Nuna menatap sendu laki-laki yang sedang menyematkan cincin ke jari tangan Maura. Ia ingin menangis karena membiarkan laki-laki yang dicintainya bertunangan dengan adik kandungnya.
"Maafkan aku, Lian. Maura sangat mencintaimu. Meski aku akan terluka, aku akan melakukan semuanya untuk Maura asal dia bahagia." Doa Nuna pada kedua pasangan.
Mata Lian beradu menatap Nuna yang menatapnya. Lian tampak memperlihatkan berbagai emosi pada Nuna lewat tatapannya. Seolah mengatakan "lihat saja, kau mengorbankan cintamu demi adikmu. Dan aku juga akan pastikan adikmu membayar pengorbananmu itu!"
...
Nuna seorang anak yang tak diinginkan kelahirannya. Kini telah tumbuh menjadi gadis cantik dan baik hati.
Eliza, sang ibu selalu menatap marah pada Nuna. Ia tidak ingin melihat Nuna bahagia. Dendam yang di berikan Anton, suaminya begitu mendarah daging.
"Nuna, apa yang kamu lakukan, cepat selesaikan pekerjaanmu!" Titah Eliza berbisik
"Iya, mah." Nuna hanya diam menyaksikan acara pertunangan itu dengan luka hati yang begitu dalam.
Nuna kembali ke dapur, Eliza tidak ingin melihat Nuna berada ditengah acara itu.
"Kenapa mamah begitu jahat padaku! Apa salahku!" Nuna hanya bisa mengucapkan kata-kata itu pada dirinya sendiri.
Nuna menyelesaikan pekerjaannya dengan sabar. Setelah acara pertunangan usai, Eliza dan Maura kembali ke rumah mewahnya. Sedangkan Nuna, ia tetap tinggal di rumah kost-annya.
Malam semakin larut. Nuna berjalan kaki menelusuri trotoar menuju kost-annya yang lumayan jauh dari hotel tempat acara. Sepanjang jalan, ia memeluk tubuhnya sendiri.
"Kenapa Tuhan begitu tidak adil padaku. Bahkan, sebelum pertunangan, mamah bilang bahwa aku anak haram! Apa yang sebenarnya terjadi."
"Cucuku, maafkan kakek dan nenek. Kakek telah membuat kau lahir. Dulu, ibumu memiliki kekasih yang sangat di cintainya. Tapi, kami memaksa ibumu untuk menikah dengan laki-laki pilihan kami. Setiap hari ibumu selalu pulang dalam keadaan mabuk. Hingga akhirnya, Anton ayahmu jengah dengan sikap ibumu. Maka kami menyuruh Anton untuk membuat ibumu hamil. Dan dua bulan kemudian, ibumu benar-benar hamil. Ibumu selalu ingin menggugurkan kandungannya, tapi Anton meminta untuk tetap di pertahankan. Hingga kau lahir dan Anton hilang bak di telan bumi."
Kalimat panjang yang di jelaskan neneknya waktu itu terus terngiang di telinganya. Ia menangis mengetahui kenyataan bahwa ia memang anak yang tak diinginkan kehadirannya.
Rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Nuna terus melangkah mengikuti kakinya sambil menangis. Ia tidak menyadari bahwa di belakangnya, sebuah mobil sedan mengikutinya diam-diam.
Nuna terduduk di atas jalan trotoar, menangis adalah hal yang bisa ia lakukan saat ini.
"Kenapa mamah tidak membunuh aku saja saat itu. Kenapa mamah harus melahirkan anak dari laki-laki yang mamah benci! Kenapa!" Teriakan penuh kepiluan terdengar di telinga Lian yang kini sudah turun dari mobilnya sambil membawa payung. Hatinya ikut tersayat, mendengar kenyataan bahwa gadis yang sedang berada di hadapannya ini tidak pernah di harapkan kehadirannya oleh ibunya sendiri.
"Nuna!" Panggil Lian
"Pergi, aku ingin sendiri!" Sahut Nuna, ia tahu siapa yang berada di belakangnya
"Kenapa, kenapa kau tidak pernah mau membagi penderitaanmu padaku!" Lian kini berada dihadapan Nuna sambil memayunginya, ia lalu berjongkok.
"Aku tidak ingin di kasihani. Aku tidak ingin semua orang tahu kalau aku anak yang tak pernah diinginkan!"