Sarada, ingin pulang Papa!

2.5K 317 110
                                    

.

.

.

.

.

Untuk Papaku yang tampan. Papaku Uchiha Sasuke yang sangat aku sayangi.

Papa yang selalu aku tunggu untuk menjemputku pulang.




















Sarada POV

Jika banyak orang berkata kasih Ibu sepanjang masa, maka bagiku kasih Ayah sepanjang kuku jemari. Karena ketika kuku itu dipotong, ia akan terus tumbuh. Begitu pula rasa kasih yang diberikan Papa untuk diriku maupun Mamaku.

"Sarada... Bisakah kau sikat sepatu Papamu, Nak?"

"Baik, Ma!"

Kami adalah keluarga Uchiha yang terpinggirkan. Kami tinggal di sebuah rumah tua bergaya Jepang kuno di pinggiran Desa Konoha. Keadaan kami bisa dibilang tidak terlalu berkecukupan. Di usiaku yang menginjak sepuluh tahun, aku diharuskan mengerti keadaan. Tidak bisa meminta dibelikan ini dan itu. Bisa bersekolah pun terasa cukup.

"Sikat... sikat..." aku bersenandung sembari menyikat beberapa bagian sepatu usang Papa yang kotor.

Terdengar pintu terbuka, membuat aku maupun Mama menoleh ke arah suara. Di sana terlihat sosok Papa yang menjulang tinggi dengan mantel hitam panjang lusuh yang selalu dikenakannya.

Mama tersenyum lalu beranjak dari wastafel menuju Papa dan berkata,

"Okaeri, Anata."

"Hn. Tadaima."

Mama lalu mengambil mantel Papa untuk di gantung. Setelah itu aku akan berhambur mendatangi Papa. Menanyainya tentang hal ini dan itu. Dan dengan segala kesabarannya ia akan menjawab segala pertanyaanku.

Bukankah ini indah? Kami memang keluarga serba kekurangan, namun bahagia secara bersamaan karena kami melakukannya dengan ikhlas. Ini bukan pemikiran naif, tapi itulah kenyataannya.



Papa pernah berkata di suatu waktu, ketika kami berkumpul dalam rumah di tengah badai beserta ember dan baskom di sekeliling kami. "Jika dijalani dengan rasa ikhlas..." Aku memandang raut wajah kedua orangtuaku. "Semua akan terasa indah, Sarada." Kemudian Mama dan Papa tersenyum kepadaku.

Aku tak akan pernah lupa. Bahwa kami pernah bahagia.



Selama ada Papa dan Mama, semua masalah tidak akan terlalu berat. Aku anak perempuan berusia sepuluh tahun, dengan pemikiran yang dibuat dewasa oleh keadaan. Bukan pola hidup seperti orang dewasa, hanya sifatku saja. Tentunya dalam hal positif. Jadi, ketika dalam situasi seperti ini aku masih bisa memilih mana yang penting dan tidak.

"Sakura, apa kau baik-baik saja?" Papa mengelus punggung Mama yang sedari tadi terbatuk-batuk.

Di usianya yang menginjak kepala tiga, wajah Mamaku masih sangat cantik dengan guratan kelembutan yang terdapat dalam sisi iris hijau zamrudnya yang jernih, rambut merah mudanya yang menjuntai indah di bahunya. Mama mengajariku dan Papaku tentang kesungguhan, kesetiaan, dan pengabdian. Kami menyayanginya. Begitu pula sebaliknya.

"Aku baik-baik saja, Anata." Napas Mama tersengal-sengal.

Aku menatap wajahnya, Mamaku yang cantik, Mamaku yang sedikit galak dan cerewet. Kini Mama tidak bisa lagi menceramahi aku maupun Papa.

"Belikan saja Sarada mantel yang baru, sebentar lagi musim dingin, Anata."

Mamaku yang selalu memperhatikan keperluan kami tanpa memandang kondisinya...

Sarada ingin pulang, Papa! (oneshot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang