[26] Break

1.6K 154 2
                                    

"(Nam), maaf.. aku gak bisa lagi.."

Hanya satu kalimat. Namun dapat terus terngiang-ngiang di dalam kepala dan pikiran gadis ini sekarang.

Tes!

Setetes air jatuh diatas pahanya yang menekuk di depan dadanya. Tangannya terus memeluk kuat kakinya sendiri.

Satu kalimat yang belum lama diucapkan seseorang di taman tadi. Sejak dua hari tak bertemu, perasaannya berbunga ketika diajak seseorang bertemu. Namun nyatanya, malah seperti ini. Sedangkan sebelumnya lagi, ia juga melihat kejadian yang tidak mengenakkan.

Kenapa juga sih, ia harus memiliki perasaan kepada kedua laki-laki, sekaligus pula menyakiti keduanya secara perlahan?

"Aku gak bisa (Nam).. Mungkin aku gak pernah marah selama ini. Mungkin aku diem. Mungkin aku terima. Tapi, makin kesini aku makin sadar, kalo kamu ke Iqbaal— hfft, udahlah.."

(NamaKamu) semakin sesegukan. Ia tak tahu, memang benar apa yang dikatakan Hanif beberapa saat lalu. Tapi, ia tetap akan sakit ketika Hanif meninggalkannya seperti ini. Memang salahnya. Tapi tetap saja Hanif juga orang yang penting dalam kehidupannya sehari-hari.

Ya, hari ini. Tepat kurang lebih sejam yang lalu, perihal Hanif dan (NamaKamu) telah kandas.

💫

Dering handphone membuyarkan fokusnya pada play station yang sedang dimainkannya.

'Fwendd'

Sebuah nama yang tertera pada layar benda elektronik miliknya itu membuatnya langsung mengangkat telpon itu dengan cepat.

"Hallo, (Nam)! Kenapa?" Tanyanya cepat penuh semangat.

Namun tak ada jawaban. Hanya sebuah deru nafas berat.

"(Nam)?" Tanyanya lagi penuh khawatir.

'Ba-Baal—'

"Iyaa kenapa (Nam)?"

'Mau temenin gue jajan?'

Iqbaal mengerutkan keningnya penuh kebingungan. Suara gadis di sebrang sana seakan sedang tidak baik-baik saja. Dan juga, biasanya gadis itu akan langsung ke ruang rawatnya. Tidak perlu menelpon seperti ini.

Namun tanpa pikir panjang, dan merasa bahwa gadis itu memang sedang membutuhkannya sekarang, ia langsung menyetujui ajakan tersebut.

💫

"(Nam)?"

Brukk!

Entah sadar atau tidak, (NamaKamu) langsung berhambur ke pelukan Iqbaal. Bukan (NamaKamu) yang pemalu seperti biasanya. Iqbaal yang bingung akan gerakan (NamaKamu) yang tiba-tiba ini tersenyum. Meski bagaimanapun Iqbaal senang bahwa gadis ini seperti tak segan lagi padanya.

Namun lama-kelamaan, Iqbaal merasa jaket hitam yang dipakainya sekarang ini terasa basah. Ia menyadari darimana air yang membasahi jaketnya itu.

"(Nam)?" Panggilnya khawatir kedua kali.

"I'm fine. I'm fuckin' fine!" Seakan mengerti apa yang akan Iqbaal tanyakan selanjutnya, sebelum itu (NamaKamu) justru sudah memberi jawaban duluan. Iqbaal ingin tertawa karna menganggap (NamaKamu) malah imut jika sedang seperti ini. Tapi rasanya, suasana sedang tak tepat. Jadi ia memilih untuk diam saja sambil mengelus puncak kepala (NamaKamu) ringan.

"Mau jalan-jalan?" Tanya Iqbaal tanpa melepas pelukan mereka.

Iqbaal dapat merasakan bahwa gadis yang ada dalam pelukannya ini mengangguk pelan. Ia tersenyum. Lantas mulai memikirkan akan membawa gadis satu ini kemana.

💫

Telpon genggam yang ada diatas dashboard mobil bergetar. Iqbaal sangat malah untuk mengangkatnya jika saja (NamaKamu) tidak memaksa. Iqbaal mulai meraih benda persegi panjang itu, namun langsung ditahan oleh tangan (NamaKamu).

"Bentar, gue gak mau lo kebiasaan ngangkat telpon sambil nyetir. Bisa berenti atau alternatif lain buat ngangkat tanpa sambilan nyetir gitu, kan?"

Iqbaal tersenyum gemas ke arah gadis ini. Akhirnya ia tetap mengangkat telpon itu yang membuat mata (NamaKamu) membulat ingin marah. Namun setelahnya, ia langsung memencet tombol speaker, kemudian menaruh benda itu diatas dashboard kembali. Sesuai perintah (NamaKamu), dia tetap fokus menyetir, namun bisa mengangkat telpon itu tanpa menganggu dirinya yang sedang menyetir.

"Puas, nyonya?" Tanya Iqbaal menggoda.

(NamaKamu) merenggut sebal, karna godaan Iqbaal yang sebenarnya membuat ia malu itu.

'Baal!'

Nada tak santai dari sebrang itu membuat kedua insan ini mengerutkan kening.

"Kenapa, bang?"

'Foto lo sama (NamaKamu) kesebar lagi! Pak Wijaya lagi marah-marah neriakkin nama lo di ruangannya!'

Mendengar itu, Iqbaal memberhentikan mobilnya secara mendadak. Untung saja (NamaKamu) memakai safety belt, karna jika tidak, mungkin kepalanya akan membentur ke depan dashboard sekarang.

'Lo sekarang dimana?'

"La-lagi sama (NamaKamu), bang"

'Astaga!!'

Mendengar nada frustasi yang dikeluarkan dari sebrang sana membuat (NamaKamu) meremas baju bagian pinggirnya kuat. Ia tahu ini semua karna dirinya.

"Bisa tolong handle dulu, bang? Gue bener-bener gak bisa nemuin si tua itu sekarang"

'Okey, menurut gue juga untuk sekarang bagusnya lo menghindar dari pak Wijaya, dengan alasan, yaa lo belum membaik keadaannya'

"Sip bang! Thanks banget!"

'My pleasure Baal, have fun'

Pip!

Sambungan telpon itu diputus dari sebrang sana. Sedangkan Iqbaal langsung berbalik menghadap (NamaKamu) yang kelihatan bergetar. Terlihat matanya yang masih sembab itu seakan ingin mengeluarkan air lagi.

Dengan lembut Iqbaal meraih tangan (NamaKamu), mengenggamnya dengan kuat, lalu menaruhnya diatas pahanya sendiri. Mencoba untuk menyalurkan kekuatan kedalam diri (NamaKamu).

"Gapapa, its totally not your fault" Ucap Iqbaal dengan segenap senyumnya yang menenangkan.

"Kita pulang aja, Baal"

Iqbaal menggeleng kuat "I said its totally not your fault. Lagipula kita udah setengah jalan"

Dengan sigap Iqbaal langsung menancap gas lagi ke tempat tujuan mereka yang bahkan (NamaKamu) tak tahu Iqbaal akan membawanya kemana.

To be continue—

Untittled ✖️ IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang