CHAPTER 8: Next(2)

248 37 0
                                    

“Aku tidak pandai berbasa-basi. Jadi... Apa kau mau menikah denganku?”

Gadis itu terkejut dengan perkataan Eunkwang yang tiba-tiba. Tidak mungkin dirinya salah dengar selagi semua diucapkan dengan jelas. Ini membuat detaknya melaju dengan cepat. Sejenak ia meneliti pria diam yang masih tertunduk itu. Sama sekali tidak ada gurauan disana, wajahnya benar-benar serius dan terlihat tidak nyaman.

“Aku serius... Maukah kau menikah denganku?” ucapnya lagi masih dengan posisi yang sama.

Oppa mian...

“Hentikan!!!” pekiknya memotong ucapan Sena.

Ia memberanikan diri menatap gadis itu. Nafasnya yang memburu seolah menjadi tanda atas kekhawatiran yang selalu terlintas.

“Aku tahu kau tidak akan menerimaku karena perbedaan kita. Tapi... Jika aku seorang muslim apa kau mau menerimaku?”

Seketika keduanya diam. Kecemasan Eunkwang kali ini bukan tentang penolakan melainkan harapan. Ia menginginkan sebuah harapan pasti sehingga dirinya dapat berjalan dengan yakin tanpa harus bertanya bagaimana.

“Berapa lama aku harus menunggumu? Mianhae... Aku hanya tidak ingin bergantung pada hal yang belum pasti terjadi. Aku terlalu takut untuk terluka. Menunggu terlalu lama akan membuat diriku terluka sendirian dan aku tidak mau seperti itu”

“Lalu, tidakkah ada harapan sedikit saja?”

Gadis itu tak tahu harus menjawab dengan apa lagi. Ia sendiri ingin melakukannya tapi bagaimanapun juga mereka tidak akan bersatu selagi keyakinan masih berbeda. Sena memalingkan wajahnya dari Eunkwang, ia tak mau jatuh hanya karena perasaan nafsu sejenak.

“Aku tidak tahu. Kalaupun ada harapan, aku terlalu takut untuk meraihmu karena kita berada ditempat dan posisi yang berbeda. Kau bilang mimpimu adalah menjadi seorang penyanyi, aku takut kau akan kehilangan banyak hal jika bersamaku...”

“... Aku hanya ingin hidup tenang bersama adikku...” lanjutnya.

Nyeri didada Eunkwang semakin terasa, ia sebisa mungkin menahan semua. Entah kenapa pernyataan itu benar-benar menyakitkan. Penolakannya terdengar lembut tapi masih bisa membuatnya sakit.

Mianhae, oppa. Aku sangat menghargaimu...”

Gadis itu membuka pintu dan keluar dari mobil Eunkwang. Tanpa menengok kearah Eunkwang, ia melangkah dengan cepat kearah manapun kakinya pergi. Namun, ia terhenti saat seseorang menarik lengannya.

Eunkwang masih mengejarnya. Tanpa sepatah kata pria itu meletakkan sebuah cincin diatas telapak tangan Sena.

“Simpan ini. Duduklah dan tunggu sebentar saja karena aku akan berlari untuk menemuimu dengan status yang baru. Sampai saat itu, tolong simpan ini sebagai harapan bagiku dan janjiku untukmu”

Oppa... Kenapa kau masih melakukan ini?”

“Karena kau. Aku tidak ingin kau terluka lebih dalam lagi karena kau juga berhak untuk bahagia. Kupikir perasaanku hanyalah bayangan tapi ternyata tidak, semua nyata. Alasan bahwa aku telah jatuh cinta padamu dan berusaha menjauhkan samurai yang selalu menyayat hatimu”

Eunkwang tersenyum tipis lalu melepaskan tangan gadis dihadapannya itu. Ia kemudian berbalik arah dan berjalan meninggalkan gadis yang hanya diam menatap cincin putih dengan sebutir mutiara putih.

“Ya Allah... Bolehkah aku berharap padanya?”

Setetes air bening keluar dari kelopak mata Sena. Ditatapnya punggung lesu Eunkwang yang menjauh. Memikirkan tentang harapan Eunkwang, ia pun menginginkan harapan itu.

THE TIME: When I Love You ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang