First Impression.

112 14 0
                                    

Tak jauh ternyata, dari instruksi Bapak tempat temannya persis di depan gedung kita sekarang. Turun dengan lift, kau bilang agar bisa berdua. Namun dilantai ketiga lift berhenti, dan naik penumpang lainnya. Tak masalah. Kita masih bercengkrama tentang cerita yang bahkan tidak sempat ku cerna.

Bapak menyapa, dan kusalami Ia. Kau tanpa menunggu ku perkenalkan juga menggapai tangan Bapak.

"Kenalin Om, Sarah" senyum itu lagi, yang membuat hati ini menari.

"Temennya Rizki ya?"

"Hehe iya Om" lagi, dengan senyum penuh arti.

Bapak menatapku sejenak sebelum melanjutkan "basa-basi"nya. Dia begitu luwes bercerita dengan Bapak. Sungguh, layaknya kawan lama yang kembali bersua.

Bapak kembali menatapku, seraya mengirim pesan tanpa sedikitpun berseru. Senyumnya terlukis dibawah kumisnya yang dicukur itu.

"Kiriman Ibukmu sudah kau ambil?"

"Udah Yah, sekalian pamit aja deh. Ayah juga udah mau balik kan?"

"Iya, kalau ga nungguin kau Ayah sudah balik dari tadi"

"Hehe, namanya juga lagi nonton Yah" selorohku.

"Om, Sarah pamit ya"

"Eh iya Sar, hati-hati ya. Tolong ingetin si Iki, bandel dia mah"

Wanita itu melirik ku, "Iya Om, dengan senang hati"

Kamipun berlalu. Angkutan diseberang sana memanggil, Ia mengangguk. Nasib baik kami tidak perlu menunggu terlalu lama menunggu angkutan kota. Namun tetap saja hatiku merutuk, aku lebih suka menunggu. Bersamamu.

Masih kosong ternyata, membuat kami leluasa memilih tempat duduk yang disuka. Kamipun duduk di ujung, dekat jendela. Persis seperti Dilan dan Milea yang baru saja kita bahas bersama,

"Ayahmu asyik ya" celetukmu.

"Haha i knew it right? Itu belum semua, Ayah malah ga bisa diem kalau sudah mulai cerita"

"Kelihatan kok" tawamu lagi.

"Tapi ini bukan pertama kali dan satu-satunya kita bertemu kan?"

"Masih banyak petualangan-petualangan yang akan kita lakukan bareng-bareng" seraya menepuk kepalaku pelan.

Kita keasyikan berbincang, sampai tak sadar kalau sudah sampai tempatmu untuk pulang.

"Bang kiri bang"

"Ki aku duluan ya, dadah"

"Nanti kalau kamu udah sampai kost, kabari ya" katamu dari balik jendela.

Aku melambai pelan dan mengangguk kepala. Mobil pun melaju lagi. Menyusuri jalan yang dibanjiri pedagang dan pejalan kaki ini.

PING!

"Makasih buat hari ini, aku senang"

Ah sial, tawaku tak bisa kutahan. Jangan sampai ibu-ibu disebelahku bilang aku hilang kewarasan. Tetap tidak bisa. Menahan malu, kubenamkan saja kepala pada tas sandang yang kini kupangku. Kutatap saja pesan di layar ponselku, menunggu ujung jari-jari ku untuk menjamahnya. Kuhela napas panjang, agar bisa tenang dibuatnya.

"Iya, aku juga sama. Tapi aku kecewa, kita bahkan gak ada foto berdua"

"Hahahaha, aku baru saja mau bilang begitu sama kamu"

"Ya udah gapapa, dipetualangan kita yang selanjutnya saja" dengan emot kedipan manja mengakhirinya.

"Okeeee, kamu sudah sampai kost?"

Layar ponselku tiba-tiba menghitam. Damn! Mati ternyata. Ya sudahlah, sabar sayang. Nanti kalau sudah bertemu ponselku dengan pengisi daya-nya ku kabari kau.

.....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Good Luck My WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang