selingan, draft lama. sayang aja kalo gak di publish.
selamat membaca :)
☀☀
Transit dari Stasiun Manggarai untungnya gak makan waktu lama. Gorengan yang dibeli buat tunda laparnya karena belum sempat makan malam aja gak jadi dimakan; keberangkatan KRL menuju Bekasi langsung diumumkan dan dia lari terbirit-birit seturunnya dari kereta pertama.
Untuk malam ini aja dia bodo amat, mau sesekali jadi pekerja kantoran yang egois dan gak kasih tempat duduknya untuk yang 'sekiranya' lebih membutuhkan. Lagipula gak apa-apa; sejauh matanya memandang orang-orang di sekitarnya masih seumuran sama dia.
Dia ngerasa malang hari ini. Lelahnya dikalikan empat kali. Kepala lebih berat dari pada biasanya. Kemeja kasual yang lekat tubuhnya udah gak nyaman lagi hinggap di tubuhnya; terima kasih karena keringatnya hari ini.
Kedua telinga disumpal, alunan lagu-lagu Billie Eilish yang malah mempertajam keadaan lelahnya tetap dibiarin penuhi telinga sampai kepalanya.
Felix baru aja lulus, fresh graduate dari salah satu universitas yang gak terlalu mencolok di Jakarta. Bukan mau sombong, tapi, dengan GPA yang lumayan tinggi, kerjaan yang dilakukannya dari Senin sampai Jumat ini rasanya gak adil. Mungkin bisa terobati dengan gaji tinggi, tapi, nyatanya penghasilannya belum memuaskan hati.
Masalahnya, hari ini dia berasa habis dikerjain client; orang yang menggunakan jasa interpreting-nya ternyata malah gak ngerti kosakata yang digunakan Felix. Bukan salahnya kan kalau orang-orang itu gak banyak ngerti padanan bahasa Indonesia yang dipakainya? Berarti Felix malah lebih jago bahasa Indonesia kan daripada mereka yang tulen orang Indonesia? Orang-orang sok berduit itu malah memarahinya dan minta Felix menerjemah dengan mencampur-adukkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Kalau begitu, kenapa gak sekalian aja belajar bahasa Inggris sendiri? Gak perlu pakai jasanya dan buat dia terjebak macet di Transjakarta dan juga memotong upahnya segala. Dia bahkan hampir melempar pria botak itu dengan kertas coretannya karena menghina rambutnya yang dinilai gak professional.
Ini rambut aslinya dari lahir, for god's sake. Bukannya keliatan jelas ya dari wajahnya yang gak terlalu asian ditambah bintik-bintik kelilingi hampir setengah wajahnya?
Felix sekali lagi menghela nafas. Mengingat kekesalannya cuma tambah bikin sakit hati. Rasanya mau teriak-teriak ikuti My Chemical Romance yang berdengung di telinganya.
Tarik nafas.
Hembuskan.
Sekeluarnya dari kereta ini, dia bakal sampai Bekasi. Kota panas yang bikin jengkel tapi tetap jadi kesayangannya karena udah jadi rumahnya lebih dari 15 tahun.
Ditambah lagi, pacarnya hari ini bisa jemput dan mau antar dia sampai depan pintu.
Gak bisa. Dia gak boleh berlarut-larut sama kemalangannya. Capek dan kekesalannya selalu tercetak jelas di wajahnya dan pacarnya itu suka protes. Alis mengerut-ngerut jelek di kulitnya yang pucat dan bibirnya tanpa sadar maju-maju ke depan.
Udah hampir seminggu dia belum ketemu pacarnya yang sama-sama sibuk. Walaupun rajin chatting-an dan kadang sampai video call, tetep aja rasanya beda kalo udah ketemu.
Kesayangannya itu hobi mainin pipinya, usak-usak kepalanya seakan Felix ini anak anjing. Karena orangnya irit bicara, Felix suka heboh cerita sampai sepuasnya dan pacarnya itu lebih suka mendengarkan; sesekali cubit bibirnya kalau dia terlalu bawel.
Malam ini pokoknya dia mau merengek ke pacarnya itu. Siapa tau bapak-bapak botak yang ngejek rambutnya tadi itu didamprat habis.
Yah... gak mungkin sih.
Felix tersenyum manis.
Kangen.
☀☀☀
"Kak Abin!"
Lelaki ber-hoodie hitam yang menyandar di motor maticnya itu menoleh, lepas total earphone-nya yang tadinya menggantung satu di telinga. Rokok yang semula terjepit di sela jarinya diinjak untuk di matikan.
Kan. Kak Changbin itu bener-bener obat pusing, suntuk dan kekesalannya. Liat lelaki berambut hitam pekat itu cuma tersenyum kecil, rasanya pundaknya ringan. Penat yang penuhi kepala menguap entah kemana.
Felix awalnya mau lari, tubruk lelaki yang berbadan lebih besar dari dia. Tapi, dia bukan penganut pda; gak sopan rasanya mesra-mesraan di tengah banyak orang di pinggir stasiun.
Tangan besar familiar hinggap di kepalanya, usak ke belakang rambut Felix yang mulai menebal.
"Udah kerjanya?"
Ah, Mau nangis rasanya. Kedengeran beda daripada suara di balik telepon. Kangen, sumpah.
Felix ngangguk, berusaha tepis niatan buat gelendotan di leher pacarnya, "laper."
"Oh," Changbin di depannya terlihat berpikir, "ya udah, ayo makan dulu."
Felix langsung aja naik ke jok motor pacarnya,
yang udah setia nebengin dari zaman kuliah.
●●
kenapa bekasi? aku orang bekasi uwu jadi biar gampang deskripsi tempatnya.
ini perchapter pendek. isinya juga. biar gak bosen nunggu travel. ringan buat dibaca. semoga suka ya :)