2.2

57 1 0
                                    

Reno berdiri tegak di depan jendela kaca besar ruang kerjanya. Ia memandang ke luar jendela dengan kedua tangan berada di dalam saku. Ia tidak sedang menikmati pemandangan yang ada di hadapannya seperti waktu-waktu sebelumnya. 

Pikirannya tertuju pada perempuan yang semalam ia ketahui sebagai perempuan asing aneh mabuk yang ia tinggalkan di luar klub sebelum pagi tadi ia bertatap muka dengan perempuan itu lagi, di kantornya. Perempuan itu ternyata seseorang yang saat ini melakukan kontrak kerja penting dengan perusahaannya.

Leonina Gladistya Amanda, gumamnya. Reno berdecak memikirkan mengapa dari sekian banyak perempuan, harus perempuan itu yang bekerja sama dengannya? 

Ia merinding merasakan berapa kesialan lagi yang akan ia terima setelah bertemu dengan perempuan itu. Tapi ia juga sedikit merasa kasihan dengan apa yang terjadi padanya. Tapi, tunggu...mengapa dirinya sedikit antusias setelah mengetahui bahwa permepuan itulah yang sedang bekerja sama dengannya?

"Kau melamun rupanya."

Reno begitu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tak menyadari bahwa Rafa sudah masuk ke kantornya.

Rafa berjalan ke arah sofa di samping meja kerja Reno dan menaruh pantatnya di sana.

"Ada apa?"

"Hanya ingin memastikan bahwa kau masih utuh setelah malam itu menghilang begitu saja."

Reno memutar bola mata mendengar perkataan pria di depannya. "Kau kira aku bocah?"

"Siapa tahu kau terjebak dengan salah satu perempuan di sana dan berakhir tragis sekarang."

"Memang."

"Kau...apa?" Rafa menegakkan tubuhnya terkejut dengan jawaban Reno. Selama 28 tahun hidupnya, ia tidak pernah melihat Reno berbuat suatu hal yang aneh-aneh. Pria itu cenderung kaku dan anti pergaulan bebas. 

Pria itu sangat-sangat bisa menjaga dirinya. Yah, meskipun Reno juga bukan termasuk pria baik-baik, tapi ia bukanlah pria brengsek. Rafa bahkan yakin jika Reno belum pernah sama sekali mencium perempuan.

Reno menatap sahabatnya yang kini sedang memelototinya menatapnya horor. "Ada apa dengan ekspresimu itu?"

"Kau...akhirnya memutuskan untuk mengakhiri image pria baik mu dan...tidur dengannya?"

Kini ganti Reno yang memelototkan matanya, "Kau gila?"

"Kau yang mengatakannya sendiri!"

"Aku tidak mengatakan apapun."

"Ya, kau mengatakannya."

"Maksutku itu aku memang terjebak dengan perempuan di sana, tapi bukan itu!" sahut Reno kesal.

"Lalu apa?"

"Bukan hal penting. Hanya perempuan asing mabuk menyedihkan, ia berbicara dan bertingkah aneh."

"Lalu kau tidur dengannya?"

Reno mengangkat tangannya dan memukul kepala Rafa keras. "Aww!"

"Kenapa pikiranmu mesum sekali."

"Itu karena kau terlalu lurus, jadi membuatku penasaran."

"Ck. Aku bahkan sekarang merasa bersyukur karena aku bukan dirimu yang suka membawa sembarang perempuan. Karena jika tidak, aku pasti sudah gila jika tidur dengan pegawai ku sendiri!"

"Dia bekerja di sini?"

"Tidak secacar khusus."

"Eh?"

Reno memutar bola mata kesal. Sebenarnya pria macam apa temannya ini, sangat ingin tahu urusan orang. "Kontrak kerja."

"Ah baik aku mengerti."

"Jadi kau apakan perempuan itu?" lanjut Rafa masih dengan nada penasaran.

"Aku tidak melakukan apa-apa. Yang kuingat semalam dia hampir muntah di bajuku kemudian aku meninggalkannya."

"Yah, khas seorang Reno. Kuharap perempuan itu baik-baik saja."

"Oh tentu. Pagi tadi aku bahkan sudah menemuinya di ruang Bu Alma."

"Kau harus berhenti, jangan selalu turun tangan di setiap kontrak yang ada. Kau ini pimpinan, biarkan mereka menjalankan tugasnya dengan mandiri."

Reno menaikkan satu kakinya kemudian menumpunya di atas kaki yan lain. Ia mengangkat salah satu tangan kemudian mengelus pelan rahang kokohnya. 

"Untuk kali ini aku perlu mengetahui perkembangannya secara langsung. Kau tahu Ransmedia mengalami pemerosotan yang sangat jauh dari terakhir kali. Aku tidak ingin ada yang menyeleweng dan muncul berita penutupan Ransmedia."

"Terserah kau saja."

Rafa merogoh tas di sampingnya lalu mengeluarkan tabloid dari dalamnya dan menyodorkannya kepada Reno.

Reno menerima dengan bingung, namun ketika melihat artikel di sana, raut wajahnya berubah. "Apa-apaan ini? Sejak kapan aku—"

Reno menatap Rafa yang menjawabnya dengan gelengan kepala. "Kau tahu media benar-benar ganas."

Reno melempar tabloid itu ke meja. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. "Bagaimana bisa mereka membuat berita seperti itu?" Tatapannya terlihat kesal dan cemas.

Rafa hanya tersenyum kecil lalu mengulurkan botol minuman kecil ke arah Reno. Sebagai teman Reno, Rafa memahami alasan kekesalan dan kecemasannya.

"Rara mengadakan jumpa pers tadi pagi. Sepertinya perempuan itu menyadari jika bukan dirinya yang berada dipelukanmu, jadi sebelum wartawan berpikir kau selingkuh, Rara mengatakan bahwa itu dirinya, seolah-olah memang kalian sedang menghabiskan malam bersama di klub," jelas Rafa tenang, "Tapi dilihat dari sisi mana saja, perempuan di foto itu jelas-jelas berbeda dengan Rara. Badannya sedikit lebih berisi dan postur tubuhnya jauh lebih pendek darimu. Dia perempuan mabuk yang kau maksud, aku benar?"

Reno membuka tutup botol itu dan meneguknya cepat. "Jelas saja memang bukan Rara," ucapnya tanpa memberikan jawaban, lalu mendesah keras. "Gosip itu benar-benar bisa membunuhku."

Rafa terkekeh melihat Reno yang kali ini tampak sedikit frustasi. "Kenapa? Bukankah itu malah menyelamatkan image mu?"

Reno memelototkan matanya. "Kau tahu bukan itu permasalahannya."

"Lalu?"

"Ayahku, dia akan berpikir bahwa aku serius dengan pernikahan ini."

"Memangnya kau tidak?" ejek Rafa, tersenyum puas melihat raut wajah mengerikan milik Reno. "Lagipula kau juga salah, berpelukan dengan perempuan lain."

Ck! Reno mengalihkan pandangan lalu menatap tabloid itu sekilas. Di sana terdapat foto dirinya dan penulis itu sedang berdiri berdekatan, tangan perempuan itu yang terulur ke arahnya dan tangannya yang sekilas terlihat memegang pinggang perempuan itu, membuat mereka terlihat seperti sedang berpelukan. 

Padahal dirinya saat itu hendak mendorong tubuh penulis itu yang hendak menghimpitnya, sama sekali tidak ada niatan memeluk. "Itu saat aku bertemu dengan perempuan asing itu semalam."

"Kau payah meninggalkan perempuan se cantik ini sendirian."

Reno mengangkat kedua alisnya heran, "Karena saat itu aku tidak mengenalnya"

"Jadi kau akan membawanya pulang jika saat itu kau sudah mengenalnya?"

"Apaan?"

Rafa tertawa melihat ekspresi Reno yang seolah sedang tertangkap basah, lelaki itu benar-benar tidak bisa menyembunyikannya.

"Jadi...penulis itu?"

"Apanya?"

Mengacuhkan pertanyaan Reno, Rafa kembali bertanya. "Siapa namanya? Apakah dia lebih cantik dari Rara? Lebih seksi? Berapa umurnya?"

"Cerewet sekali. Untuk apa kau mengetahuinya? Itu tidak penting."

"Penting bagiku. Karena jika kau tidak berminat, biarkan dia untukku."

Lagi-lagi Reno mengarahkan telapak tangannya ke kepala Rafa dan memukulnya keras, semaa-mata untuk menyadarkan lelaki itu.

Script of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang