3 "Bukan dia, Muhammadmu."

60 3 0
                                    

"Dia bukan Muhammad yang juga menaruh hati pada khadijahnya, beberapa ribu tahun silam. Muhammadmu bukan dia, mungkin ada Muhammad lain yang sudah Allah pilihkan untukmu."

***

Dua sahabat sedang menikmati minggu paginya, Anisa dan Alifa. Masing-masing sibuk dengan aktifitasnya. Anisa yang mudah bosan mulai menjahili Alifa yang masih khusuk dengan buku dairynya. Bukan dairy sih lebih tepat disebut "tag book", semuanya materi kuliah, uneg-uneg berjubel disitu. Semacam buku tugas, tapi sebutlah agenda. Ah suka-suka lo lah thor.

Secara diam-diam Anisa mendongakkan kepala ke arah buku yang sedari tadi diamati Alifa. Bukan apa, dia hanya penasaran. Minggu-minggu gini, sahabatnya masih berkutat pada tugas mulu.

20 detik, mulus ia baca serangkai kalimat, "Tertunduk tak berani saling menatap, tapi hati telah bersentuhan".

Sekali baca hafalah Anisa, sontak dia langsung merebut buku Alifa dan menutupnya rapat.

Alifa hanya menatap heran kelakuan Anisa.

"lo, sedang jatuh cinta, sama siapa? Kok gak cerita sama gue?"

"eng...nggak, biasa aja"

"heleh, main rahasia-rahasian. Tertunduk tak berani saling menatap, tapi hati telah bersentuhan, apa maksudnya?"

"Nanya sama penyanyinya? Orang itu syair lagu"

"Kok gak pernah dengar?"

"ya iyalah, yang lo dengerin kan lagunya si opa-opa2 korea. Sarang haeyo sarang haeyo. Hhhh"

"Udah nggak kali lif, catet nih ya sabian gambus tuh yang lagi nge hits"

"hemmmm"

"btw, gue mau jujur fa, gue..."

"lo jatuh cinta?"

"enggak tahu fa, tapi ada seseorang yang ngebuat jantung ini tidak mau berdetak pelan saat di dekatnya. Fikiran ini tidak mau lepas dari memikirnya, hati ini tidak mau berhenti bahagia saat bertemu dengannya"

"Anisa, lo sedang jatuh cinta, sayank".

"Sepertinya begitu"

"Kok murung, mestinya bahagiakan?"

"Aku tidak akan pernah jatuh cinta, bila aku tahu hasilnya sesakit ini, saat cinta itu bertepuk sebelah kaki"

"kok kaki sih Sa, bukannya tanggan ya? "

"Apapun istilahnya sama saja fa, sakit. Aku nekat menemuinya dan mengatakan seluruh isi hatiku, tapi dia tidak berucap apapun. Dia cuma diam, seolah aku tidak pernah ada. Padahal aku datang mempertaruhkan harga diri dan rasa maluku. Aku datang, siap dengan segala jawaban, bahkan aku siap dicaci. Tapi diamnya sungguh menyakitkan. Dia tidak pernah menganggapku ada Fa."

"Bukan salahnya Sa, bila dia memilih diam. Itu haknya dia."

"Jadi yang salah aku Fa?, aku hanya belajar menjadi khadijah yang berusaha mendapatkan Muhammadnya."

"Kamu tidak salah Sa, tapi jika dia bukan Muhammadmu, apakah kau akan bersi keras memaksakan kehendakmu? Dia bukan Muhammad yang juga menaruh hati pada khadijahnya, beberapa ribu tahun silam. Muhammadmu bukan dia, mungkin ada Muhammad lain yang sudah Allah pilihkan untukmu."

"Aku ingin Muhammadku dia Fa"

Alifa membuka tangannya, "sini kupeluk"

"Tapi dia mungkin sudah memilih khadijahnya Sa, dan itu bukan kamu. Jadikan ini pengalaman, jangan ceroboh lagi, selamatkan hatimu dari rasa sakit yang tidak perlu. Yang kau sebut cinta itu, berikan pada Muhammad yang bersedia mengahalalkanmu, kelak"

"Kau benar Fa, rasa sakit ini adalah hukuman Tuhan karena aku telah melewati batasku. Menurutmu apakah Tuhan akan mengampuni kecerobohanku kali ini?"

"Jangan ragu, ampunan Tuhan. Siang dan malam, dia menunggu taubat kita"

"Kau tahu lagu yang kutulis tadi Sa, itu lagu dari seseorang yang aku minta kepada Allah untuk menjadikannya Muhammadku, tapi dari syair itu jelas bahwa dia telah bertemu khadijahnya"

Minggu mulai menengah, kedua sahabat itu masih belajar tentang bagaimana ikhlas, "melepas sesuatu yang bukan takdirnya".

-------------------------------------------------------------
Assalamu'alaikum, terimaksih yang udah baca sampai bagian ini, semoga bermanfaat. #votmen ya💟

Ariana's QuoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang