Author Note : Vote sebelum membaca.
Jangan tanya apa yang terjadi setelah kejadian itu. Karena yang terjadi setelahnya adalah, hatiku bermasalah. Sangat bermasalah.
Aku pikir malam itu akan mengubah semuanya. Aku berharap Nando melihat penampilan baruku, aku ingin dia tahu kalau aku juga bisa seperti Adel, aku ingin dia terus di sisiku, aku ingin dia sadar kalau aku cemburu setiap kali dia bersama Adel. Ya, aku tahu ekspektasiku terlalu tinggi. Seharusnya aku sadar kalau memang diriku bukan prioritas yang patut Nando utamakan. Berbohong demi Adel? Menurutnya mungkin itu menjadi hal yang wajar karena memang aku tidak terlalu berarti untuk Nando.
Tidak mengerti apa sebenarnya yang salah dalam hal ini. Apa karena selama ini aku mengharapkan sesuatu yang seharusnya tidak menjadi milikku? Di awal, aku pikir semuanya akan berjalan mulus saat dia menyatakan cinta padaku. Namun, semakin ke sini, aku semakin tersiksa dengan ketidakpekaannya akan perasaanku.
Memberontak, marah-marah, emosi? Maaf itu bukan diriku. Meski aku tahu dia membohongiku, aku tetap menjadi Tari yang lugu. Bepura-pura tidak tahu, dan bersikap biasa saja, mungkin itu jalan yang terbaik. Bodoh? Iya, bisa dibilang cinta membuatku bodoh, membuatku buta, membuatku rela patah hati berkali-kali.
Lastri marah karena aku tidak menuruti sarannya. Wajar, aku tahu dia ingin yang terbaik. Aku tahu dia peduli sebagai sahabat perempuan yang benar-benar mengerti perasaanku. Aku tidak mau berdebat, aku tidak mau kehilangan sahabat hanya karena perasaanku yang kacau. Aku tidak mau persoalanku dengan Bagas terulang lagi. Cukup sekali aku kehilangan sahabat, tidak untuk kedua kalinya. Tetapi aku juga tidak mau kehilangan Nando. Menyuruhnya memilih antara aku atau Adel, itu suatu hal yang mungkin saja bisa membuat hubungan kami berakhir. Sesuatu yang tidak pernah aku inginkan sejak pertama kali kami jadian.
Rumit. Semuanya terbilang sangat rumit, berat dan menggumpal kusut di otakku. Seperti benang yang terlepas dari pintalan. Semuanya berantakan.
"Neng, awas!"
Aku terkejut, saat sebuah tangan menarikku. Ibu-ibu penjual gorengan itu menyelamatkanku dari gilasan mobil pick up yang melaju kencang dari arah berlawanan. "Kalau jalan jangan sambil ngelamun, Neng, bahaya."
Aku menstabilkan detak jantungku, duduk di trotoar, meminum air mineral yang diberikan Ibu-ibu itu. Astaga, hampir saja aku terbunuh oleh kecerobohanku sendiri. "Makasih Bu, udah ditolongin."
"Iya, lain kali hati-hati, Neng."
Aku mengangguk. Melanjutkan kembali langkah kakiku yang entah mau membawaku ke mana. Hari ini aku tidak masuk sekolah. Bukan karena sakit atau berpergian. Aku hanya ingin menenangkan pikiran. Ke tempat dimana aku merasa tenang dan merasa dekat dengan orang yang paling mengertiku.
Makam Ayah.
Aku tidak bermaksud mengadu pada kuburan. Aku hanya, merasa tenang setiap kali aku bercerita pada Ayah. Aku tahu ini gila, mengingat Ayah sudah tenang di alamnya, tapi aku percaya kalau Ayah mendengar semua yang aku ceritakan. Ayah menyayangiku, Ayah tidak mungkin mengabaikanku. Bahkan setelah dia tiada, aku masih bisa merasakan kehadirannya. Aku masih bisa merasa kalau dia memelukku saat ini.
"Ayah pernah bilang kan sama Tari, kalau kita harus punya sesuatu untuk di pertahankan? Dan sekarang, Tari udah punya itu, Yah. Tari mempertahankan Nando, orang yang Tari sayang. Tapi kenapa rasanya sesakit ini, Yah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dan Ilusiku [Completed✔]
Genç Kurgu[ Selesai ditulis 17 juni 2019 ] ================================== Note : Follow terlebih dahulu sebelum membaca. ================================== •Attention : Cerita mengandung unsur ketagihan. Baca 1 part dan kalian akan kecanduan sampai endin...