Author Note : Vote sebelum membaca.
Hingga seminggu berlalu setelah aku kembali ke rumah semuanya masih tampak membingungkan. Aku mencoba menghubungi Nando namun, tak ada satu pun kontak di ponselku atas namanya. Aku ingat bahwa aku tidak pernah menghapus kontaknya.
Begitu pun dengan Bagas yang tak pernah absen menemuiku setiap hari. Dia berusaha meyakinkan kalau apa yang aku tuduhkan padanya itu tidak benar. Semuanya tidak pernah terjadi. Aku melihat kebenaran di mantanya tapi aku tak bisa mempercayainya sebab semua memang benar-benar terjadi. Dia membuatku ketakutan hari itu dan mungkin sampai sekarang aku masih takut. Namun, ada sudut dalam diriku yang juga merindukannya membuatku memberanikan diri untuk dekat dengannya lagi.
"Gue nggak tahu, apa aja yang lo alami saat koma. Tapi sumpah, Tar, apa yang lo omongin itu nggak benar. Gue juga nggak pernah tahu siapa Nando yang lo maksud." Bagaimana bisa dia bilang kalau dirinya tidak mengenal Nando sedangkan selama ini kami satu kelas dan Bagas tahu kalau aku mencintai Nando.
“Sebenarnya kalian kenapa sih? Dari kemarin kalian selalu bilang kalau aku koma. Memangnya aku kenapa?" Aku tak punya pertanyaan lain selain itu. Aku lelah bertanya tentang Nando yang selalu tidak ada jawab. Dan sekarang pun Bagas masih tak menjawab pertanyaanku dia malah memperlihatkanku sebuah foto. Itu foto ketika hari pengumuman kelulusan. Aku dan Bagas, dengan pose dua jari mengacung di udara. “Kenapa foto ini?”
“Lo nggak ingat apa yang terjadi setelah kita foto bertiga?”
“Kita pulang ke rumah masing-masing.” Ya, itu yang kuingat. Tapi sepertinya bukan itu. Bagas menunjukkan sebuah koran. “Kamu suruh aku baca koran? Gas, aku tanya kenapa...”
“Lo baca.”
Usai konvoi kelulusan dua remaja kecelakaan pasca menyalip sebuah truk.
“Ini maksudnya apa sih, Gas? Apa hubungannya ini sama aku?”
“Dua remaja yang kecelakaan itu kita, Tar. Gue selamat sedangkan lo koma berbulan-bulan di rumah sakit. Dan kemarin, kemarin lo sempat dinyatain meninggal sama dokter tapi keajaiban datang dan lo hidup lagi.”
“Gas, please. Kamu ngomong apa sih? Kamu sama aja kayak Ibu, kayak yang lainnyan, bikin aku tambah bingung.”
“Oke, sekarang gue permudah. Lo selalu bilang kalau lo punya teman namanya Nando kan? Lo nyari-nyari dia, dan lo juga bilang kalau dia sayang sama lo. Sekarang dia di mana? Kalau emang itu nyata dan bukan cuma mimpi dia pasti ada di sini jengukin lo. Tapi dia nggak ada kan? Itu bukti Tar kalau semua yang lo ceritain itu cuma mimpi yang lo anggap nyata karena lo nggak tahu lo sedang koma.” Bagas mengamit tanganku mengarahkannya pada bagian belakang kepalaku. Kurasakan seperti sebuah jahitan panjang berada di sana. “Itu bukti kecelakaan itu. Lo luka parah di bagian kepala dan mungkin aja sekarang lo masih belum bisa mengingat semuanya dengan baik.” Setelah itu Bagas pergi keluar kamarku.
.
.
.
Hari berikutnya masih sama. Membingungkan. Ibu mengajakku ke dokter dan menceritakan semua yang aku ceritakan padanya, tentang hari-hariku di SMA dan tentang Nando serta Bagas. Dokter itu menatapku dan meminta Ibu keluar agar dia bisa bicara intens denganku. Dia memintaku menceritakan ulang semuanya dan aku menceritakannya dengan senang hati. Dia tak tampak kebingungan seperti yang lain saat aku bercerita, dia adalah pendengar terbaik yang pernah kutemui. Lalu, seusai aku bercerita ia menanggapi. Dia balik bercerita tentang seorang remaja 17 tahun yang sengaja dibuat koma untuk menjalani perawatan. Gadis itu bermimpi dan menganggapnya sesuatu yang nyata padahal selama 17 hari gadis itu hanya terbaring di rumah sakit tanpa melakukan apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dan Ilusiku [Completed✔]
Novela Juvenil[ Selesai ditulis 17 juni 2019 ] ================================== Note : Follow terlebih dahulu sebelum membaca. ================================== •Attention : Cerita mengandung unsur ketagihan. Baca 1 part dan kalian akan kecanduan sampai endin...