Satu.

86 9 0
                                    

10 Januari 2019


Reina tengah sibuk mendandani dirinya. Ini hari yang sangat penting untuknya! Ia akan melamar pekerjaan disebuah Perusahaan Modeling yang sudah memiliki banyak cabang di tiap kota, dan saingannya bukan main sangat banyak. Ia harus bersaing dengan puluhan peminat. Tapi entah kenapa ia sangat yakin dengan dirinya bahwa dia akan mendapatkan tempat untuk di Perusahaan itu. Dengan bantuan Zaidan, ia membuat CV Lamaran yang lumayan menarik untuk dibaca. Ia tak sia sia menyogok Zaidan dengan makan gratis di Upnormal sembari membantunya membuat CV.

Ia resah, rambutnya harus ia apakan? Catok lurus? Beach wave? Ponytail? Ia jarang sekali memberi gaya pada rambutnya. Ia lebih memfokuskan diri untuk make up di area wajah.

Aah peduli amat! Reina pun akhirnya membentuk rambutnya menjadi sebuah kuncir kuda, dan kembali mengecheck make up nya. Sudah sempurna. Ia memasukan pouch berisi peralatan make up nya, tak lupa parfum Victoria Secret yang baru saja ia beli secara online, juga CV lamaran kerjanya. Ia pun bergegas keluar kamar dan disambut oleh Mamanya yang sedang mempersiapkan bekal selama di perjalanannya


"Roti bakar dengan Nutella?" tanya Reina sambil nyengir

"Roti bakar dengan Nutella, sayangku" ujar mamanya tersenyum dan mengecup kening putrinya


Setelah Reina berpamitan dengan kedua orangtuanya, ia menaruh tas juga CV nya ke jok belakang, sementara ia menaruh bekalnya di kursi sebelahnya. Ia mengecheck sekali lagi tampilannya, mengenakan seatbelt nya dan mengemudi keluar dari komplek rumahnya. Ditengah perjalanan, sambil mulutnya sibuk mengunyah roti bakarnya. Jalanan dari Setiabudhi menuju Dago ini bukan hal yang mudah, belum lagi dengan lalu lintasnya, pengendara jalan yang saling egois untuk saling melaju, Reina hanya bisa geleng geleng kepala. Sempat terlintas di pikirannya untuk menjadi presiden agar ia bisa menertibkan masyarakat agar lebih tertib dan menciptakan suasana aman, nyaman dan tertib, namun keinginan itu ia lupakan segera karna ia tahu menjadi seorang kepala negara itu sulit. Mengatur kepala sendiri saja sudah sulit, bayangkan rasanya bagaimana mengatur ratusan juta kepala? Wah, bisa migrain yang ada. Reina terus terusan melirik jarum jam tangannya. Ia mulai resah. Berbagai macam pertanyaan pertanyaan muncul dan berputar putar didalam kepalanya. 'Bagaimana kalau make up luntur di jalan' 'Bagaimana kalau boss nya tidak menyukai make up nya' 'Bagaimana kalau ia terlambat di hari wawancara' dan sebagainya. Ia mulai panik sedikit, tapi masih berusaha untuk tetap tenang. Ia sempat berfikir untuk menelpon Zaidan, tapi ia hanya takut menganggu Zaidan yang mungkin masih tertidur pulas karena semalaman ia menelpon Zaidan untuk berkeluh kesah akan kekhawatirannya. Zaidan tidak pernah capek untuk selalu mengatakan, "Ayo, lo pasti bisa"


"Bener kata Zaidan. Gue pasti bisa. Gue pasti bisa dapetin pekerjaan ini. Semangat!" gumam Reina sambil tersenyum cerah


—✰


Sesampainya di parkiran, setelah memarkirkan mobilnya, Reina mulai panik lagi. Ugh. Reina terus terusan mengumpat di dalam hatinya, meskipun berapa kalipun perkataan Zaidan berputar putar di dalam otaknya, tetap saja ia masih merasa ragu akan dirinya. Ia pun akhirnya menghela nafas panjang, ia melirik pantulan wajahnya di cermin sambil menganggukan kepalanya sedikit. "Ayo, Rei, kamu pasti bisa".

Setelah cukup lama meyakinkan dirinya, ia pun keluar dari mobil dan tak lupa ia mengunci mobilnya. Ia pun meyakinkan langkahnya untuk berjalan ke dalam gedung dan tak lupa ia berjalan ke arah front office. Setelah menanyakan ruang untuk interview, ia pun dengan mantap berjalan ke arah lift, menekan tombol dan menunggu hingga pintu lift terbuka. Kemudian tepat di sebelahnya berdiri seorang pria. Anehnya pria itu malah tersenyum, Reina bisa lihat jelas dari sudut matanya

Hold me, stillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang