6. Kabar buruk

1 0 0
                                    

Mereka berempat memakan makanan yang dipesan dengan santai. Siapa lagi kalau bukan sherin dkk.

"Gimana perkembangan hubungan lo Rin?" tanya Cecil setelah hening beberapa saat.

"Biasa aja. Gue hampir lupa kalau punya permainan kaya gitu. Lo tau gak bang Fathur kemarin tuh sikapnya aneh," jelas Sherin

"Aneh gimana?''

"Jadi gue kemarin duduk di balkon trus bang Fathur-" penjelasan Sherin terpotong karena ponsel Sherin bergetar.

Ia melihat nama yang terpampang di layar ponselnya. Batinya bertanya bunda kenapa terlfon?

"Ibu negara telfon, bentar gih."

Mereka bertiga menggangguk Paham.

"Assalamualaikum bun. Bunda ada apa kok telfon,"

Terdengar Isak tangis disana. Hati Sherin berdegup kencang.

"Waalaikumsalam. Adek pulang sekarang ya. Cepat kerumah sakit. Abang mu Rin dia-"

"Dia kecelakaan."

Otot Sherin rasanya lemas. Air matanya meluruh.

"Abang kecelakaan bun? Jangan bercanda bun!" Lirih Sherin.

"Bunda gak bercanda. Kamu pulang nanti bunda kirim alamat rumah sakitnya."

Ponsel Sherin jatuh ke lantai. Baginya itu bukan masalah besar. Air matanya menetes membuat ketiga temanya menatap binggung.

"Rin lo kenapa nangis hah?" Tanya nessa terkejut.

Sherin tidak menjawab ia justru berlari kearah kelasnya. Ia tidak memperhatikan jalan hingga menyenggol lengan seseorang.

"Sakit woy! Lo kalau jalan yang bener dong," kesal Rian.

"Eh itu si Sherin cewek yang kemarin, kok nangis?" tanya Brian binggung.

"Gue mana tau,"  jawab Tristan sambil mengendikan bahu.

Aldi yang tadinya menatap kedepan langsung memutar badannya menghadap kebelakang.

"Kayaknya Buru buru deh sampai gak ada waktu buat minta maaf," ujar Tristan.

Brian yang melihat salah satu teman Sherin yang sedang berlari,  langsung menahan lengannya,"Temen lo kenapa?"

"Buru buru nih kak, kapan kapan gue ceritain," jawab Nessa.

Brian melepas lengan Nessa.

Mereka berpikiran sama. Apa yang membuat Sherin cewek jutek yang kemarin menangis sesegukan?

Sampai dikelasnya Sherin langsung berlari dibangku paling ujung. Merapikan buku yang tergeletak di atas meja dan memasukan di tasnya.

Laura yang tiba-tiba masuk diruang kelas Langsung bertanya kearah Sherin yang sibuk membereskan barangnya"Rin lo mau kemana hah?"

"Gue mau pulang,"

"Lo membuat gue ngos-ngosan Rin dan ini jawaban lo," sahut Nessa yang tiba-tiba datang.

"Gue buru buru."

"Setidaknya lo bisa kasih tau kita, siapa tau kita bisa bantu," tawar Cecil

"Gimana perasaan lo disaat orang yang  lo sayang itu kecelakaan hah!" Jelas Sherin  sedikit berteriak lalu berlalu pergi keluar kelas.

Mereka bertiga membeku.

"Harusnya kita memberi bantuan setidaknya kekuatan buat Sherin," gumam Nessa.

"Kita susulin sherin. Mungkin belum jauh dari sini," usul Laura.

Mereka bertiga merapikan buku kedalam tas nya. Dan berlalu pergi menyusul Sherin. Memberi kekuatan setidaknya.

----

Langkah lebar diambil Sherin saat ini. Disepanjang perjalanan mulutnya tidak berhenti berdoa. Terlihat Mila dengan mata sembab dengan rambutnya sedikit berantakan dan Hans yang menatap ruang rawat Fathur dengan tatapan sendu.

Sherin sedikit berlari dan langsung memeluk Mila.

"B-bun bang Fathur gimana sama keadaanya? Dia gak bakal tinggalin kita kan?" tanya Sherin sambil sesegukan.

Mila menggeleng pelan lalu mengusap rambut Sherin dengan lembut,"Keadaanya kritis."

"B-boleh m-masuk?"

Mila mengganguk

Sherin mendorong pintu dengan pelan. Ia menatap mata Fathur yang terpejam damai.
Hanya suara mesin penumpang hidup yang terdengar jelas di ruangan tersebut. Sherin menggigit bibir bawahnya berusaha tangisnya tidak pecah. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya ini kuat dihadapan seseorang yang sedang terbaring lemah.

Sherin menarik kursi yang berada di samping tempat tidur Fathur.

"Bang, bercanda lo gak lucu. Bangun bang!"

"Siapa yang buat Lo celaka kaya gini bang."

"Adik Lo ini butuh perlindungan dari buaya diluar sana. Gue masih labil bener yang lo katain dulu. Gue masih kecil bang "

"Semua udah terjawab dengan sikap aneh lo kemarin. Ini yang lo bilang mau pergi hah?"

Sherin mengangkat kalung yang berada dilehernya,"kenangan kan?"

"Jangan buat kejadian satu tahun yang lalu terulang lagi bang,"

Sherin berbicara sendiri berharap lawan bicaranya ini menjawab.

"Bang, gue gak ada temen berantem nih sampai lo gak bangun."

Hening. Hanya mesin penumpang hidup dan deru nafas Sherin terdengar. Ia tersenyum sendu menatap sosok yang biasanya menjahilinya sekarang menjadi lemah.

Cklek. Pintu kamar dibuka.Suster rumah sakit membawa sebuah kotak. Mungkin suntik buat infusnya bang Fathur. Pikir Sherin.

Sherin menghapus air matanya. Ia melirik jam yang terpampang manis di dinding kamar rawat.

''jam besuk sudah selesai," ucap Suster.

Sherin tersenyum lemah, ia bangkit dari zona nyamannya. Lalu menatap abangnya sekilas sebelum ia keluar ruangan ia berbisik kearah Fathur,"Cepat bangun bang, semuanya menunggu."

Sherin keluar dari ruangan. Ia sangat lapar perutnya meronta-ronta minta jatah makanan.

Sherin mendesah lelah, ia kembali duduk dibangku depan kamar inap Fathur.

Diambilnya tas dan mengobrak-abrik isinya. Mencari benda tak hidup bernama ponsel.

"Oh tidak, layar ponsel gue. Pasti waktu dikantin," gumam Sherin sambil membolak-balikan ponselnya.

Sherin celingak-celinguk mencari sang bunda,"Mungkin dikantin."

"Untung bisa dinyalakan. Apa coba telfon bunda? Telfon bunda aja," gumam Sherin.

Seseorang berdeham kecil. Kepala Sherin terangkat keatas. Matanya membulat sempurna.

"Lo!" Kaget Sherin.

****

Aku ucapin seribu terimakasih bagi yang baca ataupun voment. Moga aja suka sama part bagian ini. btw akan ada cerita baru kalau cerita GAME udah hampir lengkap nanti bakal aku publish.

GAME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang