➿46°Rindu➿

149 31 4
                                    

Sudah dua hari Seongwoo tidak datang ke sekolah. Sekarang, di hari ke tiga, Dahyun memilih tidak akan datang ke kelas Seongwoo. Karena nanti, jika Seongwoo sekolah, lelaki itu pasti datang ke kelasnya. Terlebih lagi, Dahyun banyak mendapatkan tatapan tidak suka dari kakak kelas perempuan yang sepertinya begitu benci akan kedekatan Seongwoo dengannya.

Dahyun terus menunggu, matanya tak beralih menatap pintu kalasnya. Namun, Seongwoo tak kunjung datang, yang datang malah Chaeyoung.

"Dahyun..."

"Jangan bicara padaku aku sedang galau." respons Dahyun dengan bicara yang terdengar begitu malas.

Chaeyoung menarik tangan Dahyun sampai ke jendela.

"Lihatlah, siapa yang berdiri di depan lokermu."

Dahyun langsung menatap lurus ke arah loker yang posisinya dapat dilihat dari dalam kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dahyun langsung menatap lurus ke arah loker yang posisinya dapat dilihat dari dalam kelas.

Dahyun membulatkan mata dan tersenyum senang. "ONG!"

Seongwoo yang sudah melangkah meninggalkan lonker, berhenti berjalan tanpa membalikan tubuhnya. Sedangkan Dahyun sudah berlari menghampiri lelaki yang dicintainya itu.

Dahyun berdiri di hadapan Seongwoo. Ia sudah siap memberikan pidato yang bisa memenuhi otak Seongwoo, tidak lupa juga dengan pertanyaannya.

"Ong... Mengapa kau pergi begitu saja? Katanya kau tidak akan meninggalkan aku. Terus urusan apa sampai kau dua hari tidak masuk sekolah? Tanpa keterangan, lagi. Mengapa tidak mengirim surat? Ong... Kau tidak sakit, kan? Tapi wajahmu sedikit pucat. Lagian, mengapa teleponku tidak kau angkat? Pesan juga tidak ada yang di balas. Kau baik-baik saja?"

Seongwoo terus bungkam dan menatap lurus ke arah Dahyun tanpa berkedip.

Seongwoo terus bungkam dan menatap lurus ke arah Dahyun tanpa berkedip

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ong... Masalah malam itu, tentang kau yang bertanya padaku, bolehkah ku jawab sekarang? Kau bertanya, will you be mine? Dan aku akan menjawab, yes I will." ujar Dahyun dengan senyum yang begitu lebar.

" ujar Dahyun dengan senyum yang begitu lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seongwoo merubah ekspresi datarnya. Senyum kebahagiaan terbit di wajah tampan Seongwoo. "Terima kasih karena mau menjadi milikku."

Seongwoo memeluk Dahyun, cara mengutarakan kebahagiaannya seolah ia yang paling bahagia karena mendapatkan Dahyun.

Dahyun sempat terlonjak kaget karena ini tiba-tiba, beruntung sekolah sepi karena Dahyun dan Seongwoo adalah siswa-siswi rajin yang hebat dalam masalah bangun pagi.

Kembali pada kenyataan. Sesungguhnya, sekarang Seongwoo hanya menatap Dahyun tanpa ekspresi dengan pandangan mata yang sulit di artikan, tetap datar.

Tidak ada senyum kebahagiaan di wajah tampannya, yang ada hanya bibir yang membentuk garis yang datar. Tidak ada ungkapan terima kasih atau ungkapan manis apa pun karena Seongwoo tidak membuka mulutnya sedikit pun. Tidak ada pula pelukan sebagai bentuk kebahagiaan, karena lelaki itu hanya diam di tempat.

Soal terlonjak kaget, Dahyun memang kaget atas reaksi Seongwoo yang hanya diam saja, bahkan lebih pantas di katakan tidak ada reaksi apa-apa. Jadi, bukan terlonjak kaget karena pelukan Seongwoo yang datang secara tiba-tiba.

Dahyun menghilangkan senyum lebarnya. Ia sedikit kecewa atas respons Seongwoo.

"Ong? Kau kenapa? Apa Ong sakit?" Dahyun memang melihat wajah Seongwoo yang terlihat pucat.

"Kau belum sarapan, ya?"

Dahyun menggandeng tangan Seongwoo yang terasa dingin menuju ke kantin. Baiklah, Dahyun ingin memberi kehangatan untuk lelaki itu, lagi pula, tidak ada penolakkan apa pun dari Seongwoo.

Mereka duduk di kantin, dan Dahyun memesan satu mangkok bubur untuk Seongwoo saja, karena dia memang sudah sarapan.

"Ayo, makan."

Seongwoo hanya menatap bubur yang ada di hadapannya.

"Ong... Makanlah."

Dahyun mulai kesal karena Seongwoo terus saja diam.

"Ong... Kau tidak kesurupan Limbat, kan? Mengapa kau jadi puasa berbicara? Apa kau marah padaku? Atau aku ada berbuat kesalahan? Atau kau memang sedang sakit?"

Dahyun menyimpan punggung tangannya di jidat Seongwoo dan rasanya panas. Tangannya dingin namun suhu wajahnya panas. "Ong... Kau sakit."

"Dahyun... Jangan paksakan perasaanmu untukku, jika memang kau tidak yakin untuk bisa bersamaku." ujar Seongwoo yang sepertinya sudah terlepas dari gangguan arwah Limbat.

Dahyun menelan air ludahnya, tidak mengerti atas apa yang Seongwoo katakan. "Perasaanku tidak semain-main itu, Seongwoo. Aku menerimamu karena aku sudah yakin dan percaya padamu. Tapi melihatmu hari ini... Aku sedikit tidak yakin, apa perasaanmu telah berubah? Kurasa, itu pernyataan yang seharusnya kau ajukan pada dirimu sendiri." Dahyun bangkit dari duduknya. "Jangan pernah katakan itu lagi, aku akan menganggap jika aku tidak pernah mendengar kata-katamu itu."

Dahyun pergi ke kelasnya, meninggalkan Seongwoo di kantin. Hati ini perasaan Dahyun kembali kecewa, dan rasanya sakit. Tiba-tiba ia merindukan Seongwoo yang posesif padanya, dan ia mulai tidak menyukai sifat dingin lelaki itu.

Dahyun mulai merasa kehilangan saat Seongwoo tidak ada di sampingnya. Itu artinya, Dahyun sudah yakin jikan Seongwoo adalah cintanya.

➿➿➿

═❖•My Gift•❖═Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang