Bismillah. Komen yang banyak dong.
Itu memang masa lalu, tapi tak seharusnya disalahkan. Tapi, seharusnya kita menjadikannya sebagai pelajaran untuk masa depan.
"Mbak perhatiin, kamu lebih banyak diam dari kemarin, Sha. Kenapa? Ada masalah, ya?"
Suara itu terdengar bersama dengan usapan lembut di bahu kiri Esha. Saat ini, Esha dan Dinda ada di taman dekat rumah Esha. Taman yang kecil, tapi sangat hijau.
Hari ini hari libur kerja keduanya. Dua hari yang lalu, sistem kerjanya diubah. Esha dan Dinda mendapat jatah libur hari minggu dan senin. Aneh bukan? Tapi yang jelas, semua pegawai di Cafe Hehe itu memiliki jatah libur dua hari dalam satu minggu.
Beberapa saat yang lalu, Esha datang lebih dulu dari Dinda. Ia hanya merasa butuh udara segar sambil mengobrol ringan tentang hal apa saja. Dan, ya, hanya pada Dinda ia bisa seperti itu. Lantas pada siapa lagi? Ia tidak mempunyai orang yang paling dekat dengan dirinya kecuali Dinda.
Dinda duduk di samping kanan Esha sambil menyodorkan satu botol minuman teh dan disambut langsung olehnya. Hening, keduanya masih sibuk dengan minuman masing-masing.
Esha belum menjawab pertanyaan yang Dinda lontarkan tadi. Ia menutup botol minumannya dan memainkan botol yang isinya sisa setengah itu. Sedangkan Dinda, diam-diam masih memperhatikan mimik wajah Esha.
Banyak hal yang sudah Dinda tahu tentang Esha. Salah satunya adalah jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis itu, pasti wajahnya akan berubah dan lebih sering melamun. Entah memikirkan hal apa. Yang jelas, Dinda tak pernah memaksa Esha untuk menceritakan dengan cepat apa yang ia rasakan. Karena ia juga tahu, semuanya butuh waktu.
"Sha? Astagfirullah, ngelamun terus. Mbak dianggurin udah lima menit, lho. Tega kamu, ya?"
Hanya dengan cara itu agar Esha bangkit dari lamunannya. Dinda menegurnya dengan nada dibuat kesal.
"Esha!"
Masih diam.
"ESHA!!"
Barulah perempuan itu menoleh dengan terkejut. Kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Kamu kenapa, sih?! Ngelamun terus!" sungut Dinda dengan tidak sabaran.
Esha meringis mendapat pertanyaan itu. Menggaruk pelipisnya, bingung harus menjawab apa.
"Emm.. emang aku ngelamun ya, Mbak? Duh, Mbak salah orang kali."
Dengan gemas Dinda mencubit lengan Esha. "Hih! Kan daritadi Mbak di sini sama kamu. Terus yang dimaksud Mbak salah orang itu apa?"
Esha meringis, merasakan panas di lengannya yang terkena serangan Dinda. "Hehe.. maaf, Mbak, maaf. Santai, kalem, jangan nyubit, Mbak."
"Ya, kamu, lagian kenapa ngelamun aja, sih? Kalau ada masalah, cerita, Sha."
"Eng ... Gak, kok." Lalu melamun lagi.
"Tapi serius lho Sha, kamu itu lagi kenapa? Cerita aja sama Mbak, kan biasanya gitu." Dinda tak mau bertele-tele lagi. Ia tipe orang yang malas jika membicarakan yang bukan tujuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRESHA (SUDAH TERBIT)
RomanceBerjuang untuk seseorang yang hatinya masih terpaku pada masa lalu itu memang tidak mudah. Tapi percayalah, jika kita memang benar-benar tulus padanya, selama atau sesulit apa pun memperjuangkannya, perjuangan itu akan terbayar penuh dengan kebahagi...