Jisoo menatap cemas istrinya yang kini duduk di sampingnya. Mereka dalam perjalanan ke sebuah acara penghargaan. Acara besar yang memang sering di adakan setiap tahunnya. Acara ini awalnya hanya mengundang Jisoo karena pria itu masuk dalam nominasi dan pembaca nominasi dalam penghargaan itu. Tapi ternyata siang tadi manajernya kembali menghubunginya bahwa istrinya juga diundang sebagai tamu sekaligus pembaca nominasi.Jisoo yang melihat kondisi istrinya tengah berbadan dua, dengan perut yang membesar dan akan di rencanakan melahirkan akhir minggu ini tentu saja dibuat cemas selama perjalanan. Apalagi saat istrinya tahu kalau ia diundang ke dalam acara ini, istrinya itu langsung bersemangat dan hampir setengah sisa hari setelah diberi kabar istrinya sibuk mencari gaun yang akan digunakan malam ini.
“Sayang kau yakin tidak apa-apa ikut denganku?”. Tanya Jisoo pada sang istri.
“Tidak apa-apa oppa. Aku kan diundang jadi pantas aku datang bukan”. Istrinya tersenyum manis pada Jisoo, pria itu sedikit lega setelah diberikan senyuman meyakinkan dari istrinya ini.
Tapi dia tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang terus menggeluti relung hati Jisoo.
“Tapi aku khawatir kau akan lelah dan itu akan berpengaruh pada kandunganmu Jennie~ah”.
Kim Jennie pun kembali tersenyum. Kali ini tersenyum lembut, wanita cantik itu mengenggam sebelah tangan Jisoo lalu mengangkatnya dan mengecup telapak tangan Jisoo dengan sayang.
“Aku baik-baik saja oppa, jangan terlalu cemas. Kau bisa lihatkan aku bisa berjalan dengan baik dan tidak ada kejadian apapun?”.
Jisoo menghela nafasnya lelah. Percuma membujuk Jennie, Istrinya itu adalah sosok wanita yang keras kepala. Berdebat dengan Jennie sama saja berdebat dengan batu, istrinya itu sulit untuk di kalahkan.“Jisoo oppa jangan memasang wajah cemas seperti itu, aku jadi tidak nyaman ikut denganmu. Kau seperti tidak menginginkan aku datang”.
Jisoo membulatkan matanya. Istrinya itu memang mudah tersinggung dan sangat sensitive. Maka dari itu ia selama ini harus hati-hati dalam berbicara dengan Jennie.
“Bukan.. bukan seperti itu Jennie~ah” Jisoo merasakan lidahkan kelu. Bahkan untuk menelan air ludahnya saja sangat berat. Akan sangat sulit membalikkan mood Jennie kalau istrinya sudah mulai sensitive seperti ini.
“Demi Tuhan. Aku sangat senang kau ikut aku ke acara ini Jennie~ah, tapi.. tapi aku hanya cemas. Itu saja”.
“Cemas karena ada aku makanya oppa tidak akan bisa duduk bersama wanita-wanita cantik di sanakan?”.
“Ya Jennie~ah, kenapa kau berpikiran seperti itu sayang”.
“Oppa malu membawaku kan ? karena aku sedang membawa perut besar ini. padahal isi perutku ini adalah anakmu”.
Jisoo memijat kepalanya yang terasa pusing. Jennie, istrinya benar-benar memulai sifat sensitifnya.
“Demi Tuhan aku tidak ada pikiran semacam itu sayang”.
Lirih Jisoo. pria itu menatap Jennie yang juga membalas tatapan dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Jisoo menghela nafasnya, kemudian ia usap air mata Jennie yang sudah mulai turun membasahi wajahnya. Lalu Jisoo tersenyum pada istrinya itu.
“Hanya kau Jennie.. hanya kau yang ada di sini. Kau tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Meskipun di sana banyak wanita cantik dan sexy. Tapi bagiku.. kaulah yang lebih cantik dan sexy”.
“Jangan menangis lagi sayang, istriku yang cantik ini tidak boleh menangis. Apa kata para wartawan nanti jika melihat matamu yang indah ini sembab karena menangis”. Ucap Jisoo panjang lebar. Tanpa memberikan kesempatan Jennie membalas. Jisoo memajukan tubuhnya lalu mencium kedua kelopak mata Jennie secara bergantian. Membersihkan air mata yang sempat keluar dari kedua bola mata cantik itu.