Sore yang melelahkan bagi seorang Kiara, yang harus membantu ibunya membereskan rumah. Dengan hot pants berwarna putih juga kaos berwarna biru itu dia berjalan menuju tempat pembuangan akhir di persimpangan jalan.
"Hadeh.. Kagak kelar-kelar ni rumah dibersihin. Kotor mulu dah."ucap Kiara letih. Pasalnya sudah dari tadi pagi dia bersih-bersih rumah, tak memperlihatkan hasil.
"Hah.. Laper nih jadi pen bakso.."ucap Kiara sedikit merengek. Ia pun berbalik untuk pulang namun bahunya dipegang oleh seseorang. Dia pun berteriak kencang.
"Aaaa!!! Kunti!! Jan mkn gua!!"teriakan Kiara membahana di langin Bandung yang masih panas walaupun matahari sudah hampir sembunyi itu.
"Oiii!!! Kalo teriak kira-kira kutil. Telinga gua rasanya guling-guling nih."ucap cowok yang tak lain adalah Revan.
Kiara yang tadinya kaget dan mengeluarkan suaranya yang memekakkan telinga Revan pun terdiam setelah mendengar suara teman kecilnya yang kini bak pangeran berkuda. Jujur saja Kiara menaruh rasa pada Revan. Revan itu tampan. Dengan alisnya yang cukup tebal, hidung bangir, dan mata indahnya yang selalu membuat Kiara luluh. Namun satu yang Kiara tau bahwa cintanya tak terbalaskan. Sebenarnya juga Kiara tak pernah mengungkapkan rasa dihatinya. Dikarenakan ia tidak ingin merusak persahabatan mereka sejak lahir, selain itu juga Kiara malu.
"Eh lu Van, ngagetin amat si gua kira lu kunti. Hehe!"ucap Kiara nyekir bak kuda.
"Somvlak lu. Nih gua bawain Bakso Pak Uda."kata Revan sembari memajukan tangannya menunjukkan 1 bungkus plastik berisi 2 bakso yang masih hangat itu. Kiara memang biasa dibelikan bakso oleh Revan karena Revan adalah tipe cowok mandiri. Keluarganya sederhana saja dan Revan adalah anak tunggal.
"Wahh!! Makasih yak. Tau ae lu h pengen bakso"ucap Kiara tersenyum cerah.
"Iya dunk gua pan pekaan orgnya. Cogan lagi. Yakan? Yakan??"kata Revan sembari mengacungkan ibu jari dan jari telunjuknya di bawah dagunya. Yang sontak membuat Kiara tertawa.
"Haha!! Pede amat si lu Van. Btw ikut gua kuy mampir ketemu Ibu."ucap Kiara yang memandang Revan dengan jantung yang jungkir balik deg-degan.
"Sorry bat nih Ra, gua kudu cepet balik. Ada urusan."ucap Revan dengan wajah sendu.
"Oh ya deh kagak papa. Gua balik duluan yak. Kagak baik cewek kinclong kek gua magrib-magrib gini sama cowok kutilan kek elu. Ntar gua diculik lagi."ucap Kiara dengan wajah memerah.
"Lah..! Gua kiss nyengir lu."ucap Revan seolah mau menangkap Kiara.
"Huu!! Coba ae kalo bisa."ucap Kiara yang menjulurkan lidah dan langsung berlari. Revan pun mengejarnya. Toh tak apakan bermain sedikit. Mereka tertawa bersama saat Revan dapat menangkap tubuh ramping dan mulus milik Kiara. Tak terasa hujan rintik-rintuk turun yang disusul hujan lebat. Jadi mereka bermain hujan bersama.
"Haha muka lu kenapa pucat gitu Van?"ucap Kiara sedikit khawatir.
"Kagak papa kok cuma kedinginan dikit. Lu balik geh buru. Ntar sakit lagi. Kalo lu sakit gua mesti beliin lu bakso terus dunk"ucap Revan sambil tersenyum memandang Kiara dibalik tetesan hujan.
"Iye iye gua balik. Papay!!"ucap Kiara sambil mendadahi Revan, Revan pun maju dua langkah mengikuti Kiara seolah tak mau jauh dari Kiara. Baru satu langkah Kiara berjalan Revan memanggil dan Kiara sontak menoleh.
"Ap-"mata Kiara terbelalak. Kini wajahnya berada persis didepan dada Revan. Ia melirik keatas untuk melihat Revan yang telah menunduk. Wajah mereka sangat dekat.
"Ra, maafin gua ya."ucap Revan sendu dengan mata yang sedikit memerah. Kiara tak tahu apakah mata Revan memerah dikarenakan ia menangis atau bukan. Namun ia kenapa juga Revan menangis seingatnya dia tak melakukan kesalahan. Juga tetesan air hujan yang terus turun menyulitkan pendapatnya. Belum sempat ia bertanya kenapa, namun Revan telah berlari menjauhinya. Meninggalkan Kiara dengan sejuta pertanyaan yang membutuhkan jawaban.Hae gaes gua pemula nih
First story uga:)
Vote and comment yak
Jan lupa share ke teman2 klian
See you:)
Sorry typo behambur
KAMU SEDANG MEMBACA
ME and My Lonely
Teen FictionYang pergi bukan berarti tak kembali. Yang datang belum tentu tak meninggalkan.