Ke hati kamu boleh?

15.1K 1.2K 27
                                    

Boleh aku berharap?
Kita seperti bumi yang tak mempunyai ujung.
Hanya sekedar harapan ku saja.
Tak tau kalau harapan mu.

-Assalamualaikum Ketua Rohis-

-----

"Reyna ambilin Raka makanan Sayang" itu kata bunda yang entah keberapa.

"Reyna, Raka mau minum"

"Rey, sana temenin Raka"

"Rey, Raka ganteng yah"

Dan beberapa kalimat tentang Raka yang sudah membanjir dalam pikiran ku. Sejak sejam acara ijab qobul selesai di mana status ku telah resmi menjadi istri seorang Raka, ah menggelikan sekali. Bunda sedari tadi terus saja membahas Raka. Amat kentara bahwa bunda ku sangat menyayangi Raka. Tante Rani juga sama sangat memanjakan ku. Sebahagia mereka saja.

"Ini" singkat kata ku sambil meletakkan sepiring makanan diatas meja untuk Raka.

Acara resepsi sederhana hanya kerabat yang kami undang. Temanya pun sangat kekeluargaan, tak ada acara resmi dimana pengantin duduk diatas pelaminan karena aku dan Raka bebas berkeliaran kemana saja.

Sekarang waktu jam makan. Semua anggota keluarga sudah duduk di kursi masing-masing. Terdapat sepuluh meja melingkar dengan kapasitas kursi masing-masing lima orang.

Dekorasi nya cantik, meja diberi taplak meja putih bercampur pink dan dinding ruangan pun dihias semanis mungkin. Disudut ruangan ada taman mini dengan air mancur sangat tepat untuk bayground foto. Hasil dekorasi bunda dan Tante Rani.

Aku sendiri tak pernah menatap Raka sejak kejadian tak terkira itu. Bagiku, itu kejutan tak pernah terpikir bahwa seorang Raka akan mengecup kening ku. Aku sampai sekarang masih trauma ke Raka.

Dan untuk Raka aku bukan geer tapi sudah jelas ia terus memandang ku. Itu tak baik untuk kesehatan hati dan jantung.

"Apa sih?" Tanya ku ketus. Aku sudah tidak tahan ditatap terus.

Aina terkekeh, yah gadis itu tak pernah lepas dariku. Bukan Aina yang menempel tapi aku yang mengurung dia. Jangan sampai di meninggalkan aku hanya berdua dengan ketua rohis itu.

"Kamu juga kenapa?" Lontaran pertanyaan untuk Aina.

Dia diam. Lebih tepatnya menahan tawa kembali.

"Kamu kenapasih sensi mulu dari tadi"

Aku memutar mata, siapa yang tak akan marah jika digoda terus saat perasaan ku sendiri tak karuan.

"Raka, jangan natap" teguran ku untuk Raka.

Raka gelagapan terlihat sekali bahwa ia kaget. Atau jangan-jangan ceritanya Raka ingin memperhatikan menjadi stalker Muh. Raka Farhan.

"Tidak boleh?" Tanya nya ke padaku.

"Bukan mahrom Raka"

"Kita sudah nikah"

Jleb. Aku lupa, benar juga. Aku merasa pikiran ku tidak pernah konsen jika di samping Raka.

"Bilang aja kamu malu ditatap kan?" Timpal Aina setelah beberapa saat diam.

"Bukan malu, aku ngak suka"

"Ngak suka karena nanti jadi baper"

"Ai, bukan it..."

Kalimat ku tak selesai, kedatangsn Tante Rani membuat aku diam. Malu jika harus bertengkar dengan Aina di depan mama Raka.

"Raka mama pulang dulu yah, kamu baik-baik disini jagain Reyna" pesan nya untuk Raka.

"Reyna juga baik-baik yah" lanjut Tante Rani.

"Iya Tante"

Tante Rani terlihat mengernyitkan kening lalu tertawa kecil "kamu ngak usah lagi manggil Tante. Sudah naik jabatan kamu, panggil mama sama seperti Raka sayang"

Aku jadi salah tingkah sendiri, menggaruk tengkuk yang tak gatal dan itu tidak lepas dari pengamatan Raka.

"Iya mama" dengan senyum tulus aku katakan.

Tak lama orang tua ku pun datang bersama om Farhan, ayah Raka.

"Bunda dan ayah pamit juga yah sayang. Raka, bunda titip Reyna" kata bunda ku dengan mengelus puncak kepala bersama ayah. Raka mengangguk kan kepala dan tersenyum pertanda akan menyanggupi permintaan bunda.

"Raka jagain Reyna pasti itu bunda"

Aku memeluk bunda dan ayah serta orang tua Raka bergantian. Om Farhan ini tipe orang hemat bicara tapi bukan cuek kata mama om orang nya sulit mendeskripsikan perasaan tapi dijamin ia bahagia atas pernikahan ini. Semoga saja.

Kini tinggal aku, Raka, dan Aina selepas semua keluarga pergi. Aina mungkin sadar kalau terjadi kecanggungan ia berdiri lalu segera pamit.

"Rey aku pulang yah"

"Loh aku kira kamu nginap disini. Kamu temenin aku" mohon ku kepada Aina.

"Ini kamu udah kelewatan minta temenin nya. Ngak mau aku mau pulang"

Ia mengambil tas selempang miliknya diatas meja. Gadis itu berjalan mendekati ku "aku pulang yah" katanya "Rey, hati-hati berduaan dengan Raka dikamar" lanjut nya dengan bisikan dalam pelukan.

"Sembarangan kamu" ku pukul dengan keras bahu nya. Aina ini mulutnya jika soal aku ikhlas sekali berbicara tanpa dipikir. Ia cuman tertawa keras tak merasa sakit sama sekali padahal aku pukul nya keras.

"Reyna sangar yah Raka" masih dengan tertawa ia berbicara pada Raka. Kulihat Raka tersenyum simpul.

"Bodo ngak peduli sana pulang. Kamu tinggal disini ngak jadi berkah" ku dorong dia kearah pintu keluar. Takutnya jika kelamaan disini ia bisa juga kecoplosan berbicara aneh ke Raka. Raka tak masalah sebab di lihat dari sudut bumi mana pun Raka santai sama sekali tak pernah kewalahan mengatur ekspresi sedangkan aku sangat malu.

"Ayo duduk kamu kembali makan" ujar Raka sesaat aku datang.

Suara dentuman piring beradu dengan sendok dan garpu mendominasi ruangan. Kini benar-benar tersisa aku dan Raka.

Ini lebih dari sekedar hening. Jangan salah kan aku jika tak memulai pembicaraan. Aku rasa kaum hawa tau tidakk akan ada sejarahnya gengsi seorang wanita bisa terkalahkan. Dan harus nya para laki-laki lah yang selalu memulai.

Gengsi dan perempuan itu sepaket, dan egois dengan lelaki itu bersahabat. Untuk Raka? Aku tidak tau.

JRENGGGG

"Setan ya Allah" jerit ku.

Apa itu? Sumpah aku kaget. Dalam lamunan memikirkan Raka dan aku yang terjebak suasana canggung lalu tiba-tiba terdengar suara keras. Aku takut.

Raka? Benar-benar aneh. Tidak ada yang lucu lalu kenapa sekarang tertawa terbahak-bahak sekali. Jika bukan dalam suasana ia menertawakan ku bisa saja aku terpesona oleh tawa itu. Untuk pertama kalinya aku akui Raka ganteng.

"Kamu nertawain aku?"

Kulihat Raka langsung mengatur nafas walau kesulitan karena sepertinya benar dia begitu menikmati tawa tadi.

"Iya. Kamu sangat menghibur kalau kaget"

Wah Raka ini sangat jujur sekali. Dia kira orang kaget lagi main sirkus jdi lucu? Jangan sampai aku menyesal tidak kabur saja pas ijab qobul tadi.

"Tengok ke belakang, jam itu yang bersuara" aku ikut kata Raka. Betul itu jam. Memberitahukan sudah pukul dua belas.

"Ayo" lagi Raka berujar.

"Kemana?"

"Ke hati aku boleh?"

Aku melongo. Ini kenapa Raka berubah jadi banyak bicara dan gombal.

"Atau kamu mau aku yang ke hati kamu?"

Diam kan jantung Reyna Ya Allah......

Bersambung

Makassar, 5 Februari 2019

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang