Part 1

33 0 0
                                    


Saat itu awal bulan September. Aku terdiam memandangi langit malam. Sedikit waktu senggang di acara yang padat. Sebagai ketua panitia, aku bertanggung jawab atas berlangsungnya acara, dari pembukaan, hingga penutupan.

Malam ini adalah puncak acara, dimana para peserta berkeliling ke pos-pos yang kami sediakan, untuk diuji secara mental. Aku bertugas di pos keberangkatan. Dengan ht di tangan, bersiap bila ada laporan.

Kulihat seorang pemuda berjalan mendekat. Lampu menyinari wajahnya, memberitauku yang datang adalah Steve Dowler, salah satu panitia luar. Lalu Ia duduk di sampingku, dengan ponsel di tangan kirinya.

"Jadi, semua lancar?" tanyanya, aku tersenyum samar.

"Yeah, semua lancar" balasku.

Kemudian terdengar suara dari ht. Aku melihat kearahnya, dan Ia mengangguk. Aku menekan tombol di sisi kiri, dan menerima pesan.

"Scarlet, pos 1 kosong, kelompok 5 bisa berangkat" ucap Diana.

"Pesan diterima" balasku

"Aku akan memberangkatkan kelompok 5, kau mau ikut?" Steve memandang ku sesaat, lalu Ia berkata,

"Aku akan menunggu"

Dengan itu aku pergi ke pondok tempat peserta tidur, dan membangunkan kelompok 5. Beberapa saat kemudian, aku kembali. 5 kelompok sudah berangkat. Tinggal 1 kelompok lagi dan satu tugas berkurang.

Steve masih duduk di tempat yang sama, hanya kali ini Ia memandang ke ponselnya. Aku berjalan kearahnya, canggung. Bagaimanapun Ia berada di satu tingkat diatasku, walau Ia hanya 5 bulan lebih tua.

Ia memulai percakapan. Pada awalnya kami hanya bertukar pertanyaan, lalu Ia bercerita mengenai pengalamannya, dan dari situlah aku terbawa suasana. Hingga ht ku berbunyi lagi, dan 2 kelompok siap pulang, kini waktunya bagi kelompok terkahir untuk berangkat.

"Saatnya kelompokmu berangkat" ucapku

"Baiklah" Ia tersenyum, dan kami berjalan ke pondok.

Setiap kelompok, diberi satu pendamping dan Steve bertugas mendampingi kelompok terakhir. 

Kini pukul 2 pagi, dan semua kelompok sudah berangkat. Aku kembali ke pos induk, dan duduk. Steve sudah pergi, tawa tak lagi menemani. Tergantikan oleh sunyi.

3 jam berlalu. Aku terbangun di atas dipan, mataku berat akibat kurang istirahat. Benar, semua kelompok kembali pukul 4 pagi, dan agenda selanjutnya dimulai pukul 6. Aku menatap jam tangan, sekarang jam 5. Dengan hembusan nafas lelah, aku berjalan keluar menuju pos induk.

Semua panitia terbaring lelah. Termasuk Steve, yang biasanya terjaga hingga fajar. Aku membangunkan panitia inti, kemudian panitia pelaksana, baru peserta. Para senior, melantik peserta, dan aku menontonnya dari belakang.

'Setelah ini tugasku selesai' pikirku. Setidaknya satu tugas selesai.

Kurasakan seseorang berdiri dibelakangku, aku menoleh, dan berdirilah Steve, dengan sebatang rokok ditanganya.

"Bagaimana tidurmu?" tanyanya sebelum menghisap rokok itu lagi.

"Baik, setidaknya cukup" jawabku

"Aku sebenarnya ingin memberimu selimut, tapi aku tidak menemukan satupun" Ia mematikan rokoknya. Aku menunduk.

"Trims, kulihat kau akhirnya tidur" ucapku kemudian

"Yeah, sebelum berangkat aku hanya tidur 2 jam, jadi kurasa tubuhku membutuhkan itu"

"Omong-omong, selamat Scarlet, tugasmu sudah selesai" ucapnya seraya menunjuk ke depan. Salah satu temanku dilantik sebagai ketua organisasi. Aku tersenyum.

"Akhirnya"

"Kau mau ke atas? Saatnya bagimu untuk istirahat"

"Mungkin nanti, tapi terimakasih"

Lalu Ia berjalan kembali ke pos induk. Sedang aku masih berdiri, menunggu pelantikan selesai dan aku bisa pulang.

****

Setibanya dirumah, aku berbaring di kasur. Suara ku hilang, dan kepalaku berat. Aku memutuskan untuk tidur hingga tubuhku memutuskan untuk bangun. Setelah semua persiapan dan puncak acara, aku pantas mendapatkan 24 jam tidur.

Ponselku berdering. Dengan satu tangan aku meraihnya di bawah bantal, dan menggeser tombol 'terima' tanpa melihat nama atau nomer yang tertera.

"Halo?" jawabku.

"Um, apa Scarlet ada?" tanyanya

"Ini Scarlet" saat itu juga aku tersadar bahwa suaraku berubah menjadi rendah.

"Oh, maaf, suaramu lebih rendah dari biasanya. Ini Steve, Steve Dowler?" ucapnya

Mendengar namanya, aku tersentak, dan duduk.

"Oh! Hai, kenapa?" balasku

"Aku hanya mengecek kabarmu, kemarin kau terlihat sangat lelah, apa kau baik-baik saja?" Ia terdengar khawatir.

"Ya, aku baik, bagaimana dengan mu?" aku tersenyum.

"Baik, hanya terjebak di sekolah" Ia terkekeh

"Astaga! Jam berapa sekarang?" tanyaku

"8 pagi, ada apa? Kau terdengar panik"

"Aku tidur 20 jam" ucapku

"Percayalah, kau membutuhkan itu. By the way, aku harus kembali ke kelas, sampai nanti, okay?" Sesuatu dalam nada bicaranya memberiku sensasi tenang. Seakan-akan semuanya baik-baik saja.

"Okay, trims Steve" ucapku sebelum mematikan panggilan.

Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi apa pun itu, aku harap itu hal yang positif.

Bertahan atau Melepaskan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang