Part 5

12 0 0
                                    


2 Bulan kemudian

Sekarang hari ke-16 dibulan Januari. Sejak tahun baru, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak lagi menyesali apa yang sudah terjadi. Tapi memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik lagi. Apapun yang sudah berlalu, akan tetap di masa lalu.

Kini, aku duduk di meja no.6, meja yang terletak tepat di sebelah jendela. Akhir-akhir ini aku sering berkunjung ke cafe sepulang sekolah, atau pada akhir pekan. Untuk mengerjakan tugas, atau sekedar menjernihkan pikiran.

Cappucino pesananku, sudah tersaji di hadapanku. Perlahan, kusesap kopi itu, menikmati perpaduan pahitnya kopi dan manisnya gula yang aku tambahkan.

Tak lama setelah itu, aku melihat seorang pemuda berjalan memasuki cafe. Pada awalnya Ia nampak familiar. Hingga aku tersadar bahwa itu Steve.

Badanku menegang, mataku membulat, dan aku membisu. 

2 bulan lalu aku berjanji untuk tidak lagi bergantung pada kehadirannya, meninggalkannya di masa lalu.

Tapi aku belum sepenuhnya kuat untuk kembali bertemu dengan sang pembuat luka. Bagaimanapun, hatiku belum siap untuk melihatnya.

Ia menatapku, dan waktu pun membeku. Membawa kembali kenangan yang sudah lama terkubur bersama harapanku yang pupus.

Namun tatapnya mengingatkanku bahwa kami tak lagi satu. Bahwa kami hanya 2 orang yang pernah mengukir cerita dan kini tinggal kenang.

Ia berjalan ke arahku, dan aku masih membeku.

"Hey, Scarlet"

Kini air mata kembali mengancam.

"Steve" ucapku kaku.


"Maafkan aku menghilang, aku-" 

"Apa mau mu Steve?" tanyaku sebelum Ia melanjutkan kalimatnya

"Huh?"

"Kau menghilang selama 2 minggu, dan berkata kau akan mengabari lagi. Tapi lihat, kini kau berjalan dan mengajakku bicara seolah-olah kau selalu ada dan semuanya baik-baik saja" Aku menatap matanya.

"Aku tak masalah bila kau butuh waktu untuk sendiri, tapi bukan menghilang tanpa kabar. Kau tak lagi ingin meneruskan hubungan denganku, tak masalah tapi jangan lari seakan kau hanya sendiri di dunia ini." Oh Tuhan, aku ingin muntah.

Kini, Ia berdiri kaku. Matanya menatap bawah.

"Tapi terimakasih, atas 3 bulan yang mengesankan, dan terimakasih karena sekarang aku sadar bahwa tak semua yang berantakan pantas dirapikan."

Dengan itu aku berdiri dan meninggalkan uang serta tip di atas meja. Tanganku gemetar, dan tenggorokanku tersekat.

Sesaat kemudian Ia berkata,

"Scarlet, dengarkan penjelasanku!"

Aku berbalik dan berdiri ditempat.

"Kurasa tidak Steve. Perbuatanmu sudah memberiku cukup penjelasan"

Tanpa menunggu responnya, aku berjalan keluar, dan pergi. Untungnya apartemenku hanya berjarak 2 blok.

Setibanya di apartemen, aku tersedu.

Selama ini aku bertahan ketika mendengar namanya dan melihatnya berjalan di sekolah. Tapi nyatanya aku masih tak sanggup untuk menatapnya, dan sadar bahwa semua yang pernah kami punya tinggal kenangan.

Setangguh apapun aku dalam menghadapi masalah, bila itu menyangkut Steve, aku selemah tisu. Hancur dalam sekali sobekan.

Tapi, apapun yang terjadi padaku. Keputusanku sudah bulat. 

Aku melepaskannya.

Bertahan atau Melepaskan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang