09

9.1K 882 137
                                    

PART 9

"Kenapa kau diam saja?"

Jaejoong menjilat bibir bawahnya. Jemarinya mengepal di sisi sofa tanpa sadar. Lalu mata bulatnya bergerak melihat ke sekelilingnya. Memastikan jika Jaeho dan Junhon masih berada di ruang musik mereka.

"Yu-Yunho, sebaiknya kita membicarakan ini di kamar saja" Ujar Jaejoong bergetar.

Tatapan Yunho semakin menajam. Rahangnya mengeras mendengar balasan dari suaminya yang tampak ketakutan itu.

"Tidak akan ada yang pindah dari sini, Jung Jaejoong. Sebaiknya kau segera memberiku jawaban yang bagus sebelum kau menyesal" Desis Yunho membuat Jaejoong refleks bergerak mundur dari duduknya.

"Cafe itu—aku berencana membangunnya bersama Changmin"

"Kenapa harus dia? Kau menyukainya?"

"B-bukan! Aku memilihnya karena kupikir dia bisa diandalkan—dan dia punya banyak kenalan yang sudah berpengalaman"

"Lalu atas dasar apa kau merencanakan semua ini huh?"

"Y-Yunho—kumohon jangan marah setelah aku memberitahumu alasannya—kumohon—"

Jaejoong menangis. Pria cantik itu menundukkan wajahnya yang tampak pucat dengan suara yang mulai teredam oleh isakan. Yunho mengenal Jaejoong tidak sehari-dua hari. Ia tahu suaminya tidak secengeng ini. Tapi kemudian ia teringat kalau pasangan hidupnya ini sedang mengandung. Ah—hormon. Pikirnya dalam diam.

"Katakan, Jaejoong. Jangan membuatku menunggu" Ujar Yunho masih memandangi suaminya.

"Aku berpikir—kalau ini semua tidak akan berjalan dengan semestinya—kau—dan juga perempuan itu—aku hanya berjaga-jaga kalau suatu saat nanti kau akan menceraikanku—setidaknya aku memiliki pegangan untuk bertahan hidup bersama anak-anak" Isak Jaejoong lirih.

"Cerai? Cerai kau bilang?" Desis Yunho dalam.

Tangis Jaejoong pecah. Ia begitu cemas dan ketakutan saat ini. Jemarinya bergerak mengusap dadanya yang terasa sesak. Kedua kakinya terasa begitu lemas sementara kepalanya mulai terasa berat. Ia mual—segala ketakutan ini membuatnya ingin muntah. Jaejoong merasakan pergerakan dari tempat suaminya duduk. Jantungnya mulai berdetak tidak karuan. Ia betul-betul tidak menginginkan kekerasan apapun dari suaminya saat ini—meski kesalahannya begitu fatal.

Jangan pukul aku, Yunho—jangan pukul aku, ja—

Jaejoong terkesiap. Tubuhnya menegang saat ia merasakan pelukan hangat yang melingkupi tubuhnya. Mata basah Jaejoong mengerjap mengalirkan air mata. Tenggorokannya tercekat saat ia menyadari jika suaminya lah yang saat ini sedang memeluknya. Jaejoong begitu terkejut sampai ia sempat merasakan kepalanya kosong untuk sesaat.

"Bernapas, Jaejoong" Ucap Yunho membuat Jaejoong tersentak dan refleks membuka mulutnya untuk menarik dan mengeluarkan hembusan napas.

Jaejoong masih terlihat kacau—bingung mengapa Yunho tiba-tiba bersikap seperti ini kepadanya. Bukankah seharusnya namja tampan itu meneriaki dirinya? Bukankah seharusnya Yunho memukulnya? Membuatnya berdarah?

"Berhentilan menangis, kasihan bayinya. Jangan lupa kalau kau sedang hamil" Ujar Yunho lagi. Kali ini dengan satu tangan yang mengusap perut Jaejoong dari luar piyama.

Dahi Jaejoong mengerut. Ia masih mencerna situasi saat ini. Lalu saat iris kelamnya bertemu tatap dengan dua orang pelayan tengah hari yang tidak sengaja melewati ruang tengah—saat itulah ia tersadar dan hendak melepaskan diri dari pelukan suaminya. Yunho bergerak mundur saat Jaejoong mendorongnya menjauh. Namun tatapannya tidak lepas memerhatikan setiap gerak-gerik namja cantik itu.

Lasting -YunJae-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang