Pukul telah menunjukkan 06.30. Akan tetapi Rhea Aaleasha, gadis yang kerap disapa Rara itu masih bergelung di dalam selimut tebalnya.
Namun, beberapa menit setelahnya sebuah suara alarm menginterupsi dan mengusik tidurnya. Akhirnya, gadis itu terbangun sebab ini kali kelima alarm itu berbunyi.
Dengan langkah gontai dan mata yang setengah tertutup, Rara berjalan ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Beruntung gadis itu tidak menabrak sesuatu.
Setelah mandi dan memakai seragam lengkap gadis itu bergegas turun ke lantai bawah, tepatnya menuju dapur untuk sarapan sekadar memakan 2 lembar roti dan segelas susu.
Tak selang berapa lama terdengar suara klakson mobil dari depan gerbang rumahnya. Ia sudah hafal siapa pemilik mobil tersebut, siapa lagi kalau bukan Alan sahabatnya.
"Iya-iya tunggu sebentar." Rara bergegas keluar dari rumahnya menghampiri Alan yang sedari tadi menunggu di mobil.
"Lama banget lo," ucap Alan kesal ketika Rara sudah masuk ke mobil.
"Ya maap. Gue kesiangan soalnya semalem begadang nonton drakor. Hehe."
Gadis itu berbohong. Dia tidak menonton drama korea, melainkan belajar rumus-rumus fisika dan hal-hal yang berbau dengan ilmu pengetahuan alam.
"Kebiasaan. Udah sarapan lo?"
"Udah dong. Udah kenyang," ucap Rara seraya menepuk-nepuk perutnya.
"Udah kenyang katanya. Tapi badannya masih kurus aja kayak lidi," gumam Alan yang tidak didengar oleh Rara.
Alan merupakan sahabat Rara sejak kecil. Mereka telah bersama semenjak berusia 5 tahun. Dari Sd sampai SMP selalu sekelas membuat mereka berdua sangat dekat layaknya kakak beradik. Namun, saat mereka lulus SMP Rara sempat pindah ke luar kota selama satu tahun untuk menemani neneknya dan akhirnya kembali ke rumah lamanya.
Setelah memasuki area sekolah, Alan dan Rara bergegas menuju kelas. Hari ini adalah hari pertama Rara menginjakkan kakinya di SMA Calisa. Beberapa murid menatap Rara keheranan merasa asing dengan gadis itu, yang lebih mengherankan gadis itu berjalan beriringan dengan Alan.
"Eh-eh gue baru inget!" Rara hanya menatap sahabatnya itu. "Hari ini gue ada kerja kelompok, kayaknya lo pulang sendiri," ucap Alan seraya memelankan empat kalimat terakhir.
"Apa lo bilang?! Gila aja sih. Ini hari pertama gue sekolah di sini terus lo nyuruh gue pulang sendirian? Kalo gue diculik om-om mesum gimana? Kalo gue digodain gimana? Kalo gue di---"
Alan langsung menjitak kepala gadis itu dengan gemas. "Ya mana gue tau njir, gue aja baru inget. Lagian kalo om-om mau nyulik lo atau godain lo mereka pasti bakal mikir 1000 kali."
"Sialan," desis Rara sembari menatap Alan dengan tajam. "Gak usah main jitak juga kali," gumamnya sambil mengusap kepala yang baru saja dijitak Alan.
"Ya maap."
"Yaa telus Lalanya gimana dong," ucap Rara sengaja membuat-buat suaranya seperti anak kecil.
"Gosah sok imut deh, jatohnya amit." Alan langsung mendapat jitakan tepat di kepalanya setelah mengucapkan kalimat tersebut.
"Aduh! Sakit anjer. Kalo gue jadi bego gimana? Mau tanggung jawab lo?"
"Lo tuh udah bego dari sononya jadi terima nasib aja," ucap Rara santai sambil mengibaskan tangannya. "Ya terus gue gimana nih? Masa gue pulang sendirian?" tanyanya sekali lagi.
"Ya mau gimana lagi ra. Gue baru inget kalo hari ini gue ada kerkom. Ntar lo naik bus aja deh, biasanya pas pulang ada bus lewat kok."
"Hmm gak yakin gue sama lo. Pasti pas kerja kelompok nanti lo cuman diem gak bantuin sama sekali, terus lo cuman terima amin doang."
KAMU SEDANG MEMBACA
singularity
Teen FictionMaafkan aku yang sudah mengagumimu sampai sedemikian. Merasa bahwa aku pemenang, aku yang layak. Namun di kalimat pertama, aku disadarkan bahwa Hatimu bukan dijiwaku Ragamu bukan milikku Tulang rusukmu bukan aku •••••