba agar Aisha mau makan.

"Aisha sayang, mari makan nak. Kamu sudah dua hari makannya sedikit. Nanti kesehatan kamu memburuk lagi nak." Ayahnya pelan-pelan mendekatinya. Menyodorkan sesendok bubur hangat, namun ditolak oleh aisha. Lagi-lagi mata Aisha masih terpaku keluar jendela, menatap langit biru yang cerah berawan. Terbayang dibenaknya masa-masa indah dengan Umminya, masa yang penuh keceriaan dan kasih sayang. Kelembutan umminya itulah yang selalu ia rindukan setiap saat, membuat hatinya miris dan perlahan-lahan berurai air mata kesedihan yang dalam.

"Aisha sayang..." bisik ayahnya tiba-tiba. Sangat dekat dengan telinganya.

Seolah tersadar Aisha mulai mendengarkan bisikan ayahnya. "Aisha sayang pada Ummi kan". Ayahnya berucap lagi. Aisha spontan mengangguk," iya abi, aisha sayang Ummi". Itulah kata-kata yang pertama kali keluar dari bibir aisha sejak dari rumah sakit, membuat hati ayahnya berbinar-binar bahagia. Lalu cepat-cepat ia teruskan kalimatnya. "Aisha pasti ingin terus berbakti pada Ummi kan, meskipun ummi sudah tiada". Anggukan aisha makin kencang. "Kalau begitu aisha makan dulu yah sayang", setelah itu kita shalat sama-sama, kita doakan Ummi supaya diridhai disisi Allah. Doa aisha itu adalah tanda bakti pada Ummi.

Seketika itu pula mata Aisha berbinar-binar setelah mendengar bisikan Ayahnya. Seolah Aisha telah mendapatkan hidupnya kembali dan cara agar ia bisa tetap berbakti pada umminya, hatinya seakan diterangi oleh secercah cahaya yang ia tidak tahu dari mana asalnya. 

Seraya membayangkan wajah syahdu Ummi nya yang penuh kelembutan dan kasih sayang, yang selalu melantunkan kata-kata mutiara penyejuk hati sebelum Aisha tidur, membacakannya kisah-kisah masa lampau yang penuh hikmah, Tangan lembut Ummi nya yang selalu ada untuknya, Aisha selalu teringat semua itu dan semua tentang Umminya. Yah, Aisha harus kuat, Aisha harus berbakti pada ummi. 

Aisha tidak akan mengecewakan Ummi. Karena Aisha sayang Ummi, dan Ummi pun sayang pada aisha. Aisha pun mendapatkan kembali semangat hidupnya. Ia pun menoleh kepada ayahnya sembari tersenyum. Abi apakah bisa mendoakan Ummi, apakah Ummi bisa mendengar Doa Aisha... Ayahnya mengangguk senang. Iya sayang, Ummi mu pasti senang kalau ia di doakan, tapi bagaimana Aisha bisa berdoa kalau Aisha belum makan. Bisa-bisa Aisha sakit lagi deh, sekarang makan yah sayang. Bujuk ayahnya lembut. Aisha mengangguk sambil tersenyum, ia pun membuka mulutnya untuk disuapkan sesendok bubur.

Langit memang seindah biasanya, udara yang berhembus datar, sepoy dan sejuk. Namun hati Aisha kini terasa lebih indah dari langit dan lebih sejuk daripada angin yang berhembus tenang. Setelah melaksanakan shalat bersama ayahnya, Aisha mengusap wajahnya yang telah disapu oleh basahnya wudhu dengan sejuta doa untuk Ummi nya. Dan agar ia selalu dapat berbakti pada abinya yang masih ada disisinya. 

Aisha telah melepas kepergian umminya dengan rela dan sabar. Ia teringat mimpinya dirumah sakit tempo hari. Umminya mengatakan bahwa ia sangat menyayangi Aisha, dan aisha yakin kalau ia benar-benar mendoakan umminya dengan sungguh-sungguh dan menjadi anak solehah yang berbakti kepada Abinya, Aisha akan mendapatkan ridha Allah dan membantu Umminya pula dengan pahala doa yang tidak terputus selama Aisha msih hidup. Umminya pasti sangat bahagia mempunyai putri solehah seperti Aisha.  Aisha yakin, dan sangat yakin.

selesai

UMMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang