KILL

31 6 42
                                    

Original Fiction
By : Arfianti Wijaya Wardhani

Happy reading!
-------------------------------------------------------------

Aku duduk dengan menekuk lututku, menyembunyikan wajahku dalam-dalam disana. Aku benar-benar ketakutan. Koran hari ini berceceran di dekatku. Berita utamanya adalah pembunuh berantai. Sialnya aku hidup di lingkungan yang menjadi tempat pembunuh itu berkeliaran.

Aku telah kehilangan banyak temanku. Entah mengapa mereka yang menjadi sasaran pembunuh itu. Tinggal tunggu waktu saja, pembunuh itu akan datang menghampiriku, lalu membunuhku. Oh.. Tidak! Aku masih terlalu muda untuk dibunuh, kan? Masa depan cerahku menungguku!

'Drrtt.. Drrtt..'

Kuangkat kepalaku karena mendengar bunyi itu. Handphoneku bergetar. Pasti ada pesan atau sejenisnya yang masuk. Aku memang sengaja mengaturnya dalam mode getar sih. Tujuanku? Entahlah. Ah.. sepertinya hidupku aneh, aku sering melakukan sesuatu tanpa tujuan yang pasti.

Tapi, bukan berarti aku ingin hidup ini segera berakhir, ya. Aku mencintai hidup ini. Dan aku juga sayang nyawa.

Kuangkat handphone yang berada dalam genggamanku. Ah, benar, ada pesan masuk. Langsung kubuka pesan itu tanpa memedulikan siapa pengirimnya. Paling salah satu penggemarku. Aku kan keren.

'Aku akan menemukanmu. Lalu, membunuhmu.'

"Hiikk.."

Aku reflek melempar handphoneku sampai menabrak dinding lalu terjatuh setelah membaca pesan singkat itu.

Detik berikutnya aku sedih. Kenapa aku tega sekali melempar handphone yang telah menemaniku selama setahun ini?
Handphone tak bersalah yang terjatuh dengan nelangsa itu aku pungut. Handphone tersebut mati. Uh.. teman hidupku.

"Maaf.. Maafkan aku.." ucapku dengan parau.

Aku pun menekan tombol power. Berharap handphone ini bisa hidup kembali. Penting oi! Banyak hal penting dalam handphone ini yang belum sempat aku pindahkan. Jadi, jangan mati dulu oe.

"Kumohon.. Hiduplah. Jangan tinggalkan aku sendirian!" seruku dengan sangat alay. Sebuah cahaya terpancar dari handphoneku membuat senyuman penuh kebahagiaan terukir di wajahku.

"Syukurlah! Kau baik-baik saja. Hiks," aku mengusap air yang entah sejak kapan berada di pelipisku. Jangan salah! Itu keringat, bukan air mata!

Kucermati pesan yang hampir membunuh handphone tersayangku ini. Inginku berkata kasar ketika melihat siapa pengirimnya. Pantas saja, walau aku tidak kuhiraukan, aku mendengar cekikian di luar ruangan ini.

"Masuk aja," ucapku dengan kesal lalu disusul dengan tawa yang pecah. Ah, jadi malas mikir pake aku-kamu lagi kalau nih anak udah datang. Back to gue-lo.

"Muahahaha! Ken, gue nggak nyangka lo bisa selucu ini! Ahahaha!" tawa Rei dengan terkekeh-kekeh.

Reiza, atau potong saja menjadi 'Rei', adalah teman seangkatan gue saat ini. Kita berada di kelas yang sama. Udah ah, malas gue jelasin, kenalan sendiri sono.

"Jadi maksud lo apa ngirim pesan itu? Hp gue mati, kan. Gimana nasib akun game yang belum gue submit coba!?" bentakku. Au ah, gue kesal.

"Candaan. Biar seru saja," ucap Rei seenaknya sendiri.

Suasana menjadi hening ketika pandangan Rei tertuju pada koran yang tercecer di ruangan ini. Ah, gue sempat lupain ini. Rasa takut yang sempat hilang tadi kembali menyerangku. Menghantui pikiranku. Memikirkan sisa hidupku yang mungkin tak akan lama lagi benar-benar menakutkan.

KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang