Shiori begitu labil dan impulsif. Cerita ini adalah salah satunya.
Sudah dua kali di edit dan pada akhirnya dirombak total karena beberapa hal. Mungkin readers yang pernah membaca cerita ini juga pasti ingat, judulnya berbeda.
yups, setelah melewati banyak renungan, Shiori memutuskan merubah total semuanya kecuali tokoh yang memerankan karakter dalam cerita ini.Semoga kalian suka dengan versi baru ini. Maafkan Shiori yang labil dan impulsif dan terima kasih.
Teruntuk Kievlamp yang kemarin terakhir komunikasi menanyakan tentang cerita ini. So, this is for you dan semoga saya tidak labil lagi untuk menyimpan cerita ini sendirian.
Enjoy
...
No one can hate you with more intensity than someone who used to love you - Rick Riordan
Pameran senjata yang tadinya berlangsung dengan penuh suka cita dan kekaguman kini berubah menjadi penuh kengerian. Segerombolan kelompok teroris menyandera para tamu undangan yang hadir dalam pameran senjata yang diadakan oleh Traynor Industries. Termasuk presiden direktur dan wakilnya yang kini memakai rompi bom. Gedung pameran yang berada di pusat kota Los Angeles itu-pun kini ditutupi oleh garis polisi yang dijaga oleh tim S.W.A.T dan polisi yang mengenakan pakaian khusus. Beberapa orang yang tadinya menjadi sandera berhasil keluar dan dipandu oleh tujuh orang yang mengenakan pakaian berwarna hitam seperti S.W.A.T dengan symbol yang berbeda.
"Sejak kapan FBI turun tangan?" seru salah seorang anggota S.W.A.T
"Mereka bukan FBI, mereka satuan khusus dari Militer yang tidak pernah diketahui namanya." jawab Hondo yang merupakan Captain dari pasukan S.W.A.T.
"SEAL?"
"Bukan."
Salah seorang sandera yang telah dilepaskan ikatan di tangannya kini berdebat dengan salah seorang pasukan berbaju hitam –yang disebut sebagai tim siluman. Hondo yang melihatnya segera mendekat dan berniat untuk melerai perdebatan tersebut karena sandera yang seorang pria berusaha untuk memukul salah seorang pasukan berbaju hitam.
"Sialan kau Albert! Aku mempercayaimu untuk menjaga adikku, bukan menjadikannya sepertimu!"
"Hei." seru Hondo. "Calm Down. Ini bukan waktu yang tepat untuk berkelahi Sir."
"Kau tidak tahu apa-apa. Sebaiknya kau menyingkir Sersan. Biarkan aku membunuh orang sialan ini."
"Membunuhku tidak akan merubah apapun, Alex." seru pria bernama Albert yang mengenakan seragam berwarna hitam. Siapapun tidak bisa melihat wajahnya, hanya mata berwarna hitam yang terlihat. "Captain, kami membutuhkan bantuanmu. Dua orang timku masih disana dengan sandera yang tersisa. Kita harus segera membebaskan para sandera yang tersisa sebelum para teroris itu menghancurkan gedung ini." Hondo segera berlalu meninggalkan dua orang yang sedang bersitegang tersebut dan memberikan komando pada timnya sesuai dengan perintah Albert.
"Kami akan menjaganya, Alex." lanjut Albert yang kembali memberi kode pada para timnya untuk kembali masuk ke dalam gedung.
Di dalam gedung, dua orang berpakaian hitam tengah bersembunyi di balik dinding mengamati para teroris yang sedang meminta tebusan kepada pemerintah melalui video conference. Dua orang yang merupakan pimpinan Traynor Industries memakai rompi bom, sedangkan terdapat tiga sandera yang berjenis kelamin laki-laki, satu diantaranya terlihat babak belur –kemungkinan dianiaya oleh para teroris.
"Kita kehabisan waktu. Mereka akan tetap menghancurkan gedung ini dan membunuh dua sandera itu. Pemerintah Amerika Serikat tidak akan mengambil resiko untuk menuruti kemauan mereka. Kita harus bergerak sekarang." seru salah seorang dengan suara khas perempuan.
"Terlalu beresiko Rose, si otak itu akan menekan bomnya. Bom di lantai tiga akan meledak disusul dengan bom yang dipakai oleh kedua sandera itu."
"Kita menunggupun mereka tetap akan meledakkan lantai ketiga. Mereka akan menggertak pemerintah untuk melakukan apa yang mereka minta. Aku tahu komplotan ini, mereka anak buah Farouk. Mereka akan melakukan apapun meskipun itu harus membunuh mereka sendiri."
"Rose, John, kami sudah di dalam. Selamatkan para sandera. Tim anti gegana sudah berada di lantai tiga dan menjinakkan bomnya. Kami sampai dalam tiga menit."
"Copy that!" seru kedua orang yang bersembunyi tersebut.
Baku tembak terdengar dari lantai empat dan tidak lama kemudian terdengar bunyi ledakan yang sangat besar hingga memecahkan kaca gedung di sisi barat lantai empat hingga asap hitam mengepul dengan keras. Masyarakat yang berada di bawah gedung yang ketakutan segera diamankan. Tim polisi mulai berdatangan bersama dengan militer yang juga sudah berdatangan dan segera masuk ke dalam gedung. Pemadam kebakaran didatangkan untuk memadamkan api yang muncul di sisi barat lantai empat.
"Mana kakakku?! Apa yang sudah kalian lakukan?!" seru seorang sandera dengan wajah babak belur dan tubuh yang penuh luka lebam berusaha merangsek masuk ke dalam gedung dengan lantai keempat dan ketiga yang mulai runtuh. "Ayah dan kakakku masih di dalam! Cepat selamatkan mereka! Cepat!"
Tubuh lebamnya terus berusaha masuk walaupun ditahan oleh dua orang polisi. Wajah lebamnya tidak bisa menutupi air mata yang kini sedang mengalir deras kehilangan dua orang terkasihnya.
"Seharusnya kalian menyelamatkan ayah dan kakakku!"serunya dengan tangis yang masih berderai. "Seharusnya dia menyelamatkan ayah dan kakakku!" serunya kembali sambil menatap tim penyelamat yang mengenakan pakaian berwarna hitam dengan wajah yang tertutup.
Menghiraukan tubuhnya yang penuh luka dan wajah lebamnya, dirinya berjalan penuh amarah dan menerjang salah seorang tim penyelamat berpakaian hitam yang tengah memberikan komando pada pasukannya.
"Anak buahmu sudah berjanji akan menyelamatkan ayah dan kakakku! Tapi lihat! Dia seharusnya menyelamatkan ayah dan kakakku!"
"Mr Traynor kami sudah berusaha semampu kami."
"Tidak!"
"Sir,"
"Katakan padaku dimana dia! Katakan! Dia yang berjanji tapi dia juga yang membunuh ayah dan kakakku! Dimana dia?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
London Fall
General FictionWilliam lelah mencari perempuan yang dianggapnya bertanggung jawab atas kehilangan yang telah dialaminya. Keberuntungan bagi William karena akhirnya dia menemukannya, menemukan Annisa. Rencana telah tersusun dengan matang dan William yakin dendamnya...