Hai, perkenalkan aku Emilia atau di dunia literasi kalian dapat memanggilku sebagai "Milan" ini adalah ceritaku, kini aku duduk di bangku semester 3 disebuah sekolah tinggi swasta dilingkunganku. Untuk usia ya bisa dibilang aku ini sudah remaja tingkat akhir. Aku menyukai sastra sejak aku masih duduk di sekolah dasar. Berawal dari puisi-puisi dan cerita-cerita fabel yang teramat aku suka.
Perihal kehilangan, ada satu kisah yang selalu aku ingat. Bahkan sampai saat inipun masih membekas kuat dalam ingatanku. Entahlah bagaimana bisa dia membekas kuat dalam ingatanku, mungkin karena ia satu-satunya mantan pacarku yang benar-benar menjadi pacarku di dunia nyata. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang hanya menjadi pacar dunia maya. Ah sudahlah, lupakan sejenak masalah mantan pacar dunia mayaku itu karena saat ini aku sedang tidak ingin membahasnya.
Namanya Yoga, usianya hanya terpaut satu bulan lebih tua dari aku, lelaki tinggi berkulit kuning langsat itu telah berhasil menarikku untuk menduduki posisi penting dihatinya. Entahlah, bagaimana awal ceritanya hingga aku benar-benar bisa jatuh cinta kepadanya. Bermula dari sebuah grup WhatsApp yang dibuat oleh dosen kami untuk menyalurkan informasi terkait hal-hal yang berhubungan dengan penerimaan mahasiswa baru tahun 2017 lalu. Saat semuanya mulai memperkenalkan diri.
"Assalamualaikum, salam kenal semua, perkenalkan nama saya Yoga, saya tinggal di kecamatan Kedewan Bojonegoro," jawabnya singkat.
Kemudian tanpa menunggu lama aku langsung membalas pesannya.
"Waalaikumussalam, salam kenal Mas, perkenalkan nama saya Emilia, saya tinggal di kecamatan Bojonegoro, gang ngalimun lebih tepatnya, adakah yang rumahnya berada di gang ngalimun?" tanyaku saat itu
Tanpa diduga Yoga membalas pesanku lagi, taukah kalian apa isi dari pesan tersebut?
"Loh kamu gang ngalimun sebelah mana? Ledok Wetan atau Ledok Kulon?"tanyanya.
"Aku Ledok Kulon Mas, ada apa ya?"jawabku.
"Aku domisili di Ledok Wetan, rumah kamu sebelah mana ya?"ucapnya.
"Rumahku depan kost-kostan Mas,"jawabku.
"Lah deket dong, aku depan butik selatan perempatan itu loh." sambungnya menjelaskan alamat.
Percakapan terhenti setelah dosen memberi pengumuman terkait perlengkapan yang harus disiapkan menjelang test. Hanya sesingkat itu tidak ada chat lagi setelahnya. Hingga suatu siang, ada nomor baru yang mengirim chat kepadaku tahukah kalian siapa pengirim chat tersebut? Iya, Yoga yang mengirimnya.
"Assalamualaikum, selamat pagi Dek Emilia," ucapnya.
"Waalaikumussalam, mohon maaf ini siapa ya?"tanyaku.
"Ini Yoga Dek,"jawabnya.
"Oh, Mas Yoga. Iya ada apa ya Mas?"ucapku.
"Hehe, nggak ada apa-apa sih, cuman pengen chatan aja,"jawabnya.
Yoga menurutku adalah tipe pria yang perhatian dan setia. Ia selalu ada saat aku membutuhkannya. Hingga seiring berjalannya waktu, dia menyatakan rasanya kepadaku.
"Dek, Mas cinta sama kamu, Mas pengen kamu jadi pacar Mas, kamu mau nggak?"ucapnya.
"Hah, Mas serius?"jawabku.
"Iya, aku serius Mil, aku cinta sama kamu,"katanya
"Tapi Mas, kita belum pernah ketemu,"jawabku.
"Aku nggak peduli, aku sayang kamu. Aku kamu jadi pacarku," ucapnya.
Tahukah kalian bagaimana perasaanku saat itu, bahagia. Hanya bahagia yang kurasa. Baru kali ini orang yang kucintai juga mencintaiku. Aku tak langsung menjawab pertanyaannya. Aku meminta beberapa hari untuk mempertimbangkan semuanya, meminta izin pada Ibu terutama. Iya karena selama ini aku belum diperbolehkan pacaran oleh Ibu, perihal mantanku? Aku hanya bertemu dengan mereka di dunia maya. Jadi yah, amanlah hehe.
"Jangan harap kamu bisa kuliah kalau kamu jadi pacaran sama Yoga."jawab Ibu, dengan mimik wajah yang serius. Ketika aku sudah merasa cocok dengan pria pilihanku, tapi Ibu malah tidak merestuiku, Berhari-hari kuputuskan untuk tidak menghubungi Yoga dulu. Aku dilema. Harus mengikuti hati atau ucapan orang tua.Pada akhirnya di malam Minggu yang cukup lengang saat aku memainkan hpku ada notifikasi pesan WhatsApp dari Yoga,
"Gimana Dek, kamu mau kan?""Aku nggak bisa Mas," jawabku.
"Lah kenapa?"dia bertanya.
"Aku nggak boleh pacaran sama Ibu Mas, lagipula aku bukan gadis yang sempurna,"jawabku sengaja menggantung kata.
"Nggak sempurna? Maksud kamu?"tanyanya penasaran.
Setelah dia bertanya seperti itu, aku mulai menjelaskan sebab ketidak sempurnaanku. Iya, aku tidak sempurna. Terlahir 20 tahun yang lalu dengan keadaan sehat seperti biasa seperti bayi-bayi lainnya, hingga usia 3 bulan kelahiranku. Aku mengalami demam tinggi yang tak turun-turun sehingga Ayah dan Ibu memutuskan untuk membawaku ke dokter. Dan tersentaklah perasaan Ayah dan Ibuku saat itu juga, aku anak perempuan mereka satu-satunya yang hadirnya sangat mereka idamkan sejak lama mengidap penyakit pembesaran kepala yang kata dokter tidak ada pengobatan alternative lain selain operasi. Ku jelaskan detail tentang penyakit dan seluruh kekuranganku.
“Gimana, apa Mas masih mau kalau aku jadi pacar Mas?”tanyaku penasaran.“Dengerin aku, aku nggak peduli gimana keadaanmu sekarang yang penting aku mau kamu jadi pacarku, oh kalau kamu tetep nggak percaya juga. Aku bakal khitbah kamu disemester 7, gimana kamu mau kan jadi pacar aku?”ucapnya.
“Iya Mas, aku mau,” jawabku.
Tapi tunggu dulu apakah saat aku dan Yoga resmi menjadi seorang kekasih kami sudah pernah bertemu? Belum. Kami bertemu saat aku dan dia menjalani tes di sekolah tinggi tersebut. Iya, aku bahagia sekali menjadi pacar Yoga, karena selain tampan dia juga perhatian dan dia tak pernah malu untuk mengakui aku sebagai pacarnya di depan teman-teman kami. Tapi sayang hubungan manis itu berjalan hanya sekitar dua bulan lamanya setelah teman sebangku yang awalnya kuanggap dia sebagai sahabatku hadir dalam romansa kisah indah kami. Aku masih ingat betul bagaimana awal ceritanya, awal keperihan itu hadir dan merusak segala percayaku terhadapnya. Hal konyol, atau ya kalian bisa menyebutnya berlebihan kami sempat bertukar hp saat itu, entahlah untuk apa Yoga mengajakku bertukar hp, dan ternyata taukah kalian apa yang dia lakukan saat hpku ada di genggamannya? Dia tebar pesona kepada seluruh teman perempuanku, dari keempat sahabatku yang belum menikah ada satu orang yang menanggapi pesan Yoga terlalu berlebihan, bahkan saat aku membaca pesan-pesan singkatnya, mereka sudah berjanji untuk pergi berdua. Ah, menyakitkan sekali rasanya.
“Mas, aku mau tanya sama kamu,” ucapku.
“Tanya aja kali, serius amat mukanya,”jawabnya.“Mas, suka ya sama Fia?”tanyaku.
Dia tampak terkejut, namun wajahnya kembali normal seperti biasa kemudian memegang kedua tanganku sambil berkata.
“Dek, maafin Mas ya Mas nggak bisa tepati janji Mas, kita masih bisa berteman kan?”ucapnya.
“Iya Mas.” ucapku sambil menahan tangis.Selesai, hanya dua bulan kami menjalani hubungan. Awalnya kami putus baik-baik, tapi seminggu setelahnya Yoga menghubungiku kembali, berbeda dengan biasanya. Perkataan Yoga terlalu kasar, bukan seperti Yoga yang dulu aku kenal. Benar-benar berbeda, ia selalu saja mengenal pacar barunya kepadaku. Bukan sekali tapi berkali-kali, bahkan bisa dibilang aku hampir gila karena masalah itu, harus absen kuliah karena aku terlalu sakit untukku memandang wajah teduh nan sadis itu. Iya benar-benar hampir gila aku dibuatnya, muka pucat pasi dengan air mata terus membasahi pipi.
Saat itu ku temukan seorang merubah hidupku sampai kini sebut saja namanya Nyafa, ia yang menuntunku ke dalam indahnya hidayah Allah pada hamba-Nya yang mau kembali kedalam jalan yang diridhoinya, dia mengajakku untuk mengikuti hafalan dan kajian. Setelahnya aku baru paham, bahwa Allah akan mempertemukan hamba-Nya dengan sebuah kesalahan agar kelak tak salah jalan. Kehilangan Yoga bukan suatu hal yang perlu disedihkan. Karena setelah kehilangannya aku jadi paham arti sebuah keikhlasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Terbaik
Short StoryTentang Arti Sebuah Kesetiaan dan Hijrah Yang Sebenarnya