Smile For Me | 6

6 1 0
                                    

Suara deringan ponsel di atas nakas menarik Tayler kembali ke alam sadar. Dengan malas ia meraih ponsel tersebut. Seketika matanya membelalak lebar saat melihat jam di screenlock menampakan pukul lima sore. Tayler mengusap wajahnya kasar menyadari kesalahannya. Pikirannya langsung tertuju pada gadis yang beberapa hari ini telah mengisi hari-harinya, Indiana. Gadis itu pasti sedang menunggunya. Berdecak pelan, Tayler membuka aplikasi instragram miliknya. Ada begitu banyak sekali notif disana. Namun perhatiannya terfokuskan pada sebuah foto yang Davin unggah. Sepertinya belum lama dia mengunggahnya.

"Sudah bangun?" pria dengan suara berat itu melangkah mendekati ranjang dengan dua gelas coklat panas ditangannya. Menaruh satu gelas berisi coklat panas tersebut dinakas dekat ranjang.

"Kau?" ucap pria bermata hazel itu dengan tatapan terkejut sekaligus kesal.

"Kupikir ucapanmu hanya bualan belaka. Tapi ternyata sudah sejauh ini" ucapnya, lalu duduk disofa yang berada tidak jauh dari ranjang. Lalu meneguk coklat hangat yang ada ditangannya. Matanya kembali fokus pada Tayler yang masih bertahan dengan posisinya. "Kenapa? Merasa terkejut? ucapnya lagi lalu menaruh coklat hangat tersebut dimeja. Satu tangannya mengusap dagu sambil dengan menatap Tayler puas.

"Pergilah. Aku sedang tidak ingin diganggu" ucap Tayler ketus. Namun yang terdengar di telinga Tayler bukanlah jawaban melainkan sebuah tawa. Oh itu sungguh membuat Tayler bertambah jengkel.

"Sayangnya aku tidak akan pergi. Kecuali.. Kau ikut denganku"

"Kau... Cari mati!" Bangkit dari ranjang Tayler langsung menghadang pria tersebut. Manarik kerah baju pria itu hingga dia terangkat. Mata hazelnya menatap tajam pada pria dihadapannya kini.

"Kau pukul pun aku tetap tidak akan pergi. Dan kau sudah tau itu" ucapnya tenang. Lain hal dengan Tayler setelah mendengar itu dia langsung melepas cengkramannya dengan kasar.

"Apa yang kau mau ?" tanya Tayler tanpa basa-basi.

"Tentu saja membawamu kembali" pria itu kembali duduk tenang ditempatnya dengan bertumpang kaki. Seolah tidak peduli dengan keadaan Tayler yang mulai memanas karena kedatangannya.

"Aku tidak bisa sekarang " ucap Tayler lirih.

"Kau tidak bisa pergi begitu saja Tayler. Selesaikan dulu masalahmu dengannya. Jika tidak, kau akan tau sendiri akibatnya" jelas pria itu "Dan lagi. Kau pasti tidak ingin jika ini terjadi" ucapnya tenang. Mengambil sebuah amplop coklat disaku jasnya lalu menaruhnya dimeja.

Tayler melirik kearah amplop tersebut. Satu alisnya naik keatas seolah menanyakan maksud dari amplop itu. "Bukalah" titah pria berjas itu. Dengan sedikit kasar Tayler mangambil amplop coklat tersebut lalu membukanya.

Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Dalam amplop tersebut ternyata isinya sebuah foto. Foto dirinya dan Indiana. Sepertinya foto itu diambil secara diam-diam. "Kau memata-matai ku?" Tanya Tayler tajam.

"Tepatnya dia. Harusnya kau sudah tau bahwa ini akan terjadi. Gadis itu.. Siapa namanya. Emm Indi. Indiana? Dia akan baik-baik saja. Asal, kau kembali" ucapnya masih dengan ketenangan.

"Kau jangan main-main denganku Exel. Sedikit saja kau sentuh dia. Ku pastikan saat itu adalah hari terakhir kau melihat dunia" ancam Tayler geram.

"Sayang nya aku tidak tertarik dengan ancamamu itu" ucapnya masih dengan tenang. "Dan aku yakin kau tidak akan melakukan itu padaku. Karena aku sahabatmu"

"Tidak peduli kau siapa jika itu berhubungan dengan Indiana. Aku tidak akan segan-segan untuk menghabisimu"

"Wow... Kau terlalu serius kawan. Duduklah. Jangan marah-marah dulu. Lebih baik kau minum coklatmu. Ku dengar coklat hangat bisa meredam amarah" Exel berdiri untuk mengambil coklat tadi yang dia simpan dinakas. Lalu memberikannya pada Tayler.

Dengan enggan Tayler mangambilnya. Lalu meminumnya hingga tandas." pelan-pelan saja. Kau bisa tersedat nanti" ucap Exel mengingatkan.

Sedang Tayler dia hanya diam. Hatinya mulai gelisah memikirkan gadis yang kini sudah membuatnya jatuh itu. Tayler takut jika dia akan berbuat sesuatu pada Indiana. Cukup sudah orang itu mempermainkannya dia tidak mau jika Indi menjadi korbannya. Tentu saja karena keberadaan Tayler disisinya akan berdampak buruk bagi gadis itu.

Ahh sial. Tayler pikir kepergiannya akan membuat dia sadar tapi sepertinya Tayler salah besar. Orang itu, dia tidak pernah membuat dirinya hidup tenang. Menyesalpun tidak ada artinya sekarang. Pilihannya dulu membuatnya terikat pada sebuah perjanjian konyol yang membuatnya tidak bisa hidup bebas. Sekarang apa yang harus Tayler lakukan. Haruskah dia kembali pada orang itu. Atau tetap bertahan disini dan membiarkan Indi dalam bahaya. Tidak. Tayler tidak akan pernah membiarkan itu terjadi dan membuat Indi ikut terjerumus kedalam masalahnya.

Tayler menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan "Baiklah. Beri aku waktu" ucapnya.

"Tentu"

~•~

"Tayler" ucapnya lirih.

Terlihat sekali jika gadis dihadapannya ini begitu terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Harus Tayler akui bahwa dia merindukannya. Gadis polos yang beberapa bulan lalu membuat seorang Tayler luluh hanya dengan kata-kata sederhana darinya. Ingin sekali rasanya Tayler mendekap tubuh mungil itu kedalam dekapannya. Namun keinginan itu hanya tersimpan didalam hatinya saja.

"Tayler.." ucapnya sekali lagi. Dan tanpa Tayler duga Indi berhambur memeluknya erat. Terdengar sebuah isakan kecil ditelinganya.

Oke. Mengabaikan berdebatan antara hati dan logikanya. Tayler memilih untuk membalas memeluk gadis dalam dekapannya ini. Menyalurkan rasa rindu yang dia tahan sejak tadi.

Seorang gadis yang baru saja muncul menyusul Indi tampak begitu terkejut melihat pemandangan didepannya. Dia menepuk-nepuk kedua pipinya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi. Dan ya, dia meringis kesakitan saat seseorang dibelakangnya dengan sengaja mencubi kedua pipinya dengan cukup keras. Berbalik, gadis itu langsung mendengus kasar saat tahu pelakunya adalah Davin.

Melepaskan pelukannya, Indi kembali menatap Tayler "Kamu kemana aja sih. Dari tadi aku nungguin kamu. Tapi.. " ucapannya terhenti saat Tayler mengecup pelan kelopak matanya yang basah.

"Maaf" Indi hanya bisa mematung berusaha mengembalikan kesadarannya akibat kecupan kilat Tayler. Hingga dia tidak sadar bahwa Tayler mengucapkan kata 'maaf' dalam bahasa Indonesia.

Tatapan Tayler beralih pada Davin yang masih setia menatapnya datar. "Boleh aku membawa kakakmu pergi sebentar ?" tanya Tayler meminta izin pada remaja yang sudah ia anggap adiknya itu. Davin mengagguk mengijinkan. Sedang Rina dia terlihat hendak protes namun ditahan oleh Davin. "Vin.. Lo yakin ?" tanya Rina memastikan, dan sekali lagi Davin hanya mengangguk.

Melihat itu Tayler tersenyum lalu tanpa ragu menarik Indi dan membawanya masuk kedalam mobil merah yang sudah terparkir dihalaman rumah Indi. "Tunggu.. Hey kamu mau bawa aku kemana?" Tanya Indi, Namun tidak mendapatkan respon apapun dari pria disampingnya itu. Indi hanya bisa terdiam saat Tayler memasangkan sabuk pengaman padanya.

Mobil merah itu melesat jauh membelah jalanan dibawah senja. Tak ada yang berani membuka mulut saat ini. Keduanya seolah larut dalam pikiran mereka sendiri. Indi yang berusaha menebak kemana Tayler akan membawanya pergi. Dan Tayler dengan kegundahan hati yang bahkan sulit untuk dia jelaskan sendiri.

Tayler tau mungkin keputusannya kali ini akan membuatnya terluka. Tidak. Bukan hanya dia tapi juga Indi. Gadis itu, yang selalu membuat Tayler menampakan senyumnya dengan mudah. Gadis yang dengan tanpa malu berucap bahwa Tayler lah yang mampu membawa senyumnya kembali. Yang bahkan Tayler sendiri belum mengetahui apa yang membuat senyum itu hilang dan kini kembali. Tayler belum temukan jawabannya. Yang jelas saat ini dia merasa sangat marah. Marah pada dirinya sendiri, karena mungkin dia akan membuat senyum itu hilang kembali.

~~•~~



Hollaaaa....
Aku kambekk..
Maaf kalo ceritanya makin ngawur 😜
pliss jan di hujan 😌

Smile For Me ( belum revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang