Dave dan Risya tengah sibuk dengan dunianya masing-masing. Saat ini mereka ada disalah satu pusat perbelanjaan. Risya sibuk mencari kira-kira judul buka manakah yang akan menarik perhatiannya kali ini, sedang Dave fokus mengamati bagian rak berisikan Al Quran yang tertata rapi dengan berbagai warna dan tampilan yang berbeda, meski hakikatnya isi Al Quran itu-itu terus sejak zaman diturunkannya, tetap saja memilih yang terbaik menjadi kesulitan tersendiri bagi Dave. Sampai akhirnya, pilihannya jatuh pada Al Quran dengan tampilan cukup sederhana dipercantik warna soft pink dan tali pengikat yang sebenarnya hanya model semata bertambah cantik dilengkapi pita kecil. Cantik dan sederhana. Itu yang terlintas di benak Dave saat memutuskan memilih itu.
Setelah membayarnya ke kasir, Dave meletakkan Al Quran itu ke dalam tas kerjanya yang ternyata masih setia ditentengnya hingga ke dalam toko buku ini. Dia menghampiri Risya yang masih belum memegang satu buku pun, terlihat dia masih sibuk menimbang satu per satu judul yang tertangkap indra penglihatannya. Begitu fokus hingga ia tidak menyadari keberadaan Dave di belakangnya.
“Pusing banget milih bukunya,” seru Dave.
“Ngagetin aja kamu, iya nih aku bingung mau beli yang mana Dave,” terpancar jelas air muka Risya yang kebingungan.
“Kamu nggak ada list buku yang pengin kamu beli bulan ini ya?” Risya mengangguk. “Ya udah kamu pilih yang ada di rak ini. Atau bisa juga di rak sebelah, di sana aku lihat banyak buku motivasi Islam.”
Risya menunjuk tiga buku bergantian. “Yang ini, itu apa yang sana?” ucapnya berulang kali.
“Ambil ketiga buku itu Sya, bawa ke kasir gih!”
“Aku nggak ada list buku bulan ini Dave, nggak mungkin aku langsung beli tiga, itu sangat melenceng dari list belanjaanku bulan ini.” jika bisa berkata jujur, kali ini Dave mengakui kembali jatuh dalam hal positif yang Risya tunjukkan.
“Aku yang bayarin, ambil aja.”
“Tapi Dave...”
“Ambil aja lagi, susah amat,” titah Dave.
Risya dengan cekatan mengambil ketiga buku yang sedari tadi memang menarik perhatiannya. Buku motivasi Islam. Itu jenis buku yang menjadi pilihan Risya kali ini.
Segera dibawa buku itu ke kasir, Dave kemudian mengeluarkan beberapa lembaran uang berwarna merah dari dompet kulit miliknya.
Kasir yang manis dengan kulit kecoklatan tersenyum ke arah mereka berdua, terlebih saat menerima ternyata Dave yang membayar buku yang diletakkan Risya. “Pacarnya ya Mas?”
Dave tersenyum simpul.
“Bukan Mbak, calon istri.” kata Dave santai.Si Mbak-mbak kasir manggut-manggut. “Oalah. Semoga lancar sampai nikahannya ya,” ucapnya mendoakan.
Risya diam saja, tidak tahu mau memberi tanggapan apa yang jelas saat ini hatinya tengah diselimuti rasa yang aneh.
Tanpa sadar melamun, mencari tahu apa yang sebenarnya tengah dirasakannya, Risya baru sadar saat Dave mengibaskan tangan di depan matanya. “Hei... Kamu kenapa?” seru Dave yang sedari tadi diabaikan Risya.
Risya sedikit tersentak dari lamunannya.
“Aku nggak papa kok, udah bayarnya?”Dave mengangguk.
“Nih, buku kamu.”
Risya tidak langsung menerima kantongan berisi bukunya, membuat Dave kembali bersuara.
“Atau mau aku yang bawain?”
Blush. Pipi Risya tanpa diperintah empunya langsung memerah.
Dengan cekatan Risya mengambil alih kantongan bukunya. “Nggak usah, biar aku yang bawa, kan kamu ada nenteng tas kerja kamu”
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Rasa (END)✔️
SpiritualUpdate tiap senin, rabu, jumat, sabtu! Baca yuk! Kali aja bisa jadi temanmu mengarungi kisah cinta yang abu-abu, sebab belum pahamnya dirimu dengan cinta atas dasar cintamu pada-Nya, Sang Pemilik Cinta. Bukankah romantis jika rasa itu dinamai Cinta...