Aku

59 7 10
                                    

Aku menatap meja di ruangan ini yang rata-rata kosong. Juga melihat cangkir kopi ku yang kosong. Melihat atap ruangan yang tembus pandang. Atau melihat orang-orang yang lalu lalang di luar melalui jendela besar di samping ku. Aku melihat semuanya kecuali seseorang di depan ku.

Kita sudah duduk satu jam lamanya. tapi tak ada satu patah kata apapun keluar dari mulutnya. Aku ingin berkata, tapi aku tak tau mau berkata apa.
Akhirnya, kita hanya duduk dengan pikiran masing-masing. Entah aku tak tau apa yang dia pikiran. Tapi aku tau, dia mengetahui apa yang aku pikirkan. Karna otakku tak akan jauh jauh dari memikirkannya.

Sialnya, mataku tidak bisa di kondisikan. Dengan kurang ajar nya, dia meneliti wajah seseorang di depan ku. Memperhatikan dengan serius. Mulai dari alis, mata, hidung, sampai bibir nya yang halus. Ah dia benar-benar sempurna. Begitu kata otakku. See, otak dan mataku memang kurang ajar!

Mungkin dia merasa di perhatikan, dia melihat ku sekilas. Aku yang belum sempat menghindar, tak sengaja bertemu dengan matanya yang indah.
Aku memalingkan penglihatan ku ke arah meja, lebih tepatnya ke tangan nya yang sedang mengetuk-ngentuk meja. Tuk tuk tuk tuk tuk. Begitu bunyi nya. Teratur, tak terburu-buru. Dia ingin menyampaikan sesuatu. Batinku mengatakan seperti itu. Aku bukan cenayang. Aku hanya pernah belajar tentang ilmu psikologi.

Aku tak mengerti jalan pikirannya. Beberapa hari yang lalu dia bilang ingin bertemu. Rindu katanya. Banyak yang ingin dia sampaikan tanpa perantara pesan.

Tapi dia diam seakan tidak mengerti apa yang ingin dia sampaikan.
Aku sungguh bingung dibuatnya.

"dia diam atau sedang berkata lewat hati ya? Apa dia ingin menyampaikan sesuatu lewat intuisi?" Batinku.

"Jangan-jangan dia kebelet pipis terus gak enak ngomong nya, atau dia sudah berubah jadi psikopat berdarah dingin. Hii serem" lanjutku. Yang tentu saja masih dalam batin.

Aku tau dia bingung. Tapi aku juga bingung. Aku sibuk memiliki rentetan kata yang sebenarnya telah tertulis di otak. Tapi lidahku kelu bak membisu.

Setelah lebih dari satu jam lamanya hanya diisi suara detak jarum jam, aku mampu mengeluarkan sebuah kata.

Sebuah kata bodoh lebih tepatnya.

" Hai" ucapku dengan lirih.

Ah bodoh. Kenapa kata itu yang ku ucapkan. Dia sempat tersentak. Melihat ku dengan mata yang melebar.

"Hai juga" jawabnya yang tak kalah lirih.

Kemudian kita kembali terdiam. Tak ada yang berniat membuka percakapan. Memperhatikan jarum jam yang makin lama makin terdengar meski ruangan ini sangat sesak. Mungkin satu jam lagi aku akan bertanya "sudah makan?"

----------1------------


Hai Hai Hai
Author baru nih hehe
Mohon di sambut jangan di sambit 😂
Maaf ya kalau ceritanya gak jelas Atau typo nya tidak bisa di kondisikan. Gue cuma manusia biasa yang mirip bidadari 😂

Semoga cerita ini ada yang baca 😂

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang