18. Bisma

120 12 4
                                    

"Aku suka kamu"

Aku mengedipkan mata berulangkali.
"Maaf Bisma, ak--"

"Gak usah dijawab! Aku paham" Bisma mengangguk sambil tersenyum.

Kami pun hanyut dalam keheningan. Dengan aku yang tak tahu harus merespon bagaimana. Dan dengan perasaan seseorang yang sedang menungguku untuk selalu ada. Ralat, menunggu untuk beralih dari Genza untuknya, untuk Bisma.

Bisma tahu bahwa aku benar benar menyukai Genza. Seolah tak peduli daratan aku tak pernah berhenti berpikir tentang Genza. Aku merasa selalu hidup di udara. Walau terjatuh pun tak peduli. Seolah selalu ada awan disetiap aku terjatuh. Walaupun sedikitpun tak pernah terpikir olehku siapa nanti yang akan menjadi awan yang siap menangkapku?

Aku menghela nafas. Setidaknya aku pernah mencoba, bahkan aku sempat melupakan janji balas dendam taruhan yang tertera dalam kertas bermaterai enam ribu yang ditandatangani oleh aku dan Sabita.

Masih teringat diotakku, bahwa ada sebuah note dikertas itu yang mengatakan,

'Jangan libatin perasaan walau penasaran'

Artinya selama ini aku sudah salahkan? Pesona nya itu,ingin rasanya kumusnahkan. Entah apa yang membuatku luluh dan gampangan menyukainya.

Namun ada satu note tertinggal yang mengatakan,

'Kalo lo mau ngerubah,rubah aja sendiri, ikutin kata hati lo'

Jadi tak apa juga kan jika aku mengikuti kata hatiku? Egois sekali ya?

Aku menatap kedepan, Genza cinta pertama. Ingat! Di Bold, di Italic, di Underline cinta pertama.

Tak peduli mitos cinta pertama akan berakhir mengenaskan, menyedihkan, mengecewakan, dan aku tidak peduli karena aku percaya,

Apa yang tidak mungkin jika diusahakan?

Apa yang tidak mungkin jika dikejar?

Dan apa yang tidak bisa didapatkan jika sudah bersungguh sungguh.

Aku berdehem. "Maaf" cicitku serak. Aku menunduk meremas tanganku sendiri, meyakinkan diri aku pasti bisa.

Aku mendongak "Aku percaya, kamu pasti bisa dapet yang lebih baik dari aku"

Kulihat wajah Bisma yang terus tersenyum sedari tadi. "Aku gak bisa nerima kamu,maafin aku"

Senyumnya pun berubah senyum kecut nan pahit yang dibuat seiklas mungkin dan tentunya dipaksakan.

"Boleh aku tanya?"

Aku mengangguk ragu. "Maaf sebelumnya" Bisma membuang pandangan. "Berapa kali kamu ngabain aku?"

Aku tertohok mendengarnya, terdiam dan membisu. Didalam mobil, diparkiran sekolah ini kami berada. Dengan Bisma yang duduk dikemudi dan aku disampingnya. Kami bertemu karena terencana. Aku berniat memperjelas semuanya dan terjadilah seperti saat ini.

"Kamu gak tahu Binaa,gak tahu!" Bentaknya tertahan emosi.

Entah keberanian dari mana aku mengangkat wajah "Binaa?" tanyaku.

Bisma tersenyum sinis "Bahkan lo baru sadar gue panggil lo Bina" telaknya. "Apa lo juga baru tahu selama ini gue pakek aku-kamu sama lo?"

Aku terdiam dan menunduk. "Baru sadar,Ha!" aku kembali terdiam.

Bisma menghembuskan nafas kasar setelah melihatku terperanjat akibat dirinya yang memukul setir. "Maaf, gue gak berniat. Gue emosi tadi"

Aku masih menunduk cemas. "Dari dulu, waktu awal gue kenal Kevin dan akhirnya sahabatan, gue liat lo sering berdua sama dia dan gue berpikir kalian pacaran"

UnUsuallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang