Semesta benar, tak ada yang sempurna. Buktinya yang patah kembali tumbuh dan kemudian bisa patah kembali.Bichi naneun solo🎵🎵
_____________________________________
Wilda mengerjapkan matanya, suara ponsel berdering membangunkanya ditengah malam. Bukan bukan, ini sudah pagi.
Gadis itu menilik jam di atas nakas. Jarum telah menunjukkan pukul 5 pagi. Wilda meraih ponselnya, matanya belum bisa sepenuhnya terbuka.
"Hai"
Terdengar jelas suara di sebrang sana.
"Udah bangun? "
Wilda mengubah posisinya menjadi duduk, mengucek matanya biar segera tersadar.
"Udah". Tunggu, bahkan dia tidak tau siapa yang baru menelponya kini.
Gadis itu menjauhkan ponselnya dari telinga, membaca nama yang tertera di layar terang itu.
"Al, plis, ini pagi banget" Wilda mendengus, tersangka penelfon pertama disaat pagi buta. Alden.
"Gue cuma ngecek lo udah bangun ato belum"
"Siap siap gih, biar nanti kalo gue jemput gak nunggu lama"
"Pertanyaanya. Emangnya lo udah ngapain aja? "
Wilda mendengar tawa kecil di sebrang sana. "Gue juga baru bangun sih, tapi gue kan cowok, apa apa cepet, gak kayak cewek yang harus dandan dulu"
Wilda menghela nafas berat, ia meletakkan asal ponselnya di kasur. Dia menentang keras pernyataan Alden tentang cewek yang apa apa dandan dulu. Itu tidak benar, jika memang kebanyakan gadis di luar sana memang seperti itu, tidak dengan Wilda. Gadis itu beranjak turun, meraih handuk dan berjalan ke kamar mandi. Meninggalkan ponselnya yang masih terhubung.
Bodo amat, ngomong aja sana sendiri.
"Pokoknya gue gak mau tau, nanti kalo gue udah nyampe kesana lo harus udah siap. Gak ada tunggu tungguan, ngerti?"
"O iya, ini juga. Hari ini lo gak boleh kemana mana tanpa gue, gue udah bilang kan kalo sekarang lo cewek gue? Dan sekali lagi——Heh!"
"Lo dengerin gue gak sih?!"
"Woy!!"
"Bangs—"
Telfon di tutup sepihak. Disana, Alden mencengkram selimutnya kuat, menatap kesal pada ponselnya, beraninya cewek itu meninggalkanya berbicara sendiri seperti orang gila.
Alden menghela nafas, menatap langit rumah minimalisnya yang nampak terkena cahaya matahari terbit. Dia beranjak, beralih ke jendela dan membuka tirai cokelatnya.
Membangun semangat untuk berbalas dendam. Harusnya Wilda tau, seberapa pendendam lelaki ini.
**********
Ketika pelajaran usai dan guru mulai melangkah meninggalakan kelas, sebuah tangan tiba tiba mencengkram lengan Wilda kuat. Tak perlu waktu cukup lama untuk mengetahui siapa yang berulah ini karena Wilda sudah tau jawabanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kara
Teen FictionNafasnya yang tak beraturan mungkin cukup menjadi bukti dimana hatinya sedang tak karuan. Alden semakin mendekatkan Wajahnya ke arah wilda, lebih tepanya berada di samping telinga gadis itu. Tak segan segan membuat nafas gadis yang di depannya semak...