Bab 2.1

91 24 60
                                    

Hanya mengulas cerita dari masa laluku. Dia, satu-satunya lelaki yang pernah hadir dan bertamu begitu lama. Hampir lima tahun, lebih tiga bulan.

Tak ada yang salah, kami berpisah karena kebodohanku yang dikalahkan dengan rasa bosan. Semudah itu, mengusirnya secara halus untuk tidak bertamu terlalu sering. Dan akhirnya, dia menuruti.

"Apa baiknya kita akhiri aja?" Dapat kurasakan tubuhnya menegang, kala kalimat itu terucap mulus dari mulutku.

Laki-laki yang tengah mengendarai motor dengan aku yang duduk manis di belakangnya, masih saja diam. Tidak menanggapi.

Lama, keheningan menyelimuti kami. Angin malam yang cukup dingin, masih mampu menembus jaket yang kupakai saat ini. Seolah memperkuat suasana canggung di antara aku dan dia.

Dia tetap pada pendiriannya, diam. Tak menoleh, hanya terus memegang kedua tanganku—yang tengah mendekapnya di sepanjang jalan—dengan tangan kirinya.

Pada akhirnya, dia membuka suara,terdengar lirih dan menyedihkan. "Menurutmu?"

Kali ini, gantian aku yang diam. Berpikir kalimat seperti apa yang bisa mengakhiri hubungan ini cepat-cepat, tapi tidak sampai menyakiti terlalu banyak.

"Kamu tidak serius, aku tahu," ucapnya tiba-tiba, dengan kekehan yang dipaksakan.

Aku menggeleng, makin mengeratkan pelukanku diperutnya. Membenamkan kepalaku pada punggung tegapnya. "Kali ini, aku serius."

Aku tidak tahu lagi, berada di antara ingin lepas dan tidak tega. Rasanya aku mau menangis saja.

"Perasaanku, sudah tidak seperti dulu... Ta." Kalimat itu, kalimat terakhir dari mulut sialanku, menjadi akhir dari hubungan kami.

Aku meringis ngilu ketika sepintas bayangan masa lalu itu lewat tanpa permisi, seolah mengingatkanku bahwa aku yang lebih dulu meminta pergi.

Dan herannya, aku yang melepaskan, aku juga yang merasa kehilangan. Itu salahku memang, merusak bunga yang sedang mekar-mekarnya. Rasanya aku ingin kembali, ingin menampar diri, agar berhenti mengucapkan kata yang menyakitkan.

Berhenti bodoh, laki-laki itu terluka banyak karenamu!!!

Tapi saat itu aku terlalu naif, dan lebih memilih melanjutkan, dengan tujuan, membuatnya pergi sejauh mungkin.

Sekarang dia sudah benar-benar pergi, tapi kenapa aku tidak merasa senang?

***

"Ayolah Ra, aku mengajakmu jalan-jalan bukan ingin melihat tampang murung tak berujungmu itu!" Lagi-lagi suara Alika, yang menyadarkanku dari lamunan.

Hari ini, kita memang tengah berada di pusat belanja. Sebenarnya aku tipe perempuan yang malas shopping. Membayangkan berjalan kesana kemari mencari sesuatu yang tidak pasti membuatku sudah lelah duluan.

Tapi, aku tidak bisa menolak kalau Alika terus memaksa. Itu menyebalkan.

"Kamu kan tahu, aku bukan shoppa holic. Salahmu, mengajakku kesini."

"Temani aku cari dress untuk datang diulang tahun Bagas, Ra." Aku memutar bola mata mendengar ucapannya.

Kupikir, bajunya bahkan sampai tak muat dalam satu lemari, tapi dia masih bingung mencari gaun untuk datang ke sebuah pesta ulang tahun? Hah... Terkutuklah semua perempuan dengan segala sifat ruwetnya.

Menurut kalian, apa aku berlebihan? Pasalnya kakiku terasa mau copot. Pegal sekali. Sudah hampir setengah jam aku dibuat berkeliling pusat perbelanjaan oleh Alika, ditarik ke sana ke mari. Dia sih terlihat semangat sekali, seolah tak menyadari raut wajahku yang tampak dongkol.

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang