"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam." Sambut wanita dengan daster panjang dan kerudung bergo di depan pintu.
Matanya menatap lelaki yang masih menenteng kunci motor di tangan kirinya, dan tangan kanannya sudah mengulur menyambut balasan jabatan tangan.
"Saya Lucas, tante, temennya Mil.. eh Doyeon." Tanpa perlu ditanya Lucas sudah lebih dulu memperkenalkan diri.
"Oh, ayo masuk masuk," Wanita diumur pertengahan empat puluhan itu menyambut dengan ramah, "Mau jemput Doyeon ya?"
"Iya tante."
"Doyeonnya masih di kamar, sebentar ya tante panggil dulu."
Belum sempat sang ibu beranjak dari tempatnya, Doyeon sudah turun lebih dulu sambil membawa tas koper yang cukup besar. Tidak ada senyum, hanya wajah datar yang ditunjukkan untuk Lucas yang sudah menyambut Doyeon dengan senyum terbaiknya.
Padahal tadi Doyeon sudah berpesan, Lucas tunggu di luar saja, biar Doyeon yang keluar. Tapi, emang dasarnya Lucas yang batu, sih, dibilangin kaya apa juga tetap saja tidak mau mendengar. Malah dia masuk, segala pake sok ramah ke mamanya lagi.
"Ngapain, sih, kan, gue udah bilang tunggu di luar aja." Ujar Doyeon geram setelah salim, berpamitan pada mamanya untuk pergi beberapa hari, dan kini berjalan beriringan dengan Lucas keluar rumah.
Lucas menoleh ke arah samping, "Aku tungguin di luar rumah kamu gak keluar-keluar, ya udah aku susulin aja, sekalian bisa pamitan sama mama kamu, mau bawa anak gadisnya ke luar."
Doyeon cuma mendengus malas.
Saat Doyeon memakai helmnya, Lucas cuma menatap koper tosca milik Doyeon yang sekarang ia pegang.
"Milia, ini.. kamu yakin?"
Sekarang Lucas menatap Doyeon dan koper yang dibawanya bergantian.
"Apa, sih?"
"Ini gede banget loh," Lucas menunjuk koper Doyeon, "Kamu mau ngediklat apa kabur dari rumah, sih?"
Doyeon cuma diam melirik Lucas.
"Gak bawa lemari kamu sekalian?" Sindir Lucas lagi.
Iya bagaimana tidak, mau diklat tiga hari dua malam saja, rasanya Doyeon sudah seperti mau pulang kampung tiga bulan. Di saat Lucas cuma bawa ransel seadanya, Doyeon dengan santainya menarik koper yang tingginya hampir sepinggang.
"Ya terus gimana?"
"Gimana ya?" Lucas garuk-garuk kepala.
Ini Lucas yang daritadi protes tipis-tipis, tapi giliran ditanyain solusinya gimana, malah bingung sendiri.
Dan setelah berdiskusi, ah tidak, lebih tepatnya adu mulut ringan cukup lama, akhirnya Doyeon memutuskan untuk mengganti kopernya dengan tas ransel yang lebih mudah di bawa. Walaupun sama artinya dengan, Doyeon harus meninggalkan barang-barang yang tidak begitu krusial di rumah.
"Ini ke kampus dulu?" Doyeon membuka kaca helmnya, berteriak cukup kencang, bersaing dengan bunyi mesin kendaraan dan klakson di jalan raya.
"Enggak, langsung ke sana aja, lagian kamu lama banget, bongkar tas udah kaya bongkar rumah."
Ini kenapa Lucas jadi suka ngeledekin Doyeon, sih?
"Set waze ke tkp ya." Teriak Lucas lagi.
"Lo gak tau jalan?"
Lucas cuma menggeleng.
Dan tiba-tiba, rasa khawatir mereka akan nyasar itu datang. Karena biasanya, orang yang modelan seperti Lucas ini lebih banyak tertimpa sialnya daripada mendapat keuntungan.
"Tenang aja, dari rumah aku udah baca doa kok." Lucas sepertinya bisa membaca kekhawatiran Doyeon dari kaca spionnya.
Padahal itu bukan rasa khawatir. Tapi lebih kepada rasa tidak percaya Doyeon pada Lucas.
"Yuqi gak ikut?" Tanya Doyeon tiba-tiba.
"Hah?"
"Kan, katanya beberapa anak PMR ikut buat divisi kesehatan."
"Oh, masih sibuk sama acara donor darah atau apalah itu, padahal udah gue ajak, katanya dia mau liat air terjun, eh ujung-ujungnya gak jadi berangkat."
"Oh.." Jawab Doyeon singkat.
Lucas sedikit menolehkan kepalanya ke belakang, "Kenapa?"
"Gapapa."
Di depan, Lucas cuma ngangguk-ngangguk.
Dan mereka berdua akhirnya saling diam.
"Berarti," Lanjut Doyeon tiba-tiba, "Kalo Yuqi ikut, lo gak jadi nebengin gue ya?"
Lucasnya diam, bingung, "Ya...-"
Doyeon tertawa singkat, "Ya iyalah, dia, kan, temen deket lo ya."
Lucas sempat menngerutkan dahinya bingung, sebelum akhirnya ia tertawa, "Kamu cemburu ya?"
"APAAN?!"
"Ngaku aja udah, kedengeran dari nada ngomong kamu." Lucas masih tertawa jahil.
"Dih." Doyeon hanya mendecih.
"Ya berarti emang udah jalannya."
"Hah?" Gantian Doyeon yang bingung.
"Langit dan semesta sudah mengatur semuanya, supaya kamu dan aku sekarang bisa duduk di jok motor yang sama, sambil menikmati sinar matahari dan angin sepoi-sepoi."
"Gak jelas lo."
Lucas masih melanjutkan tawanya, dan Doyeon risih sendiri mendengarnya.
"Terus ini ke mana?" Tanya Lucas lagi setelah empat puluh lima menit mereka berkendara.
Karena terlalu banyak bicara, Doyeon sampai lupa memperhatikan aplikasi waze-nya, dan Lucas juga asal menyetir saja, jalan lurus terus.
"Cas," Bisik Doyeon, "Seharusnya kita belok kiri di perempatan tadi."
"Mil," Balas Lucas ikut berbisik, "Kita lewat perempatan, kan, udah dua puluh menit yang lalu."
Bagus. Mereka sekarang nyasar.
Lucas senang. Doyeon berang.
Lucas, sih, seneng-seneng aja, kan, bisa berdua lama-lama sama Doyeon. Beda sama Doyeon, yang rasanya udah pengen lompat aja dari atas motor.
miles & smile ✈
KAMU SEDANG MEMBACA
miles & smile― lucas ✔
Fanfictionkarena hati tak perlu memilih, ia selalu tahu kemana harus berlabuh #spinoff remaja masjid 2 | kpoplokal ©2019 syyouth- Parallel Universe}