***Ali sama sekali tidak mempunyai prinsip hidup. Hanya satu moto yang ia junjung tinggi, "Hajar kalo susah diatur!"
Semua. Semua nya akan di hajar kalau susah di atur, dan menyusahkan hidup nya. Kecuali Prilly, tentu saja.
Ali justru sangat suka jika Prilly menyusahkan nya.
Sambil terus menarik kerah baju Ryan, sampai kedua nya tiba di belakang gedung sekolah. Cowok itu mendorong Ryan, sampai jatuh.
"Lo apa-apaan?!" Ryan berteriak tidak terima.
"Lo yang apa-apaan? Enak aja buat gosip soal cewek gue." jawab Ali kalem. "kejantanan lo perlu di pertanyakan kayak nya,"
Ryan berdiri, memandang Ali sengit. "Tapi emang bener, kan semua omongan gue?"
Nyali nya besar, perlu diapresiasi.
"Lo itu mikir dulu nggak sebelum ngomong?" Ali mendorong tubuh Ryan, hingga punggung nya membentur tembok. Baiklah, Ali rasa itu sakit.
"L-lo pernah mikir dulu nggak sebelum bertindak?!"
Ali mencengkram kerah seragam milik Ryan, kemudian mengangkat nya ke atas, sedikit demi sedikit. Wajah Ryan mulai kelihatan pucat pasi. Tapi~ Ali suka melihatnya. "Buat napas aja lo susah, sok-sokan jugde cewek gue."
"C-cewek cacat kayak dia lo bela! Mata lo buta, y-ya?!"
Ali mengangkat sebelah alis nya. Bahkan saat susah bernapas, Ryan masih sempat-sempatnya memaki Prilly. "Lo beneran udah gak butuh yang namanya hidup tenang lagi, ya?"
Ryan terbatuk, namun tetap memberontak. Ali menggeleng pelan. "Makin lo nggak bisa diem, makin susah napas, nder."
Ryan langsung diam. Cowok itu berdesis, "K-kalian serasi.."
Oh, tentu saja! Ali menghardik dalam hati.
"Yang s-satu nggak punya hati, y-yang satu lagi nggak punya... kaki,"
Mata Ali membola, namun kembali merubah mimik nya menjadi datar. Cengkraman nya menguat, membuat Ryan terbatuk.
Ali menipiskan bibir nya. Sekuat tenaga ia mengangkat tubuh Ryan, berharap nafas cowok itu habis, lalu meninggal. "Berapa lama gue di penjara kalo berhasil bunuh lo kira-kira?"
Semakin diangkat keatas, Ryan makin kehilangan nafasnya. Kalau memang Ali mau membunuhnya, bunuh saja sekalian! Teriaknya putus asa. Ali tersenyum lebar melihat pemandangan itu, "ah.. rasanya gue pengen cepet-cepet anterin lo ke neraka deh!"
Benar rumor satu sekolah yang menyebut Ali itu punya kelainan mental. Kata-kata yang diucapkan cowok itu sangat mengerikan! Selalu membahas tentang kematian.
Baru saja Ali akan memperkuat cengkraman nya, bunyi ponselnya membuat Ali menjatuhkan tubuh lemas Ryan ke bawah, tanpa aba-aba.
Ia membuka ponsel nya, lalu membaca pesan yang masuk. Ali menatap sinis ke arah Ryan yang sudah setengah sadar, lalu kembali melirik pesan itu. Cowok itu tampak berfikir sejenak, lalu memutuskan untuk pergi meninggalkan Ryan disana.
From : Prilly.
"Tolong jemput aku di supermarket, Li."
***
Prilly mengusap lengan nya, sembari melihat ke arah jalanan yang lenggang, mencari sosok Ali.
"Pst!"
Cewek itu terkejut, yang justru malah di tertawai oleh Ali. Prilly mendengus, lalu memperhatikan cowok itu dari ujung kepala, sampai ujung kaki. "Kamu darimana? Kenapa masih pake seragam?"
"Gue dari-," Ali menggaruk kepala belakang nya. "Eum, gak penting. Jadi, sekarang mau langsung pulang?"
Nggak penting, ya?
Setelah yang terjadi dua hari yang lalu? Tapi Prilly hanya mengangguk ragu. "Motor kamu mana?"
"Lagi di bengkel. Kita naik bus aja," Ali meraih kresek belanjaan Prilly, kemudian merangkul cewek itu kearah halte.
Prilly diam-diam memperhatikan Ali. Masih pakai seragam, motor di bengkel. Boleh Prilly curiga?
"Tumben motor kamu tinggal di bengkel, biasa nya juga gak mau kamu tinggalin." ucap Prilly saat sudah tiba di halte.
Ali mengangkat bahu nya. "Lo minta jemput, yaudah gue langsung dateng."
Alasan yang cukup masuk akal. Ali menghembuskan nafas nya lega, saat Prilly mengangguk percaya, lalu tidak menanyakan hal aneh lain nya.
Tidak menyangka kalau ia pandai berbohong juga.
Lagi pula, tidak mungkin 'kan Ali menjawab, "habis nganter lo pulang, gue balik lagi ke sekolah buat hajar si Ryan, maka nya gak sempet ganti baju. Terus, motor gue titip di rumah Juna, biar gak ribet kalo mau kabur, gue takut khilaf matiin dia soal nya."
Maaf. Ali masih punya otak, yang setiap saraf nya masih sambung menyambung menjadi satu. Jadi, tidak mungkin ia mengatakan hal bodoh seperti itu.
"Ali, ayo!"
Ali mengerjap saat Prilly menarik tangan nya. Ia baru sadar, kalau bus sudah datang. Kedua nya naik ke bus, dan kali ini Ali benar-benar menahan emosi nya saat melihat seluruh kursi terisi penuh.
Cowok itu memperhatikan setiap orang yang menduduki kursi. Rata-rata laki-laki. Tidakkah mereka memiliki mata yang bisa melihat kalau ada seorang perempuan yang sedang berdiri?
Ali menyenggol seorang laki-laki muda di dekat nya. Laki-laki itu menoleh, lalu menatap Ali dengan aneh. "Kenapa ya, mas?"
"Lo udah pake kacamata masih nggak lihat cewek berdiri. Nggak ada niatan lo kasih duduk, hah?"
Laki-laki itu menatap Ali dengan kalem, lalu mengendikan bahu nya tidak peduli.
"Heh-!" Ali merasa tarikan pelan, di lengan seragam nya. Di lihat nya Prilly yang menggeleng lirih.
"Aku kuat berdiri kok,"
Baiklah, Ali tidak mau membuat Prilly marah lagi. Jadi, cowok itu memutuskan untuk berpegangan pada besi di atas nya, lalu merangkul Prilly.
Prilly menyandarkan kepala nya di dada cowok itu. Sebenarnya, ia juga pegal, tapi kalau ia mengeluh sedikit saja, pasti Ali akan berbuat hal nekat agar ia bisa mendapat tempat duduk.
Cewek itu menghela nafas nya, sambil menggeleng pelan. Prilly memejamkan mata nya, saat merasakan elusan pelan di bahu nya.
Ali itu.... terlalu sempurna.
Kadang Prilly merasa minder, merasa tidak enak, merasa risih, tapi di sisi lain Prilly juga merasa bangga. Dari sekian banyak perempuan sempurna di dekat nya, Ali malah jatuh cinta dengan nya.
Ini sebuah keajaiban.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, Nerd! (✓)
FanfictionSi Bad sangat mencintai Si Nerd. Begitu juga sebaliknya. Setiap melihat Si Nerd menangis, Si Bad akan menghajar sang pelaku tanpa ampun, termasuk diri nya sendiri. Si Nerd beruntung memiliki Si Bad. Namun ia sadar, diri nya tak pantas bersama Si B...