18 / 2 : Memulai

5.9K 530 31
                                    

18

○ Memulai ○

-:-:-:-:-

Semenjak Mama menyebutkan soal program bayi tabung, aku jadi rajin cari tahu soal hal itu.

Aku emang udah sering dengar soal program yang juga dikenal dengan program in vitro fertilization ini, tapi gak pernah cari tahu lebih dalam. Prosedurnya kayak apa, keunggulan dan kekurangannya apa aja, sampai perkiraan biaya yang dikeluarkan sekali program itu udah aku cari-cari sejak pulang dari rumah Mama.

Saat aku baca review dari para pasien yang ikut program ini pun, aku jadi merasa kalau mungkin program ini bisa jadi pilihan aku sama Daffa untuk program punya anak. Melihat bagaimana kemajuan program ini sekarang yang pastinya meningkatkan tingkat keberhasilannya, sejujurnya membuat aku tergiur buat ikut program ini, terlepas dari biaya yang aku keluarkan nantinya sama Mas Daffa.

Aku rasa ini sudah saatnya aku membicarakan hal ini lagi sama Mas Daffa, dan aku yang akan memulai pembicaraan ini supaya Mas Daffa yakin kalo aku udah baik-baik aja.

Betewe, mana nih suami gantengku? Kok belom keluar juga?

Aku menjulurkan kepalaku sepanjang mungkin, mencari keberadaan Daffa di antara orang-orang yang berdiri di sini, di bandara.

Setelah satu minggu lebih dua hari pergi kerja, hari ini Daffa pulang dan aku mau kasih kejutan ke dia berupa aku yang tiba-tiba dateng buat jemput dia. Emang sih Daffa biasanya dianter sama mobil maskapai bareng-bareng sama crew-nya kalo abis kerja begini, tapi kali ini aku mau ngejemput dia, udah lama juga gak kasih kejutan macam ini ke dia.

Eh, itu dia!

Senyumku mengembang begitu melihat Daffa yang masih lengkap mengenakan seragam pilotnya, berjalan sambil bercengkerama dengan rekan-rekannya.

Duh, ganteng pisan emang suamiku teh!

"Mas Daffa!" teriakku dan Daffa langsung celingak-celinguk mencari suara yang memanggilnya.

"Mas Daffa!" teriakku lagi.

Seorang rekan yang berdiri di samping Daffa menepuk pelan pundak Daffa sambil tangannya menunjuk ke arahku.

Aku melambaikan tanganku dan ketika mata kami bertemu, senyumku semakin mengembang.

Dan Daffa langsung berlari menuju ke arahku, aku pun juga sampai melompat-lompat kecil menanti Daffa.

"Oya!" pekiknya dan langsung menghamburkan pelukannya ke arahku plus mengangkat tubuhku dan memutarnya pelan.

"Kok kamu di sini? Kok kamu gak bilang apa-apa sama aku mau ke bandara?" tanyanya.

"Mau kasih kejutan jemput kamu hehehe," jawabku dengan senyumku yang masih mengembang sempurna.

"Awww istriku sweet sekali," balasnya dan tanpa kode-kodean dulu sama aku, Daffa langsung menempelkan bibirnya di atas bibirku.

Menciumku sekilas, sekali.

Dan mencium agak lama, pada kedua kalinya.

"Mas ih! Malu tahu diliatin orang!" omelku sambil menutup bibirku supaya tidak disosor lagi oleh si ganteng punyaku ini.

"Ah biarin aja, biar pada iri," balasnya lalu kembali membawaku ke dalam pelukannya.

"I'm home," bisiknya.

Aku tersenyum lalu mengeratkan pelukanku, "Welcome home, sayang," balasku.

"Ehem."

Sebuah deheman tidak santai dari belakangku membuatku sontak ingin melepaskan diri dari pelukan Daffa, tapi emang dasar Daffa kelakuannya suka gak ketangkep sama otak aku, dia menolak dan malah mengeratkan pelukannya.

The Journey In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang