12 | Secercah harapan

721 48 12
                                    

Hari sabtu adalah hari paling menyenangkan bagi setiap murid. Karena di hari ini, mereka tidak akan bertempur dengan pelajaran yang memusingkan kepala mereka. Sabtu mejadi hari paling menyenangkan karena hari sabtu dikhususkan untuk ekskul.

Jam tangan Raina sudah menunjukan hampir pukul sembilan pagi tetapi Windy belum juga kelihatan.

Saat ini ia masih berada di gerbang sekolah, menunggu sahabatnya seperti biasa.

Puluhan pesan sudah ia kirimkan, pun dengan panggilan keluar yang sudah ialakukan berkali-kali. Tetapi gadis itu belum juga menjawab.

Gadis itu memuutuskan untuk menelpon Arda karena cowok itu juga belum kelihatan. Tepat sedetik setelah panggilan itu terhubung, cowok itu langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Rain?" ucap Arda setelah mengangkat telepon tersebut.

"Kak Arda lagi sama Windy?"

"Iya nih, telat bangun lagi dia katanya."

Raina mengucapkan vokal O tanpa suara. "Kirain nggak ikut ekskul."

Arda tertawa di seberang telepon. "Kalo Windy nggak ekskul, di anggap ketemu sama gebetannya."

Gadis itu tau, saat ini Arda sedang menggoda Windy.

"Ye, enak aja lo!"

Seruan itu dapat di dengan oleh Raina meski samar-samar.

Tidak lama kemudain, sebuah mobil masuk melewati gerbang sekolah. Senyum Raina terukir kemudian mendekat ke arah mobil tersebut.

Panggilan telepon itu terputus, kemudian Windy keluar dari mobil itu dengan bibir yang ia tekuk karena sebal.

"Wind," panggil Raina saat sahabatnya itu mendekat. "Gebetan lo anak pramuka?" lanjut Raina setelah gadis itu menoleh.

"Lo kenapa ikut-ikutan nyebelin, sih?" ia menatap Raina dan Arda yang kompak tertawa. "Cocok, dah, lo berdua! Jodoh kali, makanya kompak ngebully gue pagi-pagi gini."

Mendengar penuturan Windy, Arda seolah menyadari bahwa ia sudah diberi izin jika berpacaran dengan Raina. Seulas senyum hadir di bibirnya sebelum menarik tangan tangan Raina menjauh dari Windy.

Gadis itu sempat terkesiap sebentar sebelum menyadari bahwa hal ini hanya upaya agar sahabatnya merasa kesal.

"Woi, tungguin gue!" seru Windy sembari mengejar dua sahabatnya itu.

~®w~

Pembina pramuka yang hampir menginjakan usia kepala tiga itu sedang berada di depan anggota pramuka lainnya, dia menjelaskan tentang lomba tingkat kota yang akan diadakan tiga bulan mendatang di salah satu SMA favorite di kotanya. Dalam penjelasannya ada beberapa lomba yang akan dilaksanakan di sana, diantaranya adalah cerdas cermat, LKBB atau baris berbaris, pionering, tari komando dan lain sebagainya.

Dalam ekskul pramuka, mengikuti event seperti ini memang sudah biasa selain camping.

Pembina pramuka bernama Andi itu berdiri kemudian membaca sebuah keratas di tangannya. "Semua kelompok sudah terbagi," ucap Andi kemudian menjeda beberapa saat, "kecuali untuk tim cerdas cermat."

Ia menatap satu persatu anggota pramuka yang hadir di ruang sekretariat itu. Saat matanya mengarah pada Rai, ia meminta cowok itu untuk maju ke depan kelas.

"Angkat tangan untuk yang setuju Rai berada di tim cerdas cermat," kata Andi kepada seluruh anggotanya.

Hampir semua mengangkat tangan setuju karena mengingat tahun lalu Rai-lah yang membawakan piala kepada sekolah ini.

Rain, Wind and Mine  (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang