Apakah ada yang lebih buruk dari kelabu? Warna yang menutupi gumpalan bentuk dan figur warna lainnya, membuat mereka melebur menjadi satu. Apakah ada hal yang lebih menyakitkan daripada ketika semua warna dalam hidup berpaling dan meludahimu seperti pengemis? Bagi Jeongin sesuatu yang lebih buruk dari itu semua adalah 'tidak ada'.
Ketika Jeongin bisa melihat semua warna, tetapi tidak bisa mengingat artinya - nama mereka seolah lenyap dari benaknya. Ketika 'ketiadaan' adalah satu-satunya hal yang dapat ia lihat dan mengerti. 'Tidak ada' lagi yang menyambutnya ketika ia membuka mata. 'Tidak ada' lagi yang mengelilingi apartemennya seakan tempat itu adalah dunia baru. 'Tidak ada' lagi yang menyiapkan segelas ter hitam yang disebut kopi untuknya. 'Tidak ada' lagi sosok yang berdiam didepan jendela sembari memandangi lalu-lalang manusia. 'Tidak ada' lagi suara tawa merdu yang menghilangkan seluruh lelahnya.
Tidak diragukan lagi dengan 'tidak ada' nya sosok Hyunjin membuat Jeongin menjadi pribadi yang sangat menyedihkan. Ia mulai menenggelamkan dirinya pada alkohol. Saat ini Jeongin adalah sebuah bangkai kapal, sebuah kapal yang telah kosong dan ditinggalkan baik olehnya jiwanya sendiri.
***
Awan-awan muncul diatas kota, membentuk kubah yang menaungi ketiadaan diatas ketinggian memuakkan bangunan apartemen dan jalanan beraspal. Hari ini diperkirakan akan terjadi badai salju, tetapi perkiraan yang sama muncul kemarin, dan sehari sebelumnya juga. Tetapi hingga saat ini salju pertama belum turun, sekarang yang ada hanya angin dingin yang bertiup membawa dedaunan yang mati dan luruh dari pohon, menggoyangkan rumput-rumput kering yang berwarna mustard. Setidaknya itu warna yang muncul dalam benak Jeongin.
Jeongin tidak yakin apakah kemejanya biru atau ungu, apakah jaketnya biru tua atau hijau lumut. Tetapi ia yakin mantelnya berwarna hitam karena sepertinya itu cocok dengan rambutnya. Jadi mungkin kemejanya berwarna hitam begitu juga jaketnya? Jeongin tidak dapat mengingatnya dan itu tidak masalah.
Jeongin mengambil rute yang sama selama hampir 4 tahun ia bekerja, dengan pekerjaan yang sama, tidak ada yang menantang. Ia tidak peduli. Jeongin diam dan bekerja selama berjam-jam, melakukan segalanya sesuai standar -tidak terlalu baik atau terlalu buruk sehingga ia nampak menonjol- kemudian kembali ke apartemennya yang dingin dan gelap.
Langkah kaki Jeongin adalah satu-satunya suara yang bergema di jalanan yang kosong, deru angin yang memenuhi lorong-lorong kosong menemaninya dalam perjalanan pulang. Segala sesuatu di sekelilingnya tenang dan hening, membosankan dan lamban, kosong, dan ditinggalkan begitu saja
seperti semua yang ada di dalam dirinya. Tiba-tiba suara gemuruh datang dari atasnya, mata Jeongin secara otomatis mencari satu hal -aliran cahaya yang telah ia tunggu selama berbulan-bulan-.Begitu melihat lorong cahaya itu Jeongin bergegas memacu langkahnya. Tidak masalah apakah itu dia yang Jeongin tunggu atau sosok lain. Bila itu adalah orang lain Jeongin dapat bertanya apakah malaikatnya baik-baik saja, apakah ia telah pulih, apakah ia masih mencintai Jeongin.... Tetapi bila itu dia, apa yang akan Jeongin lakukan? Apakah jiwanya yang telah hancur dapat menjadi utuh kembali dalam sekejap? Atau apakah ia butuh berbulan-bulan untuk menyembuhkan lukanya seperti Hyunjin?
Jeongin berlari secepat yang ia bisa, bermanuver di antara gedung-gedung, tersandung kakinya sendiri dan menabrak berbagai macam hal. Badai salju yang dijanjikan akhirnya tiba entah dari mana, berputar-putar di udara dan menurunkan jarak pandang. Keras kepala, Jeongin terus melangkah dan disanalah ia melihatnya, melihat sosok yang terus ia rindukan selama berbulan-bulan. Tetapi sosok itu, Hyunjin terbaring ditanah begitu saja. Dan serangkaian rasa penyesalan menyerang Jeongin.
Ia bergegas mendekat, berlutut disamping tubuh Hyunjin. Dua bekas luka besar, berwarna merah menyala menatap Jeongin dari tempat dimana seharusnya sayap Hyunjin berada. Jeongin tidak punya waktu untuk berpikir dan ragu. Ia mengangkat Hyunjin dari tanah. Instingnya tidak menipu. Sosok itu adalah Hyunjin. Tidak bersayap, tidak sadarkan diri, tetapi itu Hyunjinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
heaven on earth || hyunjeong ✔️
FanfictionJeongin terjebak dalam sebuah tempat dimana ia tidak bisa merasakan apapun -tidak kebencian, tidak pula cinta- hanya sebuah kegelapan mutlak. Jeongin tidak bisa pergi kemanapun... sampai surga sendiri datang dan menjadi bagian hidupnya. A Pieces of...