Tampak Atmosfer mencekam disebuah mobil yang melaju cepat diantara kendaraan yang berlalu lalang.Sherin mendesah pelan. ia lelah. Sangat!
"Jangan lo sangkutkan masalah itu Vi!" lesu Sherin.
"Gue cuma melakukan apa yang diamanatkan kakak gue Rin," jelas Arvi.
"Jangan buat gue merasa terjepit sedangkan posisi gue disini Korban Vi!" tegas Sherin.
"Gue gak mau jadi adik durhaka yang gak menjalankan amanat dari Kaka gue Rin!" Jujur arvi.
"Tapi dengan cara lo seperti itu gue seperti terkekang Vi!" teriak Sherin. Sudah cukup kesabarannya habis.
Tangan Arvi mencekeram stir mobil kuat,"Lo lupain Kakak gue secepat itu Rin? Kakak gue berjuang mati-matian disana."
Sherin memandangi senja di sore hari sambil menerawang jauh,"itu yang gak gue suka sama Arvi. Kalau gue gak cerita dia langsung tuduh yang gak jelas."
"Diam-nya lo berarti iya," ketus Arvi.
"Ada batasnya privasi Vi! Gak semua bisa dibuat berbagi," jelas Sherin dingin.
Mobil Arvi berhenti tepat didepan rumah minimalis lantai dua. Ia langsung keluar tanpa mengucapkan satu kata pun.
Mobil Arvi berlalu cepat menjauh dari rumah Sherin. Semakin mengecil dan hilang dari penglihatan Sherin.
Sherin mendesah pelan. Lalu masuk kedalam rumah.
"Assalamualaikum, aku pulang," teriak Sherin.
"Adek cepetan mandi gih, dandan yang cantik. habis ini ada makan malam sama rekan kerja ayah," jelas Mila.
"Iya bun," jawab Sherin lalu naik keatas menuju kamarnya.
"STOP!" ujar Fathur tiba tiba menghadang jalan Sherin. Membuat ia berhenti.
Sherin menghela napas pendek.
"Kenapa bang? Gue mau mandi badan udah lengket dari tadi," dengus Sherin.
Fathur tersenyum manis kearah Sherin,"Bawa makanan gak?"
"Makanan? Yang ada masalah iya!" Ketus Sherin. Lalu berjalan kearah kamarnya.
"Dasar adek durhaka. Gue kutuk lo jadi Medusa. Eh- gak biasanya dia kayak gitu. Pasti ada masalah. Apa gue tanya Arvi aja ya?" gumam Fathur.
"Iya gue harus tanya Arvi," ujar Fathur sambil menyalakan ponselnya.
"Abang!" Panggil Mila dari bawah.
"Iya bun," jawab Fathur tidak kalah keras. Sambil menyimpan ponselnya ke saku.
"Kesini sebentar, bantuin bunda," teriak Mila.
Fathur berjalan menuju pijakan tangga,"Iya bun. Anak berbakti mu ini akan siap sedia membantu."
----
Aldi memandang langit dari balkon kamarnya. Seharusnya dia menolak. Hatinya mengatakan tidak menolak sedangkan otaknya mengatakan iya tolak aja. Selalu hati dan otak tidak dapat sejalan.Aldi mengacak rambutnya frustasi. Lalu masuk kedalam. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas.
Dia harus menolak permainan itu.
Pintu kamar Aldi terbuka. Terlihat wanita paruh baya berjalan kearah Aldi.
"Abang turun! Makan malam dulu," titah Anila. Mama Aldi
Aldi tersenyum kearah mamanya,
"Mama kapan pulang?""Kita lanjutin dimeja makan aja. Makanan-nya nanti keburu dingin loh," ujar Anila sambil berjalan keluar kamar. Aldi menggangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME!
Teen Fiction#Humor√romance√family√ [Update seminggu tiga kali] "permainan ini yang membuat antara aku dan kamu ada kita" unknown "Rasa ini terbentuk karena sebuah permainan?" unknown Kisah klise tentang dua hati yang berlomba-lomba saling melepaskan. Seakan-ak...