"Li..."
Ada seseorang yang memanggilku, tapi aku sengaja pura-pura tidak mendengar.
"Liii... Tunggu dong, dipanggil kok ga dengar si." Katanya sambil menyamakan langkahnya denganku.
Huh. Dasar ni anak pasti mau nyalin pr deh. Kataku dalam hati.
"Apa?" Tanyaku tak suka
"Ihhh... Jangan galak-galak ngapa, gue kan cuma mau bilang kalau lo hari ini cantik banget."
"Eleh gausah muji-muji deh, pasti lo pengen nyalin pr kimia gue kan?" Tebakku.
"Hehehe tahu aja lo, boleh ya boleh ya?" Rengeknya sambil memasang muka melas.
"Kebiasaan lo, abis ngapain lo ampe ga sempet ngerjain tuh pr?"
"Hmm... Abis ... Abis... " Jawabnya gagap
"Abis bucin lo ya..." Ledekku
"Hehe iyaa..." Sambil garuk kepala yang sebenarnya ga gatal.
"Hmm..." Kataku sambil berjalan menuju kelas
Ya, dia chairmate plus sahabatku. Namanya Sharen, biasa dipanggil Caca. Kebiasaan buruknya adalah ngebucin, itu hal yang aku benci dari dia. Semenjak pacaran dia jadi bego. Emang bener ya, cinta bikin manusia jadi bego.
Sepanjang jalan menuju kelas, Sharen terus berbicara tiada henti sampai aku pusing dengan celotehannya.
"Li, tau ga..."
"Gatau" potongku
"Ih gue kan belum ngomong, dengerin dulu makanya. Masa ya, nanti di kelas kita ada anak baru, katanya si dia ganteng banget."
"Bodo." Jawabku sambil mengeluarkan buku kimia. "Nih, kerjain yang cepet, gue kasih waktu sepuluh menit."
"Iye iye"
Bel masuk pun berbunyi, tidak lama setelah itu, Bu Juli masuk ke kelas diikuti dengan seorang laki-laki dibelakangnya.
"Selamat pagi anak-anak!"
"Pagi bu..."
"Hari ini, ibu membawa teman baru untuk kalian. Adhitama, silahkan masuk." Ucap Bu Juli memanggil anak baru yang menunggu di luar kelas. Terdengar langkah kaki masuk ke kelas.
"Ayo Adhit, perkenalkan diri kamu ke teman-teman." Ucap Bu Juli
"Perkenalkan nama gue Adhitama Prawidjaya, kalian cukup panggil gue Tama."
Aku hanya mendengarkan sampai dia memberitahu namanya saja, selebihnya aku malas mendengarnya cewek-cewek alay malah menanyakan hal yang tidak penting, maklum caper.
Tiba-tiba Sharen menyenggol tanganku berulang-ulang, aku pun memutar mata dengan malas.
"Apaan sih."
"Itu tuh, dibelakang..." Sambil memonyongkan bibirnya.
"Ya apaan Ca?" Tanyaku sebal, aku pun memutar badan untuk melihat ada apa di belakangku sampai sahabatku ini jadi gila
Ternyata anak baru itu duduk dibelakangku. Dan aku kembali duduk menghadap papan tulis.
"Ganteng banget ya, Li?"
"Jelek"
"Dasar mata lo katarak"
🔒🔒🔒
Bel yang sangat ku nantikan akhirnya bunyi juga. Yup, bel pulang sekolah. Seperti biasa aku menunggu Pak Dadang menjemputku. Dan sekarang aku lagi duduk di taman sekolah menunggu Pak Dadang sambil memakan es krim.
"Gayanya si sok tomboy, tapi pulang masih aja nunggu jemputan HAHAHA."
Siapa si tuh orang, ganggu orang lagi santai aja. Batinku.
Aku dengan malas mencari darimana suara itu berasal. Huh, ternyata anak baru itu.
"Daripada lo, sok ganteng."
"Dih, emang gue ganteng."
"Sok kenal sok asik." Kataku sebal
"Bodolah, btw gue belum tahu nama lo, siapa nama lo?"
"Nih, baca sendiri." Jawabku sambil menunjuk badge nama di seragamku.
"Liana Farah Atmadja, nama yang indah."
"Ya, tapi ga seindah hidup gue"
"Maksud lo?" Tanyanya dengan wajah pongo
"Lain kali, kalau belum kenal gausah kepo" bisikku sambil pergi meninggalkaannya.
Aku pun menuju Pak Dadang yang sudah menunggu di parkiran.
"Hai pak, ayo pulang!"
"Eh iya Non, tapi itu teh siapa?" Tanyanya dengan nada orang sunda. Pak Dadang memang orang sunda, karena dia aku sedikit paham bahasa Sunda.
"Orang gila baru di sekolahku pak"
"Ah si Non mah yang bener aja"
"Ayo pak, aku udah ngantuk." Pintaku karena memang sudah lelah dengan aktivitas di sekolah
"Eh iya Non." Jawab Pak Dadang kelabakan.
Saat hampir sampai di rumah, aku bertanya dulu sama Pak Dadang.
"Pak, di rumah ada siapa?"
"Gada siapa-siapa Non, seperti biasa, ibu pergi dinas, bapak di kantor."
"Oh." Jawabku singkat. Untung mereka tidak ada di rumah, jadi aku tidak perlu capek-capek dengerin pertengkaran mereka terus.
Namun saat tiba di rumah, mobil Mama dan Papa ada di halaman rumah, berarti mereka sudah pulang, aku menghela napas dengan berat.
Saat aku membuka pintu, yang tadinya penuh teriakan kini sepi, tanpa melihat ke arah mereka, aku langsung naik ke atas menuju kamarku, tapi aku berhenti di tengah tangga.
"Ga capek apa berantem terus, ga kasihan ama anaknya?" Tanyaku membelakangi mereka, dan melanjutkan langkahku, aku menutup pintu kamar dengan kencang, aku lelah dengan mereka.
Sebenarnya aku ingin menutup telingaku rapat-rapat dengan bantal, tapi hatiku penasaran dengan apa yang terjadi.
Pranggg...
"Terserah kamu mau percaya apa ngga!"
"Gimana aku mau percaya, tadi aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, mas. Dasar suami gatau diuntung."
Plak.
Lagi-lagi aku menangis di balik pintu kamar karena mendengar pertengkaran mereka, mereka sama-sama egois. Tidak pernah peduli dengan keadaan anaknya.
🔒🔒🔒
Selamat datang di hidupku. Pecahan, teriakan, tamparan. Suara itu sudah menjadi hal biasa di hidupku
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Strong
Teen FictionLiana Farah Atmadja, nama yang memilik arti indah, namun tak seindah hidup pemilik nama tersebut