Sebuah Kenangan

73 10 2
                                    

Alan duduk di meja belajarnya. Dengan kesal ia mencorat-coret gambar yang sedaritadi ia buat. Ia sudah frustasi dengan semua tugas yang diberikan oleh guru seni budayanya.

"Duhh... Ini guru parah banget sih! Gak tau apa muridnya banyak tugas! Jelek kan gambar gue jadinya! Arghhh," Alan berteriak - teriak di kamarnya meratapi gambarnya yang masih saja belum selesai karena menurutnya masih sangat jauh dari ekspektasinya. Nyatanya gambar yang ia buat sebenarnya sudah bagus. Tapi yah, namanya manusia tidak pernah puas.

Tok tok tok

"Masuk."

"Beneran nih kak? Tumben tumbenan dikasi masuk," tanya seorang wanita yang kedengarannya masih muda karena suara cemprengnya.

Alan memutar bola matanya. Ia tahu siapa yang ada di balik pintu itu. Orang yang akan mengganggu harinya setiap hari jika ia bertemu dengan Alan. Dengan berbaik hati, Alan memberi izin masuk kepadanya.

"Iya beneran. Cepetan masuk sebelum gue berubah pikiran," jawab Alan ketus.

"YESSS!!!" teriak cewek itu girang. Ia membuka pintu kamar Alan dengan cepat.

Alan sama sekali tidak melihatnya. Tidak peduli tepatnya. Dia sedang berkonsentrasi dengan gambar yang ia buat. Sepupunya itu hanya bisa mendengus kesal karena tingkah Alan. Dimana - mana jika saudara datang setelah sekian lama harusnya disambut dengan antusias dan hangat. Merasa tidak dihiraukan, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur Alan. Lalu ia mengacak - acak dan memeluk semua bantal Alan sambil berteriak - teriak tidak jelas. Yah, maklum anak kecil yang kangen tapi tidak dihiraukan. Merasa dicampakan :)

"Bisa diem gak lo? Gak usah seberisik itu bisa kan?" Alanpun merasa kesal.

Dengan cepat cewek itu menghentikan aksinya. Tidak ingin mendengar ocehan Alan jika sedang marah.

"Iya, iya. Habisnya kakak gak ngehirauin aku," jawabnya seperti anak kecil kurang perhatian.

Alan berbalik dan menatapnya dengan kekesalan yang terpancar dimatanya. Uh, sangat menyeramkan.

"Lo mau ngapain ke kamar gue? Ada yang penting? Kalo iya cepetan lakuin. Gue lagi sibuk,"

"Ya udah deh. Zeya males ngomong sama Kak Alan. Bawaannya sensi mulu. Cowok kok begitu," sahut Zeya ngambek. Ia pun pergi dari kamar Alan. Namun langkahnya tertahan saat ia melihat buku gambar yang terselip diantara tumpukan kertas yang sudah tidak berguna. Entah atas dorongan apa dia mengambil buku gambar yang sudah berdebu itu. Zeya membuka satu persatu halaman dia buku itu. Dia berhenti saat melihat gambar seorang cewek yang belum sepenuhnya selesai. Seperti anak kecil. Pikirnya.

"Kak, ini gambar siapa? Kok kayak anak kecil gitu?" tanya Zeya penasaran.

Alan mengkerutkan dahinya dan menghentikan aktivitasnya. Ia membebalikan badannya. Menatap bingung Zeya.

"Coba bawa sini," suruhnya.

Zeya berjalan mendekati Alan. Ia memberikan gambar itu kepadanya. Alan memperhatikan lekat - lekat gambar itu. Mencoba mengingat siapa yang ia gambar.

"Siapa? Kok gak dilanjutin?" tanya Zeya lagi.

Alan masih berusaha mengingat. Jika memang gambar itu buruk, harusnya gambar itu sudah ia coret atau buang. Tapi kenapa dia tidak melakukan itu untuk gambar ini?

"Woy kak!" Zeya menyadarkan Alan.

"Gak tau ah," jawab Alan menyerah karena tidak bisa mengingatnya.

Zeyapun hanya mengangguk saja menghilangkan rasa penasarannya. Lalu ia pergi dari kamar Alan.

Alan yang masih memegang gambar itu masih memperhatikannya dengan lekat. Berusaha mengingat lagi tentunya. Ia rasa ia kenal dengan orang digambar itu. Ia membuka instagram dan mengetik sesuatu dipencariannya. Ia memperhatikan foto yang ada di ponselnya dan membandingkannya dengan gambar yang ia bawa.

Love In SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang