Ada beberapa dari kita yang memilih untuk tetap diam atas apa yang terjadi, namun ada juga yang memilih untuk tetap bersuara walau tak ada yang mendengar.
Pagi itu suasana rumah sangat tidak nyaman, Difa yang hendak sarapan sebelum berangkat ke sekolah tidak ada melihat siapapun di meja makan, baik itu ayah, ibu, maupun adik adiknya. Akhirnya Difa memutuskan untuk tidak sarapan dan segera menyandang tas nya lalu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit pada mereka. Difa berjalan kaki menuju sekolah dengan raut wajah yang masam dan kusut.Namun sebelum sampai disekolah ia bertemu dengan luthfi sahabat barunya semenjak ia duduk di bangku SMA."Difaa" pekik luthfi dari kejauhan.
Sontak Difa langsung melihat kearah suara yang memanggilnya tanpa ekspresi apapun.
"Hai Dif, tumben lo jalan kaki? mana ayah lo kok nggak bareng sih? Oh iya itu muka kenapa ditekuk tekuk habis kalah main lotre lo ya?" tanyanya pada sahabatnya yang sejak tadi terlihat murung.
"Ufi, lo bisa diam nggak sih fi, ini masih pagi jangan bikin mood gue tambah berantakan kenapa, lagian muka gue udah begini sejak lahir, mending lo diam aja yaa sebelum gue marah sama lo" tutur Difa dengan nada ketus.
"yaelah buk, masih pagi tu ya senyum kek, semangat kek, lah ini boro boro semangat, senyum juga kagak, atau lo lagi PMS yaa? Hahaha"
Sontak ketawa Luthfi membuat Difa semakin marah, ia berjalan dengan cepatnya sambil meninggalkan Luthfi dibelakangnya.
Entah lah pagi ini Difa sangat jengkel sebab ayah dan ibunya masih saja ribut tentang hal yang memang tidak perlu dipeributkan. Jika pun seperti itu, permasalahan kan sebaiknya dibicarakan dengan baik baik agar menemukan solusinya bukan saling diam tanpa kata seperti itu.
Fikiran Difa campur aduk selama perjalanan menuju kesekolah ditambah lagi dengan tingkah sahabatnya si luthfi, semakin membuat difa tak bersemangat untuk kesekolah. Sesampainya disekolah Difa langsung menuju kelas dan meletakkan tasnya di laci meja, lalu pergi ke koridor kelas sambil menunggu bel berbunyi. Luthfi yang tadi ditinggal Difa pun telah tiba juga di sekolah dan segera meletakkan tasnya juga ke kelas dan menyusul sahabatnya yang satu itu ke koridor.
"Gilak, lo robot atau apa sih dif? Cepet bener lo jalan, heran gua" Tutur luthfi dengan napas terengah engah sebab mengejar Difa.
"aahg lo lagi, lo lagi, bisa nggak sih fi lo tu sehari aja diam, nggak usah tanya ini tanya itu ke gue, capek gue panas ni telinga gue dengerin pertanyan pertanyaan lo, lagian ya lo tu kalo nanya jangan diborong semua, satu satu pak" ucapnya sambil mengelus kepala Luthfi.
"yaa maaf gue kan emang gini sejak lahir, lo kan tau dif, habisnya lo mukanya manyun mulu dari tadi, mules perut gue liatnya, pen gue timpuk tu muka, lagian lo kenapa? Lagi ada masalah ya dirumah?"
"hahaha iya iya sorry, gue lagi sebel ni sama orang dirumah, bosan gue mereka ribut mulu, lagian hal yang diributin tu nggak penting penting amat"
"yaelah dif, setiap orang juga punya masalah kali, cuma mereka bisa menyesuaikan sekitar, maksudnya kalo masalah dirumah ya jangan lo bawa bawa kesekolah lah dif, lagian ya kasian yang nggak ngerti sama keadaan lo kan pasti kena imbasnya juga, ya contohnya kaya gue pagi ini ditinggalin gitu aja."
"yaelah lo mah nggak asyik, gue kan udah minta maaf sama lo fi, masa iya gitu aja lo ngambek, udah kaya cewek aja lo ngambekan, hahaha."