Pagi itu Riki sangat ceria sekali. Ia bangun pagi-pagi hanya untuk berbicara dengan Papinya yang setiap pagi selalu saja hilang tak sempat bertemu. Tapi, kali ini tidak lagi karena Riki ingin berbicara serius dengan Papinya. Menyangkut hati dan masa depannya pikir Riki.
"Pagi semuanya... Papi belum keluar 'kan?" tanya Riki pada salah satu pelayan yang menatapnya heran.
Angguk pelayan itu pelan.
Mbok Marni muncul saat Riki melangkah menuju meja makan. "Tumben pagi-pagi sudah rapih, Den." kata Mbok Marni sambil tersenyum.
Riki terkekeh menanggapi ucapan Mbok Marni. "Iya dong 'kan mau berangkat sekolah." jawab Riki seraya duduk di kursi meja makan. Riki juga melihat jam di tangannya gelisah. Sesekali menatap pintu mengecek siapa tau Papinya muncul.
Mbok Marni yang melihat gerak-gerik Riki itu membuat ia mengerutkan keningnya heran. Mbok Marni pun melangkah mendekati meja makan di mana Riki sedang duduk di kursinya.
"Den Riki sedang nunggu Papi ya?" anggukan kecil Riki membuat Mbok Marni kasihan. Terlihat sekali kalau Riki ingin bertemu Papinya karena selama sebulan bisa di hitung dengan jari bisa bertemu Papinya. Kini... pun sama yang akan membuat hati tulus Riki semakin sedih. "Tapi Den. Papi semalam sudah berangkat ke luar kota."
Riki menoleh ke arah Mbok Marni karena Riki sedari tadi pandangannya tertuju ke arah pintu. Ia pun mendongak sedikit menatap wanita yang sudah berusia senja itu.
"Maksud Mbok apa?" tanyanya bingung. "Kata dia Papi masih belum keluar." Riki menujuk salah satu pelayan yang ada di dapur itu.
Mbok Marni menghela napasnya lelah. "Semua pelayan tidak ada yang tau, Den. Cuma semalam Pak Faruq bilang ke Mbok pergi. Katanya ngejar penerbangan." Mbok Marni menatap wajah Riki yang menundukan kepalanya. Namun, dalam sekejap Riki kembali tersenyum sangat ceria. "Maafin Mbok, Den. Soalnya kemarin malem Den Riki belum pulang juga. Jadi, Mbok belum sempat bilang."
Riki terkekeh sambil menganggukan kepalanya pelan. "Iya gak papa kok, Mbok. Kalo gitu Riki pergi dulu ya!"
Riki mendorong kursi yang ia duduki sampai ke belakang beberapa senti. Ia pun segera beranjak pergi dari meja makan setelah pamit meninggalkan sarapan yang belum sempat ia sentuh.
Kepergian Riki itu membuat Mbok Marni merasa sedih karena Riki yang ia rawat sejak kecil itu begitu ceria seperti biasanya. Walaupun Riki terlihat sangat ceria. Tapi, di hatinya pasti sangat merindukan sosok kehangatan dari Pak Faruq, Papinya. Meski Riki selalu terlihat sangat bahagia. Mbok Marni tau anak asuhnya itu butuh perhatian khusus dan cinta yang tulus untuk membuat Riki merasa nyaman dan bahagia walau tanpa ibu yang membesarkannya.
□■□■□
Riki kali ini berangkat ke sekolahnya hanya mengendarai sepeda. Bukan mengendarai mobil hadiah ulang tahun dari Papinya. Karena Riki memang suka sekali bersepeda. Makanya tak heran badannya cukup tegap walau Riki tidak mencintai olahraga apapun. Namun, berbeda dengan bersepeda, sehingga berapa pun kilo meter jalan yang ia tempuh. Riki akan ia hadapi. Membuat postur tubuhnya terlihat gagah terutama paha dan betisnya yang sangat kokoh kalau memakai boxer di rumahnya.
Selama bersepeda, Riki memasangkan headseat di kedua telinga sehingga Riki hanya bisa mendengar alunan musik dari ipod miliknya.
Meski hati Riki mengalami kesedihan karena Papinya selalu saja tak bisa memberikan waktu luang padanya. Sehingga Riki kurang perhatian. Walaupun kedua sahabatnya baik Raka dan Dio bisa membuatnya selalu bersemangat dan merasa bahagia. Tapi, ada kalanya kedua sahabatnya itu sibuk dengan urusan rumah tangganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Charm My Student [Series #3] ✅
Ficção GeralWARNING!! 🚫 ⛔Sebagian Part Diihapus!!!⛔ Tersedia di Playstore & Play Books!! [Bijaklah dalam membaca] Riki tak bisa berpaling dari seorang wanita yang lebih tua darinya. Guru yang baru saja mengajar di sekolah menggantikan guru yang pindah itu mem...