Semuanya tampak gelap, seperti tidak berujung dan kakinya tidak dapat menemukan daratan. Perasaan kosong berada saat dimensi di mana semua tampak cepat berlalu. Ketika rasa nyata itu menyeruak, Sakura mendengar beberapa kali namanya dipanggil, dengan akesen suara yang berbeda-beda.
Dan saat rasa nyata itu semakin terasa, bau obat-obatan dan cairan infus adalah hal pertama yang menusuk indra hidungnya. Indra perabanya merasakan banyak tangan di beberapa bagian tubuh; meremas tangannya, mengelus lengan, dan pucak kepalanya.
Secara perlahan, dengan tingkat kesadaran yang semakin bertambah setiap detik, Sakura membuka kelopak matanya.
Pada awalnya semua tampak buram, hanya ada bayang-bayang berwarna-warni mengelilingi Sakura, seperti banyak kepala—dengan bermacam bentuk—memandanginya. Ketika ia kembali berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan matanya yang terasa kaku karena baru terbuka, semua kembali seperti Sakura menemukan penglihatannya.Ternyata memang di rumah sakit. Sakura bisa merasakan jarum infus menyengat di tangan kirinya.
Dan yang paling mengejutkan karena di sini terlalu banyak orang, bukan orang asing; bukan suster dengan topi di kepalanya ataupun dokter berkacamata bertubuh gemuk, tapi semua yang ada di sini terlalu familie. Mereka adalah teman-teman satu kelasnya.
Sakura mencoba untuk mendudukkan tubuhnya secara pelan, dan berhasil. "Teman—"
"Sakura!"
Belum sempat ia memanggil teman-temannya, bertanya mengapa mereka bisa sampai ada di sini, tubuh Sakura sudah mendapat banyak pelukan dari teman perempuannya. Memang terasa sesak dan berat, tapi Sakura tidak mampu untuk tidak membalas pelukan rindu dari teman-temannya yang bergumam senang.
Sudah lama rasanya sejak terakhir kali ia tidak seperti ini; berkumpul dengan teman satu angkatannya, bercanda seperti anak remaja yang masa bodoh dengan masalah klise.
"Sakura, aku sangat khawatir sekali denganmu," ucap Tenten, memeluk belakang tubuh Sakura.
"Iya," sahut Hinata. "Sudah beberapa hari ini Sakura-chan tidak berada di sekolah, dan itu membuat semuanya khawatir."
Sakura tidak menjawab, hanya pancaran wajahnya yang cerah dan senyum mengambang adalah simbol rasa bahagianya. Hal yang tak terduga memang ketika teman-temannya berada di sini, semua menjenguk dirinya dengan rasa haru, kecuali mereka sudah tahu mengapa Sakura bisa sampai masuk rumah sakit.
Mendadak Sakura terdiam ketika semua pelukan itu tidak lagi menutupi tubuhnya. Jika apa yang ia pikirkan benar, tentang rumah sakit dan bayi yang dikandungnya, itu berarti teman-temannya sudah tahu semua yang terjadi.
"Tidak apa-apa, kok, Sakura-chan . Kami sudah mengetahuinya," ucap Naruto, berdiri di samping kaki ranjang rumah sakit. Pria itu memang cepat peka dengan suasana. "Ino yang memberi tahu."
Sakura langsung cemberut. Padahal Ino berjanji untuk menjaga semua rahasia yang ia katakan. Hanya sahabatnya itu yang bisa diharapkan, dan seharusnya Sakura tahu jika kesalahannya ada pada pertemuan mereka di kafe saat dirinya menceritakan semuanya.
"Sebenarnya bukan murni dari Ino sendiri, kami yang memaksanya," sahut Kiba, menjaga perasaan Sakura. "Soalnya hanya dia orang yang dekat denganmu."
"Kami sangat senang kau bisa bertahan sampai sekarang, Sakura."
"Sakura, kau sangat hebat!"
"Seandainya saja dari dulu kau mengatakannya, Sakura, mungkin kami bisa membantu. Bukannya kita semua teman?"
Bahkan Matsuri—perempuan satu kelas yang jarang bicara kepadanya dari tahun pertama—juga ada di sini. Keajaibannya adalah kalimat perempuan itu terlampau tinggi, sangat perhatian, seperti seorang teman. Dan memang, kata teman terselip di kalimat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby
RomanceSasuSaku [ON GOING] [ALTERNATE UNIVERSE]Bagaimana kalau sepasang anak remaja sekolah menyembunyikan kehamilannya? Bersekolah seperti biasa sambil menjaga benih yang sudah tertanam dan melakukan hal berdua bersama. Menjadi ayah dan ibu diusia 17 tahu...