"Lagu kematian adalah teman. Melodi rendah atau tinggi sama saja, tak akan membuat dia kembali, nada yang tercipta itu fakta bahwa dia telah tiada."
Sepenggal untaian kata itu terucap dari gadis dengan sejuta impian yang tengah ia genggam di hadapan si pria tak kasat mata.
Dan aku, ya diriku. Aku adalah orang ke tiga diantara mereka yang menjadi saksi, penyemangat, juga pengingat.
Andhira Asha, gadis penyembuh sekaligus pembunuh. Ya, itu yang aku katakan padanya saat itu. Saat di mana kejadian kelam dan menyakitkan menghunjam jiwanya juga jiwaku.
Aku hancur saat itu. Tubuhku penuh dengan cairan kental berwarna merah yang keluar dari pergelangan tangan Yanza,─lelaki yang aku cintai.
Cintaku padanya melebihi rasa yang kupunya pada Andhira. Padahal, selama ini aku diperintahkan untuk selalu menjaga dan menyayangi gadis itu seperti aku menyayanginya. Namun, aku tak bisa, aku terlalu egois kawan.
Bahkan, ketika bulir-bulir bening itu keluar cukup deras membasahi wajahnya yang berubah pucat saat matanya menangkap diriku dan Yanza terkapar bersimbah darah. Napasnya tersenggal dan sepertinya lehernya tercekik sampai ia tidak sanggup bersuara untuk mengatakan sepatah kata atau sekadar menangis, dan menjerit saja dia tak bisa. Hanya air mata yang mampu mengunggkapkan rasa sakitnya.
Aku tetap membencinya. Karena kupikir, memang dia pantas dibenci dan merasakan sakit dari yang Yanza alami selama ini.
Sekejap aku meliriknya, dan dalam secepat kilat, gadis itu telah menghilang dari pandanganku. Setelahnya, digantikan suara langkah kaki yang menjauh, hilang, lalu kembali dan semakin lama terus mendekat. Langkahnya terdengar tidak beraturan, sepertinya bukan berasal dari dua kaki Andhira.
Dan ya, prasangkaku memang benar. Andhira kembali dengan kain di tangannya yang entah dari mana ia dapatkan. Andhira melingkarkan kain tersebut di pergelangan tangan Yanza yang terdapat sayatan pisau di sana. Pria bertubuh kurus berpakaian rapi, setelan kemeja dipadupadankan dengan celana jeans hitam tampak serasi dilengkapi pantofel juga dasi yang melingkar di lehernya, pria itu masuk begitu saja dan membuat aku terlepas dari genggaman tangan Yanza.
Pria itu membantu Andhira mengangkat tubuh Yanza dan membawanya keluar dari kamar yang menjadi saksi bisu semua kisah indah dan penderitaan Yanza selama ini.
Di sana, aku tak bisa berbuat apa-apa ketika Yanza dibawa oleh mereka. Aku hanya bisa memandang langit-langit kamar sembari memutar kenangan awal pertemuan antara aku dan dia.
Enam bulan yang lalu. Tepatnya tanggal 23 Desember kami bertemu.─aku dan Yanza. Dengan senyum menawan, aku menjadi tawanan baginya. Aku tersihir akan wajah tampannya yang begitu tulus saat melihatku dengan sorot mata sayu dan suara yang mendayu.
Sentuhannya begitu lembut, inginku terlelap dibuainya. Rambutnya yang berponi itu seolah melambai-lambai ketika sang angin menjumpainya. Dia menggoyangkan kepalanya ke sebelah kiri agar rambut itu tidak menghalangi indra penglihatannya ketika menatapku.
Dengan kedua tangannya dia menggenggamku lalu mendaratkan kecupan singkat yang akan selalu kuingat hingga aku sekarat. Ya, seperti saat itu, aku tengah sekarat. Namun, gadis itu, tak kembali. Dia bersama pria kurus yang belum aku ketahui namanya telah membawa Yanza pergi entah kemana.
Sebenarnya aku khawatir pada Yanza. Tapi, apa boleh buat? Aku tak bisa melindunginya, aku bukan teman sejatinya, karena aku memang tak ingin menjadi temannya, sebenarnya aku ingin menjadi kekasihnya dan tidak ingin menjadi orang ke tiga diantara mereka.
Yanza adalah pria sempurna idaman wanita, dan aku adalah nada indah yang selalu mengiringi setiap langkahnya. Namun, ada Andhira si gadis angkuh tak tahu diri juga tidak pernah bersyukur memiliki Yanza dengan pesona dan kesabaran tingkat dewa ketika menghadapinya.
Aku memang tidak memiliki otak dan hati layaknya manusia di hadapanku ini. Namun, saat itu, di kamar Yanza, dan saat ini, aku memutar kisah masa lalu dalam benakku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagu Kematian [√]
Fiksi UmumKisah ini terlalu klise bagiku. Andai kau bisa menemukan suatu hal untuk mengatakannya padaku bahwa kisah ini berbeda dari apa yang aku katakan padamu. Maka, tunjukanlah di mana letakanya! Kisah klise tentang lagu kematian, persahabatan dan pengorba...