FLA

50 4 0
                                    


(Part 1)

"Semakin sepi." Wanita setengah baya yang masih terlihat cantik tersebut berkata sambil menarik napas panjang. Tangannya sibuk merapikan beberapa toples kecil berisi bubuk lada dan garam. "kamu anak kami satu-satunya, Fla. Bisakah mama minta bantuanmu untuk memperbaiki ini?" dia berkata lirih dengan pandangan kosong menatap beberapa rumpun pinus dari kaca jendela restorannya.

"Apa yang bisa Fla lakukan Mam? Mama tau Fla tidak ada bakat di sini" Wanita muda cantik dengan potongan rambut pendek berponi itu sibuk memilin tali ransel di punggungnya, yang sedari tadi bahkan belum sempat dia lepas. Satu buah hammock dan sleeping bag dibiarkan tergeletak begitu saja di lantai. Tubuhnya yang ramping dibalut sepatu boot coklat dan jeans belel robek-robek melengkapi penampilannya yang kontras dengan kulit lumayan bening namun gelap di beberapa tempat. Wajah aslinya sangat manis perpaduan antara ayah yang keturunan Dayak dengan mata kecil dan kulit kuning dan ibu keturunan sunda asli. Bila ditilik lebih seksama, sebenarnya wanita seperti ini lebih cocok berdiam diri di rumah untuk luluran, manicure dan pedicure.
Tapi itu bukan Fla namanya. Hidup baginya adalah mendaki gunung dan pegunungan, berselanjar diantara matahari dan air laut, bersahabat dengan nyamuk dan lintah di rawa-rawa. Cantik bagi dia adalah bila bisa menyatu dengan alam. Lainnya adalah kepalsuan.

"Ini baru di restoran wilayah Kalibata Fla. Ada beberapa cabang yang mulai sekarang harus kita selamatkan atau akan bernasib sama seperti di sini. Kamu tau kan Fla, mama dan papa tidak bisa membuat pembaharuan sesuai selera pasar. Beberapa kali mempekerjakan orang yang ahli di bidang ini, tapi pada saat semua perlahan membaik dan dia mulai menguasai konsep, orang tersebut malah pergi dan membuka resto sendiri" Wanita itu menatap semakin kosong dengan wajah yang nyaris putus asa. "seandainya dulu kamu mau dengerin mama dan papa, mungkin beban kami tidak seberat ini" lanjutnya lemah.

Fla terduduk lemas di kursi. Kepulangannya setelah pergi berminggu-minggu ke wilayah Timur Indonesia untuk explore wilayah dalam bahasa dia, sementara dalam bahasa orangtuanya mereka menyebutnya ngebolang, jalan-jalan hanya untuk memuaskan keingintahuan. Wanita muda itu baru menyadari ternyata kesulitan orangtuanya lebih berat dari apa yang dibayangkannya. Bukan Cuma restoran yang perlahan sepi, namun juga aset yang katanya beberapa akan segera dijual. Hal tersebut juga diperparah dengan intrik di dalam perusahaan kuliner yang dimiliki orangtuanya ini konon terlalu banyak dicampuri oleh orang luar. Iya, orang luar. Karena Fla anak satu-satunya yang seharusnya terlibat dalam bisnis kuliner ini bahkan sama sekali tidak mengenal seluk beluk perusahaan orangtuanya, dia hanya tahu rekeningnya selalu cukup terisi untuk memfasilitasi setiap ekspedisi yang akan dia lakukan bersama teman-temannya.

"Papa mama sudah tua Fla. Kalau kamu tidak berminat dengan restoran kita, mungkin restoran yang sudah berdiri sekian generasi ini akan terhenti" Kali ini wanita tersebut berkata sambil tercekat. Dada Fla terasa menghimpit menyadari pedihnya hati ibunya, ia lalu memandang buku menu di depannya. Beberapa gambar ayam kalasan dengan aneka sambel yang bahkan gambarnya tidak pernah berubah sejak dia SMP. Rumah makan 3 generasi yang sudah menghidupi nenek, ibunya hingga dia. Fla sedikit menyesal, mengapa dia dan keturunan sebelumnya baik nenek maupun ibunya selalu menjadi anak tunggal. Dia menjadi tidak punya tempat untuk berbagi segala permasalahan ini. Jika kelak orangtuanya meninggal, maka dia yang akan mengelola restoran ini. Sementara dia, jangankan mengelola restoran, bahkan berjalan menuju dapur saja hampir tidak pernah dilakukan.

"Kalau kamu masih berkeras ingin membuat tour agent, tidak apa-apa Fla. Mama bisa menutup semua restoran ini dan menyerahkan semua uangnya untuk mendukung kamu. Mama dan papa terus terang sudah lelah diusia segini masih sibuk mengurus pekerjaan. Seharusnya seusia kami cukup menghabiskan waktu untuk lebih banyak beribadah dan menikmati sisa-sisa usia" Kali ini bulir-bulir bening mulai berjatuhan di pipi wanita setengah baya itu.

Dada Fla semakin terasa sesak. Menutup restoran ini sama saja menghentikan sejarah ayam Kalasan terenak di seantora Indonesia. Siapa yang tidak kenal dengan ayam Kalasan Bu Narti yang sudah berdiri sekian generasi dan tetap bertahan diantara berbagai terobosan dunia kuliner terbaru. Dengan air mata yang juga bercucuran, Fla menghambur ke arah ibunya, memeluknya dari belakang dengan perasaan sesal yang besar. "Fla akan belajar Ma.." Ucapnya lemah sambil mengelus punggung ibunya. "Fla janji tidak akan membiarkan restoran ini mati. Fla tidak akan naik gunung lagi. Fla akan belajar masak, belajar mengelola restoran kita" Wanita manis itu berkata sambil tersedu-sedu. "Mama jangan menangis lagi ya, Fla janji akan berbuat yang terbaik untuk kita" lanjutnya tercekat.

Sementara wanita setengah baya yang sebenarnya pura-pura menangis itu perlahan menyeringai konyol. merekatkan ujung jari jempol dan telunjuk membentuk angka nol, sambil mengedip diam-diam pada suaminya yang tersenyum penuh kemenangan di ujung meja.

Ayam Kalasan yang sudah dibumbui seperti ingin berlari. Binar bahagia terpancar dimana-mana.

Kecuali pada, Fla.

*************

FLA #romanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang