Hujan Es di Bulan Juni

11 4 0
                                    


Hujan es kembali terjadi di negara Korea Selatan, Jepang, dan juga Hongkong, kejadian ini mengakibatkan banyak bangunan yang runtuh dan juga ribuan korban jiwa. Besar es batu yang jatuh diperkirakan berukuran 30x30 cm dengan berat 40 kg.

Berita hujan es kembali lagi tayang di televisi setelah 2 jam yang lalu tayang berita dengan bencana yang sama. Kali ini negara-negara Asia Timurlah yang menjadi sasaran. Semua bangunan rusak dan runtuh, korban jiwa selalu bertambah, belum lagi korban luka dan juga korban hilang. Sebenarnya hatiku sedih melihatnya, dan juga khawatir suatu saat akan merasakan hal seperti ini juga. Sampai sekarang, negara kami belum tersentuh oleh tanda-tanda adanya hujan es, bahkan hujan biasa saja belum pernah ada lagi selama 2 minggu. Tentu saja itu membuat para petani bersungut-sungut dan kita tidak mungkin menyalahkan mereka yang meminta doa agar hujan turun, karena bukan hujan yang seperti inilah yang mereka inginkan.

Aku melihat ibu yang sudah meneteskan airmata melihat kejadian yang ditayangkan berita itu. Pasti ibu merasa sangat khawatir hal yang serupa terjadi pada negara ini. Kami hanya tinggal menunggu waktu, karena itu ayah sudah mempersiapkan tempat untuk berlindung di bawah tanah.

"Bu.. jangan khawatir, kita pasti akan baik-baik saja.." ucapku menenangkan ibu.

Aku sangat tidak tega melihat ibuku menangis apalagi sampai depresi memikirkan bencana hujan es di musim kemarau ini. Ibu memelukku dan mengusap kepalaku lembut sambil berkata, "Kalau suatu saat itu terjadi pada negara kita, jangan lupa untuk tetap bersama ya, Liv..." Suara getir ibu membuatku merasa sedih. Aku menghela nafas lalu menganggukkan kepalaku. 

"Iya bu, aku akan ingat itu.."

5 hari lagi adalah ulang tahunku. Aku sudah menduga tidak akan ada ulang tahun yang meriah tahun ini. Semua kepanikan dan juga kesedihan yang dirasakan kedua orangtuaku tidak mungkin mengingatkan mereka akan ulang tahunku yang tinggal menghitung jari itu. Aku berbaring di tempat tidurku sambil memandang kalender yang telah kutandai di tanggal 21 Juni. Dulu, aku sangat berharap ulang tahunku yang ke-17 ini akan sangat seru dan penuh hadiah, tapi setelah bencana hujan es ini datang ke bumi dan memporak-porandakan negara demi negara, aku merasa aku tidak perlu mengingat ulang tahunku.

"Liv, Jane datang tuh.." seru mama dari luar.

Aku bangun dan bergegas turun untuk membukakan pintu. Jane adalah sahabatku dari kecil, kehadirannya di masa-masa kepanikan ini sangat kuperlukan untuk membuat hatiku tenang. Karena dari semua orang yang kuanggap teman, hanya dia yang tidak panik mengenai masalah bencana hujan es.

"Hay, ayo masuk.." ucapku sambil tersenyum.

"Hey, wajah apa itu?"

Sejenak aku terdiam mendengar kata-kata Jane barusan. Apa yang terjadi dengan wajahku? Apa wajahku terlihat sangat khawatir atau terlihat aneh dari biasanya?

"Liv, jangan khawatir, percayalah, kita semua akan baik-baik saja.." ucapnya tenang dengan senyuman hangat khas dia. Aku menghela nafas dan menundukkan kepalaku. Sepertinya aku sangat memikirkan bencana ini sampai membuat wajahku berubah dari biasanya.

Aku dan Jane duduk di sofa. Kami berbincang tentang ujian akhir semester yang telah kami lewati 3 hari yang lalu. Pastinya aku merasa lumayan senang karena nilaiku tidak ada yang remedial walaupun kebanyakan pas-pasan. Berbeda dengan Jane, dia mendapatkan nilai yang tinggi dan selalu saja menjadi panutan di kelas. Tetapi itu tidak membuatku iri atau dengki kepadanya. Aku justru merasa senang dan menjadikannya rolemodel secara diam-diam.

"Oiya, sebentar lagi ulang tahunmu bukan? Wahh.. kita makan dimana nih?" kata Jane sambil menyikut pinggangku. Aku tertawa kecil "Haha.. bagaimana dengan Pizza Cool?" ujarku. Dia mengangguk bahagia dan berseru "Setuju!!"

Aku pun tersenyum melihat wajah bahagia Jane yang tidak menunjukkan rasa khawatir sama sekali. Sejenak aku berpikir bahwa dia hebat tetapi aku juga malah merasa takut kalau sebentar lagi akan kehilangan dia, atau mungkin dia yang kehilangan aku.

Berita hujan es kembali terdengar lagi di televisi. Kali ini terjadi di Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam dan Kamboja. Semakin dekat menuju negara kami. Tentu saja itu membuatku semakin panik. Jantungku berdebar-debar dengan kencang dan seluruh badanku mendadak dingin. Aku menatap televisi dengan mata yang tidak berkedip-kedip dari tadi. Teriakan minta tolong dari para warga membuat bulu kudukku bangun. Es-es balok yang bertebaran di jalan juga sudah sangat cukup membuatku semakin takut. Aku langsung membayangkan jika salah satu es balok itu menimpa kepalaku. Kali ini, reporter di televisi berkata bahwa ukurannya sudah bertambah besar daripada es balok yang ada di Asia Timur tadi. Jelas ini adalah hal yang mengerikan untuk didengar. Tanpa sengaja, air mataku menetes dan ya aku tidak kuasa lagi menahan tangisku.

"Liv.. jangan cemas.. aku sudah bilang kita akan baik baik saja.." ucap Jane sambil memelukku erat. 

Aku pun membalas pelukannya walau airmata masih deras menetes dari mataku. Aku bahkan sudah membasahi baju Jane. Jane malah berkeadaan sebaliknya denganku. Dia terus menenangkanku dan malah membuat candaan seolah-olah hujan es itu hanyalah bencana yang remeh. Aku sendiri malah terus menangis dan acuh tak acuh dengan perkataan Jane. Sumpah, aku tidak pernah merasa setakut ini seumur hidupku.

halo semua.. Aku buat cerita baru lagi, bagi para pecinta dunia Fantasy, silahkan tekan tombol bintang ya..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GlaciesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang