Sayap Yang Tak Pantas Tercipta
By : Fatih UbaidAku bidadari yang cacat. Ketika teman-temanku mulai belajar melayang di udara, aku hanya bisa melihat kebahagiaan di mata mereka dari bawah.
Ratu bilang aku bisa memperbarui sayapku dengan serpihan kristal mahkota ratu terdahulu. Namun, saudara tiri ratu yang telah diracuni perasaan iri itu membawanya pergi. Entah ke mana. Mendengar kabar itu harapanku untuk bisa terbang sudah pupus.
"Sakura, ayo kita main di luar, langit sedang berawan," ajak Angel, sahabatku.
Kami berjalan ke teras istana. Tampak di sana para bidadari sedang asyik bermain. Melompat, terbang, dan begitu seterusnya.
Di sampingku Angel sedang mengkristalkan awan-awan di depannya agar bisa ditapaki. "Mari kubantu melompat," ujar Angel yang tahu ketidak mampuanku melompat ke awan itu. Ia memegang lenganku dari belakang, lalu melompat sembari mengepakkan sayapnya hingga mendarat.
Aku memilih untuk duduk, menikmati pemandangan sekitar. Sementara Angel mencabuti awan dan dibentuknya bola-bola.
Pagi ini begitu cerah. Kuperhatikan tempat manusia tinggal. Terlihat hijau dan asri.
Ada yang menarik perhatianku.
Seberkas cahaya kecil berkilauan di antara pepohonan. Mungkinkah itu serpihan kristal?
Aku langsung melompat dengan semangat, menatap cahaya itu dengan kebahagiaan. Ya Tuhan, aku melupakan sesuatu.
Kuteriakkan suaraku sekuat tenaga. Aku terbang tak terkendali, angin membawaku tak tentu arah.
Krusk-krusk-bugk!
*
Kubuka mataku perlahan, berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang terpantul dari kaca jendela. Ruangan persegi ini tampak asing di mataku.
"Rupanya kau sudah bangun," ucap seseorang yang mengagetkanku. Sontak mataku tertuju ke sumber suara. Tampak seorang pria membawa sebuah wadah berisi air, lalu mencelupkan sebuah kain dan ditempelkannya pada dahiku. Hangat.
Bulu kudukku berdiri semua, pertama kalinya aku melihat dan dilihat oleh manusia.
"Jangan takut, aku tahu kau bukan manusia," ujar lelaki itu.
"Maksudmu apa?" tanyaku seolah tidak mengerti maksudnya.
Lelaki itu membuka laci besar dan tampak dua sayap disertai bercak darah. Sayapku? Kupaksakan tubuhku untuk duduk seraya memastikan sayap di punggungku, nihil.
Ia segera menutup laci itu ketika dua lelaki lain datang menghampiri kami.
"Kalian dari mana saja?" tanya lelaki itu kepada kedua temannya.
"Anu, John. Nih si Aldo minta diantar ke sungai, buang air besarnya lama sekali," jawab salah satu dari mereka.
Oh, jadi nama lelaki itu adalah John.
"Maaf, John. Gara-gara semalam kebanyakan makan," sahut lelaki yang disapa Aldo seraya tersenyum malu.
"Yaudah kalian rapikan kamar kalian yang berantakan itu," suruh John kepada mereka. "Kamu tunggu di sini, aku akan carikan baju bekas ibuku di lemari," tambahnya kepadaku.
*
"Oh, ya. Namamu siapa?" tanya John.
"S-Sakura," jawabku dengan nada gugup.
"Aku John," balasnya. "Kenapa kau bisa jatuh?"
Suasana berubah menjadi hening. Hingga kuberanikan diri untuk berbicara, "Aku tadi melihat kilauan cahaya kecil, kupikir itu serpihan kristal yang bisa memperbarui sayapku."
John terlihat menundukkan kepalanya, memasang ekspresi gelisah. "Maafkan aku," ucapnya lirih.
Sudah beberapa menit otakku berpikir mengenai perkataannya, sama sekali tidak menemukan sebuah jawaban. "Maaf buat?" tanyaku bingung.
"Tadi aku memecahkan cermin menggunakan ketapel, lalu serpihannya kugeletakkan di halaman rumah pohon ini."
Oh, jadi ini sebuah rumah pohon. Untuk apa ia membangun rumah pohon di tengah hutan begini?
"Aku janji akan membantumu mencari serpihan kristal itu," ujar John.
Tidak perlu, John. Sepertinya aku lebih nyaman tinggal di sini bersamamu.
-----
Untuk membaca kelanjutan cerita ataupun ingin berbincang-bincang silahkan ke lapak authornya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gemintang
Short StoryHorn of Night 1st antologi. Dari bintang mereka datang hanya untukmu, menuturkan berbagai cerita hingga kamu terbawa ke dunia fantasi mereka.